Friday, 24 April 2015

Larangan menafsirkan agama menurut pendapat sendiri.

Omar Ibrahim Al-Jabary wrote a new note: Kaidah Ilmu Tafsir dan Larangan Menafsirkan Dengan Pendapatnya Sendiri. 25 November 2011 at 23:25 ·

Larangan menafsirkan agama menurut pendapat sendiri.

“barang siapa yang menafsirkan al-Qur’an menurut pendapatnya sendiri, hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya dari api neraka” (HR. Muslim)  

Agus Nur Salim and 47 others like this.

Nur Handoko
Timbulnya bid'ah dalam dien, termasuk didalamnya menafsirkan dalìl dengan akalnya semata. Apakah akhi melihat realita ini ?

1 · 28 November 2011
Omar Ibrahim Al-Jabary

Na'am itu jelas penyebabnya, contoh kenapa ada bid'ah hasana karena para mubtadi menafsirkan hadits "man sanna" sebagai dalil bolehnya bid'ah. Padahal para Ulama salaf tidak ada yg mjadikn hadits itu sebagai dalil bolehnya bid'ah. Antum boleh baca note ana yg berjudul, "inikah dalil mereka ?"

4 · 28 November 2011
Nury Zahratunnisaa

astaghfirrullah....
smga qt tdak trmasuk golongan tersebut...
aamiin...

7 December 2011
Gadiez Imoozz Nya

yup ana setuju Akhi,krn dalil yg dmikian makin maraknya suatu ibadah yg diada adakan padahal jauh sx dr akidah islamiah yg Rasul ajarkan

1 · 7 December 2011
Faliha Rani Butterfruity

syukran atas ilmunya,sangat bermanfaat...

8 December 2011
Toni Ho

Alhamdulillah...

Terimakasii banyak...

8 December 2011
Toni Ho

Alhamdulillah...

Terimakasii banyak...

8 December 2011
Syed Shahrul Syed Halim

Terima kasih sharing tapi ditakuti sbb mcm golongn anti hadis dah bergiat aktif semula

5 November 2013
Abdullah

menurut admin bidah hasana benar ga? mohon dijelaskan yaa

7 November 2013
Agung Supriyanto

Koreksi, hadits yang pertama kali disebutkan di atas, tidak terdapat di Shahih Muslim (cmiiw), ada di Sunan at-Tirmidzi, tapi itu pun syaikh Albani menghukuminya dha’if :

حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ السَّرِيِّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

2950. Telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Assari] telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Abdul A'la] dari [Sa'id bin Jubair] dari [Ibnu Abbas] radliallahu ‘anhuma, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa berkata tentang al-Qur’an tanpa ilmu, maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka.” Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih.

Dhaif. Al-Misykah 234, Naqd At-Taj, Dhaif Al-Jami 5737

2 · 7 January 2014
Zulkifli Albanjary

Al-Imam asy-Syafi’i berkata :

الْمُحْدَثَاتُ مِنَ اْلأُمُوْرِ ضَرْبَانِ : أَحَدُهُمَا : مَا أُحْدِثَ ِممَّا يُخَالـِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثرًا أَوْ إِجْمَاعًا ، فهَذِهِ اْلبِدْعَةُ الضَّلاَلـَةُ، وَالثَّانِيَةُ : مَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ خِلاَفَ فِيْهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هذا ، وَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ (رواه الحافظ البيهقيّ في كتاب " مناقب الشافعيّ)

“Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat.
Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 469).

Dalam riwayat lain al-Imam asy-Syafi’i berkata:

اَلْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ: بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُوْمَةٌ، فَمَا وَافَقَ السُّـنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمٌ.

“Bid’ah ada dua macam: Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Bid’ah yang sesuai dengan Sunnah adalah bid’ah terpuji, dan bid’ah yang menyalahi Sunnah adalah bid’ah tercela”. (Dituturkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari)

Pembagian bid’ah menjadi dua oleh Imam Syafi'i ini disepakati oleh para ulama setelahnya dari seluruh kalangan ahli fikih empat madzhab, para ahli hadits, dan para ulama dari berbagai disiplin ilmu.

Di antara mereka adalah para ulama terkemuka, seperti

al-‘Izz ibn Abd as-Salam, an-Nawawi, Ibn ‘Arafah, al-Haththab al-Maliki, Ibn ‘Abidin dan lain-lain. Dari kalangan ahli hadits di antaranya Ibn al-'Arabi al-Maliki, Ibn al-Atsir, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafzih as-Sakhawi, al-Hafzih as-Suyuthi dan lain-lain. Termasuk dari kalangan ahli bahasa sendiri, seperti al-Fayyumi, al-Fairuzabadi, az-Zabidi dan lainnya.

1 · 11 January 2014
Hisanobu Ichimaru

Kenapa kita harus sibuk dengan perkara2 yg baru yg belum tentu benar menurut ALLAH SWT karena hanya sebatas penafsiran dan prasangka saja, sementara perkara2 yang wajib dan dengan tegas diperintahkan justru tidak pernah kita kerjakan.....????? Kembalilah pada yg sudah jelaas2 wajib dan jelas2 sunnah.

25 February 2014
Abah Abah Anom

bbgus kaidah itu

18 August 2014
Hud-hudi

Hmmm kalau masalah khilafiah sampai kiamat pun gk mau slesei

No comments:

Post a Comment