Sunday, 1 May 2016

Berhujjah dengan Hujjah Dusta dan Palsu (3)


Firanda Pendusta, Berhujjah dengan Hujjah Dusta dan Palsu (3)
UmmatiOktober 24th, 2011, 6:50 am84 comments 1440 views ★★★★★

Ustadz Firanda Diperingatkan; Aqidah ‘Allah di atas Langit (Fisikly)’ Hanyalah Aqidah Karangan dan Merupakan ‘Wahyu’ dari Syetan
  … Bagian Ke-3 dari Sekelumit Upaya Mengungkap Tipu Muslihat Firanda …

Oleh: ustadz Ahmad Syahid

Ustadz Firanda mengatakan :

Oleh karenanya ana meminta Abu Abu Salafy Al-Majhuul dan pemilik bloig salafytobat untuk mendatangkan satu riwayat saja dari para sahabat atau para salaf dengan sanad yang shohih bahwasanya mereka mengingkari Allah berada di atas langit. Kalau mereka berdua tidak mampu mendatangkan satu riwayatpun maka ketahuilah bahwasanya aqidah yang mereka bawa hanyalah aqidah karangan mereka berdua sendiri dan merupakan wahyu dari syaitan.

Jawaban:

Justru saya meminta kepada yang terhormat Ustradz Firanda untuk mendatangkan satu Riwayat saja yang  Shahih dari para Sahabat atau para Salaf As-shalihin bahwasannya mereka memahami dan mengartikan ” Istawa ” dengan ” Istiqror ” :  ” Allah berdiam / berada di atas langit ” dan tolong jangan lagi membawakan Riwayat-riwayat yang tidak Sah , Mungkar bahkan Maudhu’  karena semuanya akan terbongkar sebagaimana riwayat-riwayat di atas tadi ( dikupas tuntas di bagian 1 dan di bagian 2 ). Kalau Ustadz Firanda dan All salafiyyin Wahabiyyin tidak mampu mendatangkan satu riwayat pun maka ketahuilah bahwasanya aqidah yang mereka bawa hanyalah aqidah karangan mereka sendiri dan merupakan “wahyu” dari syaitan.

Ustadz Firanda mengatakan :

Tipu muslihat Abu Salafy

Dari sini kita akan membongkar kedustaan Abu salafy yang berusaha menggambarkan kepada masa bahwasanya aqidah batilnya tersebut juga diyakini oleh para sahabat.

Jawaban :

Pembaca yang Budiman mari kita ikuti pembongkaran Tipu Muslihat Abu Salafy yang dilakukan Ustadz Firanda apakah benar-benar terbongkar atau malah Justru tipu Muslihat Firanda yang akan terkuak?  Mari kita ikuti bagaimana “lihainya”  Ustadz Firanda dalam BERKELIT ketika dicengkram kuat oleh Hujjah Abu Salafy,  juga ketika Ustadz Firanda berkelit dari Hujjah yang tidak mampu untuk dijawabnya.

Abu Salafi berkata :
(http://abusalafy.wordpress.com/2010/04/11/ternyata-tuhan-itu-tidak-di-langit-8/) ”

Penegasan Imam Ali AS:

Tidak seorang pun meragukan kedalaman dan kelurusan akidah dan pemahaman Imam Ali ibn Abi Thalib (karramalahu wajhahu/semoga Alllah senantiasa memuliakan wajag beliau), sehingga beliau digelari Nabi sebagai pintu kota ilmu kenabian dan kerasulan, dan kerenanya para sahabat mempercayakannya untuk menjelaskan berbagai masalah rumit tentang akidah ketuhanan. Imam Ali ra. berkata:

كان ولا مكان، وهو الان على كان.

”Adalah Allah, tiada tempat bagi-Nya, dan Dia sekarang tetap seperti semula.”

Beliau ra. juga berkata:

إن الله تعالى خلق العرش إظهارًا لقدرته لا مكانا لذاته.

”Sesungguhnya Allah – Maha Tinggi- menciptakan Arsy untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan sebagai tempat untuk Dzat-Nya.”[ Al Farqu baina al Firaq:333]

Beliau juga berkata:

من زعم أن إلهنا محدود فقد جهل الخالق المعبود.

”Barang siapa menganggap bahwa Tuhan kita terbatas/mahdûd [2] maka ia telah jahil/tidak mengenal Tuhan Sang Pencipta.” [ Hilyatul Awliyâ’;  Abu Nu’aim al Isfahani,1/73,  ketika menyebut sejarah Ali ibn Abi Thalib ra.] )) – demikian perkataan Abu Salafy -.

Ustadz Firanda berkata :
Ini merupakan kedustaan Abu Salafy terhadap Ali Bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu. Hal ini akan jelas dari beberapa sisi:

Pertama:  Sesungguhnya atsar ini dibawakan oleh orang-orang Syi’ah Rofidoh dalam buku-buku mereka tanpa ada sanad sama sekali. Diantaranya dalam kitab mereka Al-Kaafi (karya Al-Kulaini). Al-Kulaini berkata:

وَ رُوِيَ أَنَّهُ سُئِلَ ( عليه السلام ) أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ سَمَاءً وَ أَرْضاً فَقَالَ
( عليه السلام ) أَيْنَ سُؤَالٌ عَنْ مَكَانٍ وَ كَانَ اللَّهُ وَ لَا مَكَانَ

Dan diriwayatkan bahwasanya Ali bin Abi Tholib ‘alaihis salam ditanya : Dimanakah Robb kami sebelum menciptakan langit dan bumi?, maka Ali bin Abi Tholib ‘alaihis salaam berkata, “Mana pertanyaan tentang tempat?! padahal Allah dahulu tanpa ada tempat (Al-Kaafi 1/90 dalam بَابُ الْكَوْنِ وَ الْمَكَانِ)

Ternyata memang aqidah orang-orang Asyaa’iroh semisal Abu salafy dan pemilik blog salafytobat cocok dengan aqidah orang-orang Syi’ah Rofidhoh dalam masalah di mana Allah. Karena memang orang-orang Rofidhoh beraqidah mu’tazilah, dan Asya’iroh dalam masalah di mana Allah sepakat dengan Mu’tazilah (padahal Mu’tazilah adalah musuh bebuyutan Asya’iroh, sebagaimana nanti akan datang penjelasannya).

Atsar ini dibawakan oleh Al-Kulaini dengan tanpa sanad, bahkan dengan sighoh “Diriwayatkan” yang menunjukan lemahnya riwayat ini.

Jawaban :

1. Ustadz Abu Salafy mungkin masih lebih baik Dari Ustadz Firanda yang membawakan Riwayat dengan Sanad yang tidak sah , Mungkar bahkan Maudhu’. Berapa banyak orang yang akan terbawa oleh tipuan sanad yang Tidak Sah, Mungkar, bahkan Palsu yang dibawakan oleh Ustadz Firanda? sementara riwayat tanpa sanad yang dibawakan Ustadz Abu Salafy tidak akan berpengaruh sehebat pengaruh Riwayat yang ber sanad .

2. Menyamakan Aqidah Syi’ah Rofidhoh, Mu’tazilah dangan Asy’ariyah adalah menunjukkan jika Ustadz Firanda tidak memahami perbedaan antar Firqoh dalam Islam. Atau Ustadz Firanda ingin menumbuhkan kebencian terhadap Ahlu Sunnah ( Asy’ariyah ) kepada orang awam, dan menjauhkan orang awam dari Faham Ahlu Sunnah wal-jama’ah?

Ustad Firanda mengatakan :

Kedua : Demikian juga yang dinukil oleh Abu Salafy dari kitab Al-Farqu bainal Firoq karya Abdul Qohir Al-Baghdadi adalah riwayat tanpa sanad sama sekali.
Abdul Qohir Al-Baghdadi berkata :

“Mereka telah bersepakat bahwasanya Allah tidak diliputi tempat dan tidak berlaku waktu baginya, berbeda dengan perkataan orang-orang yang menyangka bahwasanya Allah menyetuh ‘Arsy-Nya dari kalangan Hasyimiyyah dan Karroomiyyah. Amiirul Mukminin Ali –radhiollahu ‘anhu- berkata : Sesungguhnya Allah telah menciptakan Al-’Arsy untuk menunjukan kekuasaanNya dan bukan untuk sebagai tempat yang meliputi dzatNya. Beliau berkata juga : Allah dahulu (sendirian) tanpa ada tempat, dan Allah sekarang sebagaimana Dia dulu” (Al-Farqu baynal Firoq hal 33)

Ustadz Firanda berkata :

Para pembaca yang budiman, ternyata riwayat-riwayat dari Ali bin Abi Tholib yang dibawakan oleh Abdul Qohir Al-baghdadi tanpa ada sanad sama sekali. Dan hal ini tentunya diketahui oleh Abu Salafy cs, akan tetapi mereka tetap saja menampilkan riwayat-riwayat dusta dan tanpa sanad ini demi untuk mendukung aqidah mereka yang bathil.

Jawaban:

1. Pembaca yang budiman, tentunya anda masih ingat dalam pembahasan di bagian satu dan dua, di situ ternyata Riwayat-riwayat yang dibawakan Ustadz Firanda meskipun sebagiannya bersanad ternyata sanadnya Tidak Ada yang  Sah, mungkar bahkan Maudhu’.  Dan hal ini tentunya diketahui oleh Ustadz Firanda cs, akan tetapi mereka tetap saja menampilkan riwayat-riwayat dusta dengan sanad yang tidak sah , Mungkar dan Palsu , demi untuk mendukung aqidah Ustadz Franda cs yang bathil.

2. menurut saya riwayat yang dibawakan Ustadz Abu Salafy yang tanpa sanad itu , masih lebih baik ketimbang riwayat yang bersanadkan Palsu , sebagaimana banyak dibawakan Ustadz Firanda dalam Klaim Ijmaknya. Sebab meskipun Tanpa Sanad,  Riwayat yang dibawakan Ustadz Abu salafy itu sesuai dan didukung oleh Hadist yang Shahih yang akan dibawakan nanti dibawah.

3. Dan dengan tanpa sanad , orang akan mudah untuk menghindarinya , sementara Riwayat dengan sanad yang tidak sah tidak semua orang tahu hukum dari sanad itu. Perlu ilmu yang cukup untuk mengetahui keabsahan sebuah sanad, diperlukan waktu yang tidak sebentar Untuk Mentakhrij sebuah atsar atau riwayat, kemungkinan orang terbawa dan tertipu lebih besar.  Terlebih Ustadz Firanda dalam membawakan riwayat-riwayat tidak menyertakan Hukum dari status sanad itu.  Ustadz Firanda tidak menyebutkan atsar ini shahih kah , dhaif kah, tidak sah kah atau malah Mungkar dan maudhu’.  Disini ustadz Firanda telah Melakukan Tadlis pengkhianatan atas amanah ilmiyah.

4. Aqidah Ahlu Sunnah ( Asy’ariyah) bahwa : ” Allah ada tanpa tempat ”
atau yang semakna dengan itu seperti yang dicontohkan dalam riwayat tanpa sanad Abu Salafy sebenarnya berlandaskan kepada Hadist Shahih : ” kaa na Allah walam yakun Syaiun Ghoiruhu; Allah telah ada pada saat tidak ada selainnya ” (HR Bukhori ).  Jadi meskipun riwayat yang dibawakan oleh Abu Salafy tanpa sanad , maka Makna dari riwayat itu senada dengan Hadist yang Shahih ini.

Ustadz Firanda berkata :

Ketiga : Selain riwayat-riwayat tersebut tanpa sanad ternyata Abdul Qohir Al-Baghdadi sama sekali tidak dikenal sebagai seorang Muhaddits, namun demikianlah Abu Salafy cs tetap aja nekat mengambil riwayat dari orang yang tidak dikenal sebagai Muhaddits

Jawaban :

Perkataan Ustadz Firanda : ” namun demikianlah Abu Salafy cs tetap aja nekat mengambil riwayat dari orang yang tidak dikenal sebagai Muhaddits ”, merupakan pembunuhan Karakter terhadap Imam Abdul Qohir Al-Baghdadi. Padahal dimana Imam Abdul Qohir Al-Baghdadi dipuji oleh Amirul Muhadistin Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani sebagai Orang yang paling mengerti : ”perbedaan antar kelompok”. Bandingkan dengan pengambilan Riwayat yang dilakukan Ustadz Firanda yang nekat mengambil riwayat dari para Pemalsu Hadist, seperti Ibn Bathoh Al-‘Ukbari dan sejenisnya.

Ustadz Firanda berkata :

Keempat : Abdul Qohir Al-Baghadadi tentunya lebih rendah kedudukannya daripada kedudukan super gurunya yaitu Abul Hasan Al-’Asy’ari.

Jawab Ahmad Syahid:

Ustadz Firanda tahu dari mana  jika  Al-Imam Abdul Qohir Al-baghdadi lebih rendah dari Al- Imam Abul Hasan Al-Asy’ari ? Bukankah inna akromakum ‘indallahi at-qookum?  Hanya Allah lah yang tahu siapa lebih rendah dari siapa…, siapa lebh mulia dari siapa. Saya mohon  Ustadz Firanda untuk tidak mewakili Tuhan “Allah”, hanya karena beliau adalah Muqollid terhadap Imam Al-Asy`ari.  Namun demikian beliau jauh lebih terhormat dan jauh lebih Mulia ketimbang para Pemalsu Hadist yang dijadikan sumber rujukan Oleh Ustadz Firanda.

Ustadz Firanda berkata :

Kelima : Kalau seandainya riwayat-riwayat di atas shahih maka tidak menunjukan bahwasanya Ali bin Abi Tholib mengingkari adanya Allah di atas langit. Paling banter dalam riwayat-riwayat di atas beliau – radhialllahu ‘anhu- hanyalah mengingkari bahwasanya Allah diliputi oleh tempat, dan pernyataan tersebut adalah pernyataan yang benar.

Ahlus sunnah tidak mengatakan bahwa Allah berada di suatu tempat yang meliputi Allah, akan tetapi mereka mengatakan bahwasanya Allah berada di atas, yaitu di arah atas.

Jangan disamakan antara tempat dan arah.

Jawaban :

1. Rupanya Ustadz Firanda pura – pura Tidak tahu akan Landasan dari pernyataan Al-Imam Ali Karromallahu Wajhah, (  hadist yang tadi disebutkan:  ” kaa na Allah walam yakun Syaiun Ghoiruhu; Allah telah ada pada saat tidak ada selain-NYA ”  -HR Bukhori – ).

2. Meskipun Ustadz Firanda meragukan keshahihan atsar sayidina Ali Kw, namun karena di hati sang Ustadz mengetahui sandaran perkataan Imam Ali (hadits shohih di atas), akhirnya Ustadz Firanda mengatakan : ”Paling banter dalam riwayat-riwayat di atas beliau –radhialllahu ‘anhu- hanyalah mengingkari bahwasanya Allah diliputi oleh tempat ”.  Menarik untuk dicermati kata-kata ” Diliputi ” ini merupakan jurus sang Firanda untuk berkelit dari cengkraman Hujjah Abu Salafy, yang berarti menurut Ustadz firanda ” Allah hanya bertempat saja “, tanpa diliputi oleh tempat. Ustadz Firanda, diliputi atau tidak diliputi selagi dikatakan Allah bertempat adalah SALAH, sebab bertentangan dengan Hadist diatas tadi: bahwa Allah telah ada sebelum selainnya ada.

3. jurus “cerdik” lainnya sang ustadz mengatakan : Jangan disamakan antara tempat dan arah.
Apakah menurut Ustadz firanda tempat dan arah itu bukan makhluknya Allah…..? Sehingga harus mengatakan: jangan samakan tempat dan arah!  “Ustadz Firanda, bukankah keduanya sama-sama Makhluknya Allah…? Apakah jika Allah berada pada arah tertentu, tidak berarti Allah bertempat dalam Arah itu…?”  (Logika Ustadz Firanda mulai kocar kacir deh?)

Ustadz firanda mengatakan :

Adapun penjelasan maksud dari aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwasanya Allah berada di atas, maka melalui point-point berikut ini:

1- Ketinggian itu ada dua, ada ketinggian relatif dan ada ketinggian mutlaq. Adapun ketinggan relatif maka sebagaimana bila kita katakana bahwasanya lantai empat lebih tinggi daripada lantai satu, akan tetapi hal ini relatif, karena ternyata lantai empat lebih rendah daripada lantai enam.

Jawaban:

Ketinggian Relatif : Lantai empat lebih tinggi dari lantai satu, ( adalah salah , karena ketinggian relatif adalah ketinggian Maknawi yang tidak bersifat Fisik, seperti menteri lebih tinggi dari bupati atau presiden diatas para menteri ). Firanda : tetapi lantai 4 lebih rendah dari lantai 6 , benar tapi juga salah.  Sebab yang Ustadz Firanda Bandingkan adalah lantai 4 dengan lantai 1, lantai enam tidak Ustadz bandingkan tetapi tiba-tiba dimunculkan inilah yang disebut dengan perkeliruan. Ketinggian Relatif yang Ustadz Firanda karang-karang ini menunjukkan jika sang Ustadz memahami jika Dzat Allah adalah Jisim sehingga dalam mencontohkan ketinggian relatif pun Ustadz Firanda mencontohkan dengan contok Fisik yaitu bangunan bertingkat, maha suci Allah dari segala percontohan ini.

Ustadz Firanda mengatakan :

2- Adapun ketinggian mutlak adalah ketinggian kearah atas. Semua manusia di atas muka bumi ini bersepakat bahwasanya semakin sesuatu ke arah atas maka semakin tinggilah sesuatu tersebut. Maka jadilah poros bumi sebagai titik nol pusat kerendahan, dan semakin ke arah atas (yaitu ke arah langit) maka berarti semakin kearah yang tinggi. Oleh karenanya sering juga kita mendengar perkataan para fisikawan “Tinggi gunung ini dari permukaan tanah…. atau dari permukaan air laut..”. Oleh karenanya kita harus paham bahwasanya langit senantiasa letaknya di atas. Taruhlah jika kita sedang berada di bagian bumi bagian selatan, maka langit pada bagian bumi selatan adalah di atas kita, demikian juga langit pada bagian bumi utara juga berada di atas kita, demikian juga langit pada bagian bumi barat dan langit pada bagian bumi timur.

Jawaban :
1. ketinggian Muthlak, disini tampak jelas jika yang diinginkan oleh sang ustadz adalah ketinggian Fisik / Dzat Allah , disini tampak jelas jika sang Ustadz membagaimanakan Istiwanya Allah. Padahal dari awal jelas sekali perkataan semua Ulama tanpa membagaimanakan ( bila Kaif  )

2. falsafat Ustadz Firanda ini meniscayakan bentuk Allah Subhanahu Wata’ala berbentuk Bulat atau Bundar, karena beliau mengatakan ”dimanapun engkau berada Niscaya langit selalu berada diatasmu“.  Jika demikian logika Ustadz Firanda berarti : ”karena Allah selalu berada pada Arah atas, dan Bumi itu Bulat berarti Allah itu Bulat?  Entah dari mana Ustadz firanda mendapatkan ” filsafat ngawur ” yang bertentangan dengan akal sehat dan Qur’an yang jelas telah mengatakan: Laista kamistlihi syai’,  la tudrikuhul Abshar wahuwa yudrikul Abshar… Keyakinan dan Filsafat Ustadz firanda ini bisa menyebabkan Kekefuran, wal-‘iadzu Billah. Bagaimana pun kau gambarkan Allah dalam benakmu, maka Allah pasti tidak seperti itu….

Ustadz firanda mengatakan :

3- Apa yang ada dalam alam wujud ini hanyalah ada dua, Kholiq (yiatu Allah) dan alam semesta (yaitu seluruh makhluk). Dan bagian alam yang paling tinggi adalah langit yang ke tujuh, dan Allah berada di atas langit yang ketujuh, yaitu Allah berada di luar alam. Janganlah di bayangkan bahwa setelah langit yang ke tujuh ada ruang hampa tempat Allah berada, karena ruang hampa juga merupakan alam. Intinya kalau dianggap ada yang lebih tinggi dari langit ketujuh dan merupakan penghujung alam semesta dan yang tertinggi maka Allah berada di balik (di luar) hal itu, dan lebih tinggi dari hal itu. Sehingga tidak ada suatu tempat (yang tempat merupakan makhluk Allah) yang meliputi Allah, karena Allah di luar alam semesta.

Jawaban:

Pernyataan Ustadz Firanda dalam point 3 ini membatalkan point ke 2 dan juga terdapat banyak kesalahan :

Kesalahan 1. ”Bagian alam yang paling tinggi adalah langit yang ke tujuh”.  Pernyataan ini salah besar dan bertentangan dengan Qur’an dan hadist Shahih yang menyatakan diatas langit ke 7 ada Arsy dan diatas Arsy masih ada Lauhul Mahfudz….

Kesalahan 2. “Dan Allah berada di atas langit yang ketujuh”  Pernyataan ini salah, karena tidak ada satupun Ayat Qur`an Maupun Hadist yang mengatakan ” Allah berada pada langit ke 7. Pernyataan ini juga salah dan kekufuran, karena jika Allah berada dilangit ke 7 berarti Allah berada dibawah Arsy dan Lauhul Mahfudz, Allah maha tinggi dari ketiga tempat itu.

Kesalahan 3.  yang juga fatal disamping juga meruntuhkan pernyataan pernyataan ustadz Firanda sebelumnya, pernyataan : ” Sehingga tidak ada suatu tempat (yang tempat merupakan makhluk Allah)————————- ”.  Falsafat bathil Ustadz Firanda meng – Isyaratkan adanya ”tempat yang bukan makhluknya Allah yang tidak meliputi Allah ” ini adalah Syirik Akbar dan kekufuran, karena sesunguhnya tidak ada pencipta selain Allah , sehingga tidak mungkin ada tempat yang bukan Makhluknya Allah meskipun tempat itu tidak meliputi Allah. Sebagaimana ditegaskan oleh pernyataan Ustadz Firanda,  bahwa ada Arah yang tidak ada.  Saya minta Ustadz Firanda membawakan dalil yang shahih atas pernyataannya ini.

Ustadz firanda mengatakan:

4- Dari penjelasan di atas, maka jika Ahlus Sunnah mengatakan bahwa Allah di jihah (di arah) atas maka bukanlah maksudnya Allah berada di suatu tempat yang merupakan makhluk. Akan tetepi Allah berada di luar alam, dan berada di arah atas alam. Dan jihah tersebut bukanlah jihah yang berwujud akan tetapi jihah yang tidak berwujud karena di luar alam. (lihat penjelasan Ibnu Rusyd Al-Hafiid dalam kitabnya Al-Kasyf ‘an Manhaj Al-Adillah hal 145-147)

Jawaban :

Point ke 4 ini semakin menjelaskan keyakinan Bathil sang Ustadz disamping juga menunjukkan betapa Goncangnya Aqidah Ustadz Firanda. Keyakinan Bathil: bahwa Allah berada pada arah atas secara Fisik. Keyakinan yang Goncang: ketika ustadz Firanda juga tahu Ulama meng-kafirkan Aqidah Hulul (aqidah yang menyatakan Allah menempati Makhluknya ) akhirnya Ustadz Firanda mengalihkan dan mereka-reka, seakan-akan bahwa diluar alam sana ada Arah yang tidak ber-wujud di situlah Allah berada. Tidak tahukah Ustadz firanda Bahwa Arah khayalannya itu (arah yang tidak ber-wujud ) adalah ADA dalam khayalan sang Ustadz  sendiri saja?

Dan itu berarti melajimkan 2 hal :

1. Jika dinyatakan Jihah / Arah yang tidak ber-wujud itu bukanlah Makhluknya Allah , maka Ustadz Firanda telah Kafir.  Sebab Ummat Islam berkeyakinan (sesuai Qur`an dan Hadist ) tidak ada pencipta selain Allah , sebab jika dinyatakan Jihah / arah yang tidak ada itu, bukan Makhluknya Allah berarti ada pencipta lain selain Allah dan ini adalah Syrik Akbar.

2. Jika dinyatakan Jihah / Arah yang tidak ber-wujud itu adalah makhluknya Allah , maka Ustadz Firanda pun ( dengan keyakinannya ini ) telah kafir.  Karena sudah menyatakan Aqidah Hulul , bahwa Allah menempati / menyatu dengan Makhluknya yang bernama : Jihah yang tidak ber-wujud.

Ustadz Firanda mengatakan :
5- Imam Ahmad pernah menjelaskan sebuah pendekatan pemahaman tentang hal ini.
Beliau berkata

“Jika engkau ingin tahu bahwasanya Jahmiy adalah seorang pendusta tatkala menyangka bahwsanya Allah di semua tempat bukan pada satu tempat tertentu, maka katakanlah : Bukankah Allah dahulu (sendirian) tanpa sesuatu?. Maka ia akan menjawab : Iya.

Katakan lagi kepadanya, “Tatkala Allah menciptakan sesuatu apakah Allah menciptakan sesuatu tersebut dalam dzat Allah ataukah di luar dzat Allah?”. Maka jawabannya hanya ada tiga kemungkinan, dia pasti memilih salah satu dari tiga kemungkinan tersebut.

Jika dia menyangka bahwasanya Allah menciptakan sesuatu tersebut di dalam dzat Allah maka ia telah kafir tatkala ia menyangka bahwasanya jin dan para syaitan berada di dzat Allah.

Jika dia menyangka bahwasanya Allah menciptakannya di luar dzat Allah kemudian Allah masuk ke dalam ciptaannya maka ini juga merupakan kekufuran tatkala ia menyangka bahwasanya Allah masuk di setiap tempat dan wc dan setiap kotoran yang buruk.

Jika ia mengatakan bahwasanya Allah menciptakan mereka di luar dzatnya kemudian tidak masuk dalam mereka maka ia (si jahmiy) telah meninggalkan seluruh aqidahnya dan ini adalah perkataan Ahlus Sunnah” (Ar-Rod ‘alaa Al-Jahmiyyah wa az-Zanaadiqoh hal 155-156)

Jawaban :

1. kitab Ar-rod alal jahmiyah adalah kitab yang dinisbatkan secara PALSU kepada Imam Ahmad bin Hanbal sebagaimana dinyatakan oleh Al- Imam adz-dzahabi dalam siar a`lam an-nubala juz 11 hal. 286 , dan pada halaman berikutnya dalam kitab itu , pada Hasyiah no 1 bahwa kitab Palsu ini ( ar-rod alal jahmiyah) diriwayatkan oleh al-Khollal dari seorang yang Majhul yang bernama al-khodir bin al-mutsanna dari abdullah bin Ahmad bn Hanbal , lantas dari manakah Al-khollal mendapatkan nama yang majhul itu…..! Sebagaimana kita ketahui bersama Al-khollal ini adalah :
Abu bakar ahmad bin muhammad bin harun al-baghdadi yang terkenal dengan julukan Al-kholal , bermadzhabkan hanbali , dia seorang ahli Bid`ah Mujassim Musyabih , orang ini pulalah yang diikuti Ibnu taimiyah dalam menetapkan Aqidah Julus (Allah duduk) di Arsy , dia ini banyak menggunakan Hadist palsu , wahi dan Isroiliyat dalam bab aqidah makanya banyak sekali hal aneh yang dia kemukakan , dia menulis sebuah kitab yang diberi nama As-sunnah dalam kitab itu pulalah dia terang-terangan mengatakan jika Allah duduk diatas singasana (arsy) dan dia katakan barang siapa yang mengingkarinya dialah Jahmi penolak sifat yang zindiq. Sehingga periwayatan Al-Khollal ini tertolak disamping dalam sanadnya ada Rawi yang MAJHUL.

Kalaupun kita (Aswaja) “mengalah” kepada Ustadz Firanda,  karena sebenarnya ( riwayat kitab tersebut sudah Gugur dan tertolak sehingga sudah tidak perlu dilirik ), namun demi menghargai usaha Ustadz Firanda baiklah mari kita bahas .

Ustadz firanda berkata :

6- Perkataan Imam Ahmad أَلَيْسَ اللهُ كَانَ وَلاَ شَيْءَ (Bukankah Allah dahulu (sendirian) tanpa sesuatu?) sama dengan perkataan كان الله ولا مكان (Allah dahulu (sendirian) tanpa ada tempat.) Perkataan Imam Ahmad ini di dukung oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam shahihnya
كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ

“Dahulu Allah (sendirian) dan tidak ada sesuatupun selainNya” (HR Al-Bukhari no 3191)
Dan kalimat disini memberikan faedah keumuman, yaitu tidak sesuatupun selain Allah tatkala itu, termasuk alam dan tempat.

Meskipun Imam Ahmad mengatakan demikian akan tetapi beliau tetap menetapkan bahwasanya Allah berada di atas. Dari sini kita pahami bahwa penetepan adanya Allah di atas tidaklah melazimkan bahwasanya Allah berada atau diliputi oleh tempat yang merupakan makhluk.

Jawaban :

1. Darimakah Ustadz Firanda tahu jika Imam Ahmad : ” beliau tetap menetapkan bahwasanya Allah berada di atas ” …? Apakah Ustadz Firanda mengetahui Hal yang Ghaib….. sehingga tahu maksud Imam Ahmad tanpa riwayat……? Bukankah sudah sangat jelas perkataan Imam ahmad : (Bukankah Allah telah ada (sendirian) tanpa ada sesuatu lainnya ?) yang bertolak belakang dengan keyakinan Ustadz Firanda bahwa Allah berada pada arah yang tidak berwujud…….? Yang berarti Arah yang tidak ber-wujud itu ada berbarengan dengan adanya Allah…….? Terlebih perkataan Imam Ahmad didukung Hadist : ” Allah telah ada (sendirian) dan tidak ada sesuatupun selainNya” (HR Al-Bukhari no 3191)
Lantas mengikuti siapakah Ustadz firanda ini……? Bahwa Allah berada pada arah yang tidak Ada ……..? (yang berarti arah yang tidak ada itu ada)……kenapa Ustadz Firanda tidak mengikuti Rosulallah SAW saja…….? : “Allah telah ada (sendirian) dan tidak ada sesuatupun selainNya” (HR Al-Bukhari no 3191)
Andai Ustadz Firanda mengikuti Rosulallah SAW sebagaimana Imam Ahmad mengikuti Rosulallah Saw , ustadz Firanda tidak akan mengatakan : ” Dari sini kita pahami bahwa penetepan adanya Allah di atas tidaklah melazimkan bahwasanya Allah berada atau diliputi oleh tempat yang merupakan makhluk. ” , yang berarti menurut Ustadz Firanda ” Arah / Jihah yang tidak ada itu ” adalah Bukan makhluk tentu ini adalah kekufuran diatas kekufuran , sebagaimana telah dijelaskan diatas.

Ustadz firanda mengatakan :

Perkataan Imam Ahmad ini mirip dengan perkataan Abdullah bin Sa’iid Al-Qottoon sebagaimana dinukil oleh Abul Hasan Al-Asy’ari dalam kitabnya maqoolaat Al-Islamiyiin 1/351

Abul Hasan Al-Asy’ari berkata, “Dan Abdullah bin Sa’iin menyangka bahwasanya Al-Baari (Allah) di zaman azali tanpa ada tempat dan zaman sebelum penciptaan makhluk, dan Allah senantiasa berada di atas kondisi tersebut, dan bahwasanya Allah beristiwaa’ di atas ‘arsyNya sebagaimana firmanNya, dan bahwasanya Allah berada di atas segala sesuatu”

Perhatikanlah para pembaca yang budiman, Abdullah bin Sa’iid meyakini bahwasanya Allah tidak bertempat, akan tetapi ia –rahimahullah- tidak memahami bahwasanya hal ini melazimkan Allah tidak di atas. Sehingga tidak ada pertentangan antara keberadaan Allah di arah atas dan kondisi Allah yang tidak diliputi suatu tempat.

Jawaban :

1. Diatas sudah dikatakan jika kitab al-Ibanah dan Maqolat Islamiyyin adalah kitab-kitab yang oleh kalangan Asy’ariyah pun tidak menggunakannya sebagai pegangan Utama, karena kitab-kitab tersebut tidak lagi murni Asli karangan Sang Imam Asy’ari.

2. Kembali kita mengalah demi menghormati usaha ustadz firanda , meskipun seakan akan saya berhadapan dengan orang yang tidak bisa menerima keberadaan Allah tanpa Tempat dan Arah.  Padahal sudah begitu jelas pernyataan Imam Ahmad yang didukung oleh Hadist Rosulallah SAW:

“Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Awal, maka tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Mu. Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Akhir, maka tidak ada sesuatu setelah-Mu. Ya Allah, Engkaulah Yang Zhahir, maka tidak ada sesuatu di atas-Mu. Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Bathin, maka tidak ada sesuatu di bawah-Mu. Ya Allah, lunaskanlah hutang-hutang kami dan bebaskanlah kami dari kefaqiran’
[Shahih Muslim no.4888]
Hadist ini tegas menyatakan Tidak ada sesuatu diatas Allah , dan tidak ada sesuatu dibawah Allah , yang berarti Allah ada tanpa tempat dan Arah. Yang sekaligus membabat habis Aqidah Ustadz Firanda yang menyatakan ” Allah berada diatas Makhluknya ”

Kenapa sih Ustadz Firanda masih nekat? Ustadz Firanda hanya mengerti bahwa ketinggian itu hanya bersifat Fiskly. Ustadz Firanda tidak mau menerima Ketinggian yang bersifat Maknawi sehingga dari tadi kita lihat betapa Goncangnya Falsafat Ustadz firanda sampai-sampai menabrak Ijmak bahwa Allah Ada tanpa tempat dan Arah sebagaimana dinyatakan dalam hadist diatas.  Bahkan keyakinan Ustadz Firanda ini dapat membawa pada kekufuran.

Tolong perhatikan pernyataan ustadz Firanda:

” Abdullah bin Sa’iid meyakini bahwasanya Allah tidak bertempat, akan tetapi ia –rahimahullah- tidak memahami bahwasanya hal ini melazimkan Allah tidak di atas. ”

Jawaban ;

1. Ustadz Firanda mengakui jika banyak ulama seperti Abdullah bin said meyakini bahwasannya Allah tidak Bertempat, namun kemudian dia salah memahami ” atas (al-Fawq ) dan ketinggian (al-uluw) yang dimaksud oleh para Ulama.

2. Yang dimaksud oleh ulama tentang atas (fawq0 ) dan ketinggian ( al-uluw) Allah , adalah ketinggian , derajat ,. martabat , kedudukan dan kekuasaan.  Sama sekali bukan ketinggian secara Fisik atau dzat Allah.  Sebab Ulama memahaminya dengan menggabungkan seluruh riwayat tentang ”atas dan ketinggian” sehingga ketinggian yang dimaksud oleh Ulama Ahlu Sunnah tidak bertentangan dengan Qur`an dan Hadist.  Seperti ayat:  ”Sujudlah dan mendekatlah” (Qs. Al-alaq : 19 ),  sujud di identikkan dengan mendekat kepada Allah.  Jika ketinggian diartikan secara Fisik / Dzat maka Posisi Sujud tentu akan lebih Jauh ketimbang posisi berdiri, sehingga Sujud adalah menjauh dari Allah.  Karena Allah secara Fisik dan Dzat berada diatas Langit bahkan jauuuh diatas langit menurut pemahaman Ustadz Firanda, tentu keyakinan seperti aqidah ustadz firanda ini bertentangan dengan ayat al-qur’an tadi.

3. jika Atas ( Fawq) dan ketinggian ( al-Uluw) difahami secara Fisik dan ber-jarak, sebagaimana yang difahami Ustadz Firanda, niscaya tergambar jika Allah itu Bundar mengikuti bentuk Bumi yang Bulat ini dimana pada tiap sisi bumi ada langit , sehingga Allah itu berbentuk mengikuti bundarnya Bumi , tentu pemahaman seperti ini akan mengakibatkan kesesatan dan kekufuran , wal-I`adzu Billah , ( rupanya ustadz Firanda mengikuti al-albani) atau jika Atas (Fawq) dan ketinggian (al-uluw) dipahami secara Fisik / Dzat , sehingga ditetapkanlah Arah bagi Allah sebagaimana dipahami oleh Ustadz Firanda , maka meniscayakan Jika Allah itu Tidak Ahad (Esa) , sebab manusia itu terlingkupi oleh arah yang enam , sehingga manusia yang Utara Allahnya satu , yang di selatan Allahnya satu , yang ditimur satu yang dibarat satu yang dibawah bumi Allahnya Satu , dan yang dibumi bagian diatas Allahnya satu . Keyakinan dan Aqidah seperti ini hanya cocok bagi orang-orang yang tidak berakal waras. Syeikh Bin Baz Faham betul jika bulatnya bumi akan merusak aqidah wahabi, makanya beliau mengatakan bumi itu tidak bulat.

Ustadz firanda berkata :
Sehingga tidak ada pertentangan antara keberadaan Allah di arah atas dan kondisi Allah yang tidak diliputi suatu tempat. ”

Jawaban:

Andai kata ”Atas” tidak ditambahkan dalam kata ”Arah” niscaya tidak ada pertentangan dengan Aqidah Ahlu Sunnah wal-jama’ah (Asy’ariyah) bahwa Allah Ada Tanpa Tempat dan Arah.  Andai kata “Atas” yang dimaksud adalah ketinggian secara Maknawi tentu Aqidah Ustadz firanda akan sama dengan Aqidah Ahlu Sunnah ( Asy’ariyah),  hanya sayang dari awal hingga Akhir, Ustadz Firanda selalu menggandeng ”Atas” dengan Arah, yang difahami secara Fisik dan dzat. Inilah yang menyebabkan kegoncangan dan Kontradiksi yang parah, dan bertentangan baik dengan Al-qur’an, Hadist maupun akal yang sehat.

Ustadz Firanda mengatakan ;
Pemahaman Imam Ahmad dan Abdullah bin Sa’iid bertentangan dengan pemahaman Abu Salafy cs yang menyangka bahwa kalau kita menafikan tempat dari Allah melazimkan Allah tidak di atas. Atau dengan kata lain Abu Salafy cs menyangka kalau Allah berada di arah atas maka melazimkan Allah diliputi oleh tempat.

Jawaban :

1. Ustadz Firanda mulai terlihat sempoyongan sehingga mengatakan: ”Pemahaman Imam Ahmad dan Abdullah bin Sa’iid bertentangan dengan pemahaman Abu Salafy cs”, tanpa menjelaskan dimana letak Pertentangannya. Atau jangan-jangan Ustadz Firanda tidak Faham dengan Ucapannya sendiri?

2. Dan justru yang saya Fahami adalah sebaliknya, yang saya fahami: Pemahaman Imam Ahmad dan Abdullah bin Sa’iid bertentangan dengan pemahaman Ustadz Firanda dkk , sebab kedua Imam itu mengatakan : ” Allah telah ada sebelum selainnya ada”,  sementara Ustadz Firanda mengatakan : ” Allah ada diatas langit ”,  padahal Langit itu diciptakan oleh Allah dari tidak ada menjadi ada. Perbedaan pemahaman antara para Imam dengan Ustadz Firanda sangat jelas. Lalu pertanyaannya sejak kapankah (menurut Ustadz Firanda ) Allah berada diatas langit?  Sejak langit itu diciptakan atau setelah langit itu diciptakan? Atau langit itu ada bersamaan dengan adanya Allah?  Semua jawabannya akan mengakibatkan kekufuran.

3. Ternyata Aqidah (keyakinan) Ustadz Firanda juga labil, dimana di awal diskusi Ustadz Firanda berkeyakinan bahwa: ”Allah berada diatas Langit”, namun kemudian berubah menjadi: ”Allah ada diatas Arsy”,  kemudian berubah lagi dan ustadz Firanda menegaskan keyakinannya (Aqidahnya) jika sebenarnya: ”Allah ada pada Arah yang tidak ber-Wujud”. Inilah kegoncangan luar biasa aqidah Ustadz firanda yang sekaligus bertentangan dengan pemahaman para Imam di atas. Entah mana tepatnya Aqidah yang Ustadz Firanda yakini. Diatas langit kah ? Atau diatas Arsy? Atau malah Diatas Arah yang tidak ber-wujud? Lalu dari manakah Ustadz firanda Tahu jika Allah berada pada Arah yang tidak ber-Wujud? Sebab ”Arah yang tidak ber-wujud itu” tidak pernah disebutkan dalam Al-qur’an dan Al-Hadist, dan tidak pernah diucapkan seorang Ulama Islam kecuali sekte Mujassimah Karomiyah dan para pengikutnya (Ibnu Taimiyah) . Lho, tanpa disadarinya ternyata Ustadz Firanda ini pengikut sekte Karomiyah toh?

Ustadz Firanda berkata :

Adapun riwayat Abu Nu’aim dalam hilyatul Auliyaa 1/73

Adapun sanad dari riwayat diatas sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 1/72 adalah sbb:

Ana berharap Abu Salafy cs mendatangkan biografi para perawi di atas dan menghukumi keabsahan sanad di atas !!!

Jawaban :

1. Pertanyaan Ustadz Firanda ini merupakan bentuk ke tidak berdayaan ustadz Firanda dalam menjawab Hujjah Abu Salafy.  Dan ini merupakan salah satu contoh berkelitnya sang Ustadz dari cengkraman kuat Hujjah Abu Salafy. Bukannya memberikan jawaban , sang Ustadz malah meminta bioghrafi para Rawi.  Jika Ustadz Firanda seorang pencari kebenaran sejati, tentu sebagai orang yang mempunyai pendidikan dan mempunyai kemampuan untuk MenTakhrij , Ustadz Firanda akan Tunjukkan jika Riwayat ini tidak sah, Mungkar , maudhu’ atau hukum sanad lainnya. Bukan malah minta disuapin, kecuali jika Ustadz Firanda ini bukan LC atau bukan sarjana dalam bidang keagamaan. Semoga Ustadz Firanda sadar akan hal itu karena beliau sebagai orang yang berpendidikan mempunyai kewajiban untuk mengawal Aqidah Ummat agar tetap pada Aqidah Yang benar. Bukan malah menyesatkan Ummat dengan riwayat – riwayat yang tidak sah Mungkar bahkan Maudhu’.

2. Bukankah Ustadz Firanda juga dalam ” Klaim Ijmaknya ” tidak menyertakan Bioghreafi para rawinya…..? Bahkan Ustadz Firanda juga tidak menyertakan status hukum dari atsar yang dibawanya , bahkan nama rawinyapun banyak yang tidak disertakan.  Lalu kenapa sekarang ustadz Firanda,  bersikap ”pura-pura”  kritis terhadap sanad dalam riwayat yang dibawakan Ustadz Abu Salafy? Subhanallah sebenarnya apa yang dicari Ustadz Firanda ini…?

3. ketika Ustadz Abu Salafy membawakan Riwayat tanpa sanad , sikap Ustadz Firanda begitu antipati , dan bersikap kasar seolah ingin menelan bulat-bulat Abu Salafy. Namun ketika Ustadz Abu Salafy mebawakan Riwayat yang bersanad, sikap Ustadz Firanda malah berkelit, bak seorang pengecut menghadapai kilauan pedang Lawan.

Abu Salafy berkata :

Penegasan Imam Imam Ali ibn Husain –Zainal Abidin- ra.

Ali Zainal Abidin adalah putra Imam Husain –cucu terkasih Rasulullah saw.- tentang ketaqwaan, kedalaman ilmu pengatahuannya tentang Islam, dan kearifan Imam Zainal Abidin tidak seorang pun meragukannya. Beliau adalah tempat berujuk para pembesar tabi’in bahkan sehabat-sabahat Nabi saw.

Telah banyak diriwayatkan untaian kata-kata hikmah tentang ketuhanan dari beliau ra. di antaranya adalah sebagai berikut ini.

أنت الله الذي لا يحويك مكان.

”Engkaulah Allah Dzat yang tidak dirangkum oleh tempat.”

Dalam hikmah lainnya beliau ra. berkata:

أنت الله الذي لا تحد فتكون محدودا

”Engkaulah Allah Dzat yang tidak dibatasi sehingga Engkau menjadi terbatas.”[ Ithâf as Sâdah al Muttaqîn, Syarah Ihyâ’ ‘Ulumuddîn,4/380])) – Demikan perkataan Abu Salaf i-

Ustadz Firanda berkata:

Ana katakan kepada Abu Salafy, dari mana riwayat ini? Mana sanadnya?, bagaimana biografi para perawinya? Apakah riwayat ini shahih…??!!

Para pembaca yang budiman, berikut ini kami akan tunjukan sumber pengambilan Abu Salafy yaitu kitab Ithaaf As-Saadah Al-Muttaqiin 4/380

Dalam buku ini dijelaskan bahwasanya atsar Zainal Abidin ini bersumber dari As-Shohiifah As-Sajjaadiyah, kemudian sanadnya sangatlah panjang, maka kami meminta Al-Ustadz Abu Salafy al-Majhuul dan teman-temannya untuk mentahqiq keabsahan sanad ini dari sumber-sumber yang terpercaya. Jika tidak maka para perawi atsar ini dihukumi majhuul, sebagaimana diri Abu salafy yang majhuul. Maka jadilah periwayatan mereka menjadi riwayat yang lemah.

Jawaban Ahmad Syahid:

Kembali Ustadz Firanda al—makdhzuul menggunakan gaya ”pengecut” dalam menghadapi kilauan pedang Abu Salafy, bukannya men-Takhrij sendiri malah lempar batu sembunyi tangan.

Ustadz Firanda berkata :

Tahukah Al-Ustadz Abu salafy Al-Majhuul bahwasanya As-Shohiifah As-Sajjadiyah adalah buku pegangan kaum Rofidhoh?, bahkan dinamakan oleh Rofidhoh dengan nama Ukhtul Qur’aan (saudarinya Al-Qur’an) karena menurut keyakinan mereka bahwasanya perkataan para imam mereka seperti perkataan Allah.

Sekali lagi ternyata Abu Salafy cs doyan untuk bersepakat dengan kaum Syi’ah Rofidhoh, doyan dengan aqidah mereka…???!!!

Ana sarankan ustadz Abu salafy untuk membaca buku yang berjudul Haqiqat As-Shahiifah As-Sajjadiah karya DR Nasir bin Abdillah Al-Qifarii (silahkan didownload di http://www.archive.org/download/hsshss/hss.pdf).

Jawaban:

1. Tahukah Al-Ustadz Firanda Al-makhdzuul (yang terhinakan ), (karena sebenarnya ustadz Firanda sudah menentang Qur`an dan Hadist serta kalah telak oleh Abu Salafy) jika kebenaran itu tidak memandang dari mana kebenaran itu diambil. Di mana pun yang namanya kebenaran tetaplah kebenaran, meskipun jika ia keluar dari orang yang paling hina. Perkeliruan dan logika konyol Ustadz Firanda ini, melazimkan Ummat Islam ( ahlu Sunnah ) untuk tidak berpegang pada Al-Qur’an karena Al-qur’an juga adalah pegangan sekte-sekte sesat seperti Syi’ah Rofidhoh, Khowarij Juga Karomiyah mujassimah.  Inilah logika konyol dan perkeliruan Ustadz Firanda , yang juga melazimkan: ”Sekali lagi ternyata Firanda cs doyan untuk bersepakat dengan kaum Karomiyah mujassimah, doyan dengan aqidah mereka rupanya?

2. Silahkan Ustadz Firanda kaji dan teliti sanad dari riwayat itu, silahkan ustadz Firanda men-Takhrij sanad dari riwayat yang dibawakan Abu salafy, jangan hanya bisa ngeles.  Perlu Ustadz Firanda ketahui jika pernyataan seperti itu (yang terdapat dalam It-Tihaf ) adalah Ijmak Ahlu Sunnah yang berlandaskan hadist Shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Amrom bin Hushain dengan dua jalur periwayatan:  1. dari `A`masy dengan lima jalur periwayatan dan 2. dari Mas`udi kholid bin Harist dengan tujuh jalur periwayatan, yang menunjukkan jika Hadist tersebut adalah Hadist yang Mutawatir. Pertanyaannya kenapa Ustadz Firanda menolak perkataan Imam Ali (dengan alasan-alasan konyol dan tidak ilmiyah) padahal perkataan itu bersumber dari Hadist yang mutawatir?

3. Mengenai hadist tersebut berkata Al-hafidz Al-baihaqi : dan perkataannya ” Allah telah ada sebelum sesuatu ada ” menunjukkan tidak ada sesuatu selain Allah ” tidak air tidak Arsy tidak pula selain keduanya (al-asma wa-as-shifat hal 375-376). Dan berkata Al-hafidz Ibn Abdil Bar: dan benar menurut Akal, dan tetap (tsabit) menurut dalil yang jelas bahwasannya Allah ada pada Azal tidak berada pada tempat ( At-tamhid Ibn abdil Bar juz 7 hal 136 ).  Tentu masih banyak pernyataan Ulama Ahlu Sunnah lainnya yang senada. Ustadz Firanda, apakah pernyataan-pernyataan Ulama ini juga Aqidah Rofidhoh?

Abu Salafy berkata :

Penegasan Imam Ja’far ash Shadiq ra. (W. 148 H)

Imam Ja’far ash Shadiq adalah putra Imam Muhammad – yang digelari dengan al Baqir yang artinya si pendekar yang telah membela perut ilmu pengetahuan karena kedalaman dan kejelian analisanya- putra Imam Ali Zainal Abidin. Tentang kedalam ilmu dan kearifan Imam Ja’far ash Shadiq adalah telah menjadi kesepakatan para ulama yang menyebutkan sejarahn hidupnya. Telah banyak dikutip dan diriwayatkan darinya berbagai cabang dan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya tentang fikih dan akidah.

Di bawah ini kami sebutkan satu di antara penegasan beliau tentang kemaha-sucian Allah dari bertempat seperti yang diyakini kaumm Mujassimah Wahhabiyah. Beliau berkata:

من زعم أن الله في شىء، أو من شىء، أو على شىء فقد أشرك. إذ لو كان على شىء لكان محمولا، ولو كان في شىء لكان محصورا، ولو كان من شىء لكان محدثا- أي مخلوقا.

”Barang siapa menganggap bahwa Allah berada dalam/pada sesuatu, atau di atas sesuatu maka dia benar-benar telah menyekutukan Allah. Sebab jika Dia berada di atas sesuatu pastilah Dia itu dipikul. Dan jika Dia berada pada/ di dalam sesuatu pastilah Dia terbatas. Dan jika Dia terbuat dari sesuatu pastilah Dia itu muhdats/tercipta.” [ Risalah al Qusiariyah:6] – demikian perkataan Abu Salafy-

Firanda berkata :

Demikianlah Abu Salafy Al-Majhuul, tatkala tidak mendapatkan seorang salafpun yang mendukung aqidahnya maka dia pun segera mencari riwayat-riwayat yang mendukung aqidahnya meskipun riwayat tersebut lemah, bahkan meskipun tanpa sanad. Inilah model pendalilalnnya sebagaiamana telah lalu.

Berikut ini kami nukilkan langsung riwayat tanpa sanad tersebut dari kita Ar-Risaalah Al-Qusyairiyyah

Dan nampaknya Abu Salafy tidak membaca buku ini secara langsung sehingga salah dalam menyebutkan nama buku ini. Abu Salafy berkata ” Risalah al Qusiariyah ”

Jawaban: Demikianlah Ustadz Firanda Al-Makhdzul, menolak seluruh pernyataan Ulama yang dibawakan Ustadz Abu Salafy, dengan alasan tidak ada sanadnya.  Namun ketika pernyataan itu bersanad dengan konyol Ustadz firanda meminta bioghrafi para rawinya.  Padahal Ustad Firanda sendiri tatkala tidak mendapatkan seorang salaf pun yang mendukung aqidahnya maka ustadz Firanda pun segera mencari riwayat-riwayat yang mendukung aqidahnya meskipun riwayat tersebut tidak sah , Mungkar bahkan Palsu (lihat riwayat-riwayat klaim Ijmak ustadz Ffiranda, yang semuanya sudah Gugur, dalam pembahasan bagian satu dan bagian dua).  Inilah model pendalilalnnya sebagaiamana telah lalu. Dan nampaknya kesalahan pengetikan pun disikapi secara kasar oleh Ustadz Firanda.

Bersambung….

Tags: Abu Salafy aqidah Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Firanda ustadz Ustadz Ahmad Syahid ustadz Firanda
Tweet
Related Post "Firanda Pendusta, Berhujjah dengan Hujjah Dusta dan Palsu (3)"

MENGENAL USTADZ ASLI DAN USTADZ PALSU

Firanda Kenapa Dendam Kepada Syaikh Mohammad Said Ramadhan Al Bouti

Koreksi Buat Ustadz Firanda Yang Ngotot Menolak Bid’ah Hasanah: “Syubhat Kedua”

Mau Sampai Kapan Berkubang Dalam Kesalahan Memahami Bid’ah?
« Prev

Firanda Berhujjah dengan Hujjah Dusta dan Palsu (2)
Next »

Firanda Pendusta, Berhujjah dengan Hujjah Dusta dan Palsu (4)
Facebook Comments

KABAR TERANYAR

Memahami Hadis yang Terkesan Diskriminatif, Bagaimana Caranya ?
Maret 10th, 2016, 11:14 am

Para Perempuan Islam dan Katolik Berkumpul Semai Perdamaian
Maret 10th, 2016, 10:56 am

Akhi…, Bersyukurlah Atas Persatuan dan Hidup Damai di Indonesia
Maret 7th, 2016, 10:43 am

MUI Harus Menunjukkan Warna Islam Ramah Bukan Islam Marah
Maret 7th, 2016, 10:22 am
INSPIRASI ISLAMMore

Memahami Hadis yang Terkesan Diskriminatif, Bagaimana Caranya ?
Maret 10th, 2016, 11:14 am

MUI Harus Menunjukkan Warna Islam Ramah Bukan Islam Marah
Maret 7th, 2016, 10:22 am

Belajar Islam kepada Guru Yang Tepat Akan Selamat dari Radikalisme
Februari 29th, 2016, 5:57 am
ARSIP

Arsip 
SPAM DIBLOKIR

4.313 spam
diblok oleh Akismet
Kiyai NU Harus Menggandeng Anak Muda Untuk Berdakwah di Internet
Siapa Grand Syaikh Al-Azhar ?
Belajar Islam kepada Guru Yang Tepat Akan Selamat dari Radikalisme
Memahami Hadis yang Terkesan Diskriminatif, Bagaimana Caranya ?
Para Perempuan Islam dan Katolik Berkumpul Semai Perdamaian
Akhi…, Bersyukurlah Atas Persatuan dan Hidup Damai di Indonesia
MUI Harus Menunjukkan Warna Islam Ramah Bukan Islam Marah
Seminar Internasional Bersama Syaikh Taufiq Ramadhan Al-Buthi
Profil dan Kisah Mbah Kramat Luar Batang
Tolak Serahkan Data WhatsApp, Bos Facebook Ditangkap Polisi
HOME LINK ASWAJA ABOUT US CONTACT US RADIO PENGOBATAN LOGIN SITEMAP
© 2014 Powered by Ummati Press

Top

No comments:

Post a Comment