Tuesday, 3 May 2016

Kata-kata yang benar tapi tujuannya adalah batil

Mengenai hadits yang mengatakan bahwa bila wafat keturunan Adam, maka terputuslah amalnya terkecuali 3 (tiga),

1. shadaqah jariyah,
2. ilmu yang bermanfaat,
3. dan anaknya yang berdoa untuknya,

maka orang-orang lain yang mengirim amal, dzikir dll. untuknya ini jelas-jelas bukanlah amal perbuatan si mayyit, karena Rasulullah Saw. menjelaskan terputusnya amal si mayyit, bukan amal orang lain yang dihadiahkan untuk si mayyit, dan juga sebagai hujjah bahwa Allah memerintahkan di dalam al-Quran untuk mendoakan orang yang telah wafat:

“Wahai Tuhan kami ampunilah dosa-dosa kami dan bagi saudara-saudara kami yang mendahului kami dalam keimanan.” (QS. al-Hasyr ayat10).

Tuturan Golongan Salafi

Wajib diketahui oleh setiap orang yang beriman bahawa masalah akidah dan ibadah tidak boleh dilakukan sesuai hawa nafsunya (tanpa ada hujjah atau dalil dari Kitab Allah dan Sunnah RasulNya), tidak boleh berdalilkan pada anggapan yang disangka baik lantaran ramainya masyarakat yang melakukannya, karena Allah Swt. telah memberi ancaman yang tegas kepada mereka yang suka bertaqlid (meniru) perbuatan orang banyak yang tidak ada dalil atau perintahnya dari syara’ sebagaimana firmanNya:

.وَاِنْ تُطِعْ اَكْثَرَ مَنْ فِى اْلاَرْضِ يُضِلُّوْكَ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ اِنْ يَّتَّبِعُوْنَ اِلاَّ الظَّنَّ وَاِنْ هُمْ اِلاَّ يَخْرُصُوْنَ

1. Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan diri kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanya mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS. al-An’am ayat 116).

Begitu juga suatu amalan yang diangap ibadah bahkan dianggap wajib atau sunnah, maka ia tidak boleh ditentukan oleh akal atau hawa nafsu. Diantara amalan tersebut ialah amalan kenduri arwah (tahlilan atau yasinan) maka lantaran banyaknya orang yang mengamalkan dan adanya unsur-unsur agama dalam amalan tersebut seperti bacaan al-Quran, dzikir, doa dan sebagainya, maka karenanya dengan mudah diangkat dan dikategorikan sebagai ibadah. Sedangkan kita hanya dihalalkan mengikut dan mengamalkan apa yang benar-benar telah disyariatkan oleh al-Quran dan as-Sunnah jika ia dianggap sebagai ibadah sebagaimana firman Allah:

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيْعَةٍ مِنَ اْلاَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلاَ تَتَّبِعْ اَهْوَاءَ الَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ . اَنَّهُمْ لَنْ يُّغْنُوْا عَنْكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا

2. “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan yang wajib ditaati) dalam urusan (agamamu) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (orang jahil). Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak diri kamu sedikitpun dari siksaan Allah.” (QS. al-Jasiyah ayat 18-19).

Setiap amalan yang dianggap ibadah jika hanya berdalilkan kepada dzann mengikut perkiraan akal fikiran, perasaan, keinginan hawa nafsu atau banyaknya orang yang melakukan tanpa dirujuk terlebih dahulu kepada al-Quran, as-Sunnah dan atsar yang shahih untuk dinilai haram atau halal, sunnah atau bid’ah, maka perbuatan tersebut adalah suatu kesalahan (haram dan bid’ah) menurut syara’

Jawaban Bagi Golongan Salafi

Makna Ayat mengikut kebanyakan orang

Ayat Allah ini adalah ayat yang sangat populer di kalangan ahlul
golongan kolompok Salafi. Dengan ayat ini mereka meyakin-yakinkan diri mereka supaya jangan mengikuti “kebanyakan” orang, karena orang banyak itu adalah orang-orang sesat.

Golongan Salafi meyakini bahwa merekalah orang-orang yang benar yang jumlahnya hanya sedikit, sedangkan di luar mereka adalah orang banyak yang semuanya sesat. Keyakinan golongan ini ditentang keras oleh As Sunnah Wal Jama'ah.

Banyaknya orang memang bukan patokan suatu kebenaran.

As-Sa’di رحمه الله mengatakan di dalam tafsirnya :

“Ayat ini menjelaskan bahwa kebenaran itu bukan karena banyak pendukungnya, dan kebathilan itu bukan karena orang yang mengerjakannya sedikit. Kenyataannya (memang) yang mengikuti kebenaran hanya sedikit, sedangkan yang mengikuti kemungkaran banyak sekali. (Tetapi) kewajiban bagi umat Islam adalah mengetahui yang benar dan yang bathil, lihatlah jalan yang ditempuh.” (Tafsir Kariimir-Rahman 1/270)

Akan tetapi orang yang sedikit bukan pula jaminan bahwa itu sudah pasti berada di atas kebenaran.

Makna أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ (kebanyakan orang di muka bumi) adalah manusia kebanyakan (mayoritas) baik pada masa dahulu maupun yang terkemudian di muka bumi ini (bukan hanya dengan ukuran satu komplek perumahan atau satu kampung atau satu kaum atau satu negara).

Orang-orang terdahulu kebanyakannya sesat, orang-orang sekarang juga kebanyakannya sesat, dan orang-orang yang akan datang pun kebanyakannya sesat.

Ibnu Katsir رحمه الله di dalam tafsirnya menyebutkan :

“Allah memberitahukan perihal kebanyakan penduduk bumi dari kalangan bani Adam bahwa mereka dalam keadaan sesat, seperti yang disebut dalam ayat lain, yaitu firman-Nya (yang artinya) :

“Dan sesungguhnya telah sesat sebelum mereka (Quraisy) kebanyakan dari orang-orang yang terdahulu” (Qs.Ash-Shaffat : 71)

dan firman Allah yang mengatakan (yang artinya) :

“Dan kebanyakan manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya” (Qs.Yusuf : 103)…”

(Tafsir Ibnu Katsir Juz 8, Qs.Al-An’am:116)

Dari dulu hingga sekarang dan seterusnya, umumnya mayoritas penduduk bumi adalah bukan orang-orang beriman yang mengikut risalah kenabian (kecuali di masa-masa awal ummat manusia. Allahu A’lam). Mayoritas penduduk bumi selalu adalah orang-orang kafir (Pada masa sekarang seperti Nashrani, Yahudi, musyrikin, dan lain-lain adalah mayoritas penduduk bumi).

Jama'ah

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“إِنَّ اللهَ لَا يُجْمِعُ أُمَّةِ عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللهِ مَعَ الجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ”

“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan, maka ia menyeleweng ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan:

“Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jama’ah adalah as-sawadul a’zham (mayoritas kaum muslim)“

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda

“Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (mayoritas kaum muslim).”

(HR.Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)

Ibnu Mas’ud radhiallahuanhu mewasiatkan yang artinya: ”Al-Jama’ah adalah sesuatu yang menetapi al-haq walaupun engkau seorang diri”

“Badaal islamu ghoriban wasaya’udu ghoriba kama bada’a fatuuba lil ghoroba“ ,

“Islam datang dalam keadaan asing dan akan akan kembali asing maka beruntunglah orang-orang yang asing itu”.. (Hr Ahmad)

Kalau asing ditengah-tengah orang kafir atau orang yang sesat, tentulah hal yang benar namun asing ditengah-tengah as-sawad al a’zham (mayoritas kaum muslim) maka itulah yang dimaksud keluar seperti anak panah yang meluncur dari busurnya menjadi khawarij atau orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi An Najdi yang pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham). Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda

“Sesungguhnya Islam itu pada mulanya datang dengan asing dan akan kembali dengan asing lagi seperti pada mulanya datang. Maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing”.

Beliau ditanya,

“Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing itu ?”.

Beliau bersabda, “Mereka yang memperbaiki dikala rusaknya manusia”.

[HR. Ibnu Majah dan Thabrani]

“Orang yang asing, orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak atau orang-orang shalih di antara banyaknya orang yang buruk, orang yang menyelisihinya lebih banyak dari yang mentaatinya”.
(HR. Ahmad)

Islam pada awalnya datang dengan asing diantara manusia yang berakhlak buruk (non muslim / jahiliyah).

Betapa sering kita saksikan sebuah kelompok pengajian yang mengklaim bahwa hanya kelompok merekalah yang paling benar dengan membawakan dalil-dalil, hujjah, argumentasi dan semua bahan yang diperlukan.

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyAllahu anhu mengatakan tentang kaum khawarij yang membawa dalil dari Al-Quran:

“كلمة حق اريد بها الباطل”

Artinya; “Kata-kata yang benar tapi tujuannya adalah batil”.

Sesungguhnya banyak kaum Muslimin yang seperti itu. Membawakan dalil, hujjah dan argumentasi tapi tujuannya hanyalah untuk menguatkan kesesatannya dan membela kelompoknya serta penerapannya tidak benar.

Benarkah Orang Mati Bisa Mendengar ?

Pertanyaan:

Apakah orang-orang yang di alam kubur mampu mendengar ucapan salam orang yang berziarah kepada mereka padahal dalam al-Quran

“Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar….” (Ar Rum: 52)

Lalu kenapa di makbaroh Gajah Ngambung banyak orang berziarah pada sore hari Jum’at adakah dasar hukumnya?
(Dari Siti Zubaidah, Jakarta)

Jawab:

Dari penjelasan di dalam kitab Tafsir Ahkam, Imam Al Qurtubi menguraikan bahwa ayat “Fainnaka laa tusmi’ul mautaa…” (maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar….” adalah berkaitan dengan peristiwa pertanyaan sahabat Umar bin Khattab saat Rasulullahsaw memanggil tiga orang pemimpin kafir Quraisy dalam perang Badar yang telah meninggal beberapa hari.
.
Saat itu Rasulullah saw ditanya oleh Umar bin Khattab ra:

يا رسول الله تناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون ؟يقول الله إنك لا تسمع الموتى فقال : والذي نفسي بيده ما أنتمبأسمع منهم ولكنهم لا يطيقون أن يجيبوا

Ya Rasulullah, apakah engkau memanggil-manggil mereka yang telah meninggal tiga hari bisa mendengarkan panggilanmu. Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam al quran: Innaka laa tusmi’ul mauta?
Lalu dijawab oleh Rasulullah saw:

“Demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya, tidaklah engkau sanggup mendengar mereka, mereka lebih mendengar daripada kamu hanya saja mereka tidak mampu menjawab.”

(HR. Muslim dari Imam Anas ra)

Menurut hadits Shohihain (Bukhari Muslim) Dari sanad yang berbeda-beda, Rasulullah saw pernah berbicara kepada orang-orang kafir yang tewas dalam perang badar saat mereka dibuang di sumur Quleb kemudian Rasulullah saw berdiri dan memanggil nama-nama mereka (yafulan bin fulan 2x) :

“Apakah engkau telah mendapatkan janji dari Tuhanmu dengan benar, sedangkan saya telah mendapatkan janji yang benar pula dariTuhanku.”

Dalam penjelasan kitab Tafsir Ibnu Katsir bahwa yang dipanggil oleh Rasulullah saw itua dalah: Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Robi’ah dan Syaibah bin Robi’ah. Ketiganya itu adalah tokoh kafir Quraisy.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas bin Malik.

Dalam riwayat lain menyebutkan bahwa orang yang mati apabila sudah dikuburkan dan orang yang menguburkan itu kembali pulang, maka dia (ahli kubur) itu mampu mendengar gesekan suara sendal.

Menurut Imam Al Qurtubi, orang yang sudah meninggal itu bukan berarti mereka tidak lenyap samasekali juga tidak pula rusak hubungan dengan orang yang masih hidup. Tetapi yang meninggal itu hanya terputus hubungan antara ruh dan badan dan hanya berpindah dari alam dunia ke alam kubur. (Tafsir ahkam Juz 7: hal 326).

Dengan demikian apakah orang yang meninggal itu bisa mendengar orang yang masih hidup saat memberi salam atau lainya, cukup jelas keterangan ayat dan hadits pada peristiwa Nabi memanggil gembong2 kafir qurays saat gugur di perang Badar.

Untuk lebih jelasnya lagi, kita bisa membuka Kitab Ar Ruh karangan Ibnu Qoyyim Al Jauzi (Juz I halaman 5), kalau tidak salah Ibnul Qoyyim itu murid kesayangan Ibnu Taymiyah. Pada halaman itu tertulis riwayat Ibnu Abdil Bar yang menyandarkan kepada ketetapan sabda Rasulullah saw:

ما من مسلم يمر على قبر أخيه كان يعرفه في الدنيافيسلم عليه إلا رد الله عليه روحه حتى يرد عليه السلام

“Orang-orang muslim yang melewati kuburan saudaranya yang dikenal saat hidupnya kemudian mengucapkan salam, maka Allah mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menjawab salam temanya.”

Bahkan menurut Ulama Salaf mereka telah ijma’ (sepakat) bahwa masalah orang yang mati itu mampu mengenal orang-orang yang masih hidup pada saat berziarah bahkan para ahli kubur mersasa gembira atas dengan kedatangan para peziarah. Hal ini, kata Ibnu Qoyyim, merupakan riwayat atsar yang mutawatir. Selengkapnya kata-kata Ibnu Qoyyim itu sebagai berikut:

والسلف مجمعون على هذاوقد تواترت الآثار عنهم بأن الميت يعرف زيارة الحي له ويستبشر به

Ibnu Qoyyim mengutip ungkapan Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abid biin Abidunya dalam kitab Kubur pada bab ma’rifatul mauta biziyaratil ahya. Menyebut hadits sebagai berikut:

عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت قال رسول الله ما من رجل يزور قبر أخيهويجلس عنده إلا استأنس به ورد عليه حتى يقوم

SalamArtinya:

Dari Aisyah ra berkata:

Rasulullah saw bersabda:

“Siapa saja yang berziarah ke kuburan saudaranya, kemudian duduk di sisi kuburnya maka menjadi tenanglah si mayit, dan Allah akan mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menemaninya sampai selesai berziarah.”

Mayit menjawab salam siapa saja

Orang yang meninggal dunia, akan menjawab salam baik yang dikenal maupun yang tidak dikenalnya sebagaimana dalam sebuah riwayat hadits berikut:

عن أبى هريرة رضى الله تعالى عنه قال إذا مرالرجل بقبر أخيه يعرفه فسلم عليه رد عليه السلام وعرفه وإذا مر بقبر لا يعرفه فسلمعليه رد عليه السلام

Dari Abi Hurairah ra, Rasulullahsaw bersabda: “Apalabila orang yang lewat kuburan saudaranya kemudian memberi salam, maka akan dibalas salam itu, dan dia mengenal siapa yang menyalami. Demikian juga mereka (para mayyit) akan menjawab salamnya orang-orang yang tidak kenal.”

Waktu Ziarah yang baik

Satu ketika, Seorang lelaki dari Keluarga ‘Ashim Al Jahdari bercerita bahwa dia melihat Ashim al Jahdari dalam mimpinya setelah beliau meninggal dua tahun. Lalu lelaki itu bertanya:

“Bukankah Anda sudah meninggal?”

“Betul!”

“Lalu dimana sekarang?”

“Demi Allah, saya ada didalam taman Syurga. Saya juga bersama sahabat-sahabatku berkumpul setiap malamJum’at hingga pagi harinya di tempat (kuburan) Bakar bin Abdullah al Muzanni. Kemudian kami saling bercerita.”

“Apakah yang bertemu itu jasadnya saja atau ruhnya saja?”

“Kalau jasad kami sudah hancur, jadi kami berkumpul dalam ruh”

“Apakah Anda sekalian mengenal kalau kami itu berziarah kepada kalian?”

“Benar!, kami mengetahui setiap sore Jum’at dan hari Sabtu hingga terbit matahari”

“Kalau hari lainnya?”

“Itulah fadilahnya hari Jum’at dan kemuliannya”

(Cerita itu menurut Ibnu Qoyim bersumber dari Muhammad bin Husein dari Yahya bin Bustom Al Ashghor dari Masma’dari Laki-laki keluarga Asyim Al Jahdari)

Bahkan bukan sore Jum’at dan hari Sabtu saja, menurut riwayat Muhammad bin Husein dari Bakar bin Muhammad dari Hasan Al Qoshob berkata bahwa orang-orang yang sudah meninggal mampu mengetahui para peziarah pada hari dua hari yang mengiringi Jum’at (Hari Kamis dan Sabtu).

Bentuk Salam

Ucapaan salam yang disampaikan saat melewati makbaroh atau berziarah biasanya seperti yang banyak ditulis dalam kitab hadits yang sangat banyak adalah dengan ungkapan:

ألسلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا ان شاء الله تعالى بكم لاحقون

“Semoga keselamatan atas kamu wahai kaum mu’minin yang ada di alam kubur, Insya Allah kami akan menyusul.”

Kesimpulan:

Orang yang meninggal dengan izin Allah akan mendengar salam orang yang masih hidup dan mampu menjawabnya. Bahkan pendengaran mereka lebih peka daripada yang hidup.

Orang yang memberi salam kepada ahli kubur baik yang dikenal maupun tidak dikenal, merekapun akan menjawab salam kita.
Para ahli kubur akan merasa tenang apabila ada saudaranya yang menziarahi.
Orang yang berziarah bagus dilakukan pada hari Kamis, Jum’at dan Sabtu.
Ucapan salam kepada ahli kubur yang tenar adalah ucapan: Assalamu ‘alaikum daara qoumin mu’mininina, wainna insya Allahu ta’alaa bikum laahikuum.

Dengan keterangan ini, maka tidak heran jika di Kuburan “Gajah Ngambung” Buntet Pesantren Cirebon jika Jum’at sore ba’da ashar, banyak keluarga Kyai Buntet berziarah. Ternyata ada dasarnya.
Jika kemudian ada seorang tokoh dari NU pernah mengatakan bahwa saya lebih percaya kepada yang mati ketimbang yang hidup. Ternyata dari dasar hadits Rosulullah saw di atas, sangat masuk akal. Jadi kepada Zubaidah, hayo jangan ragu-ragu untuk terus bersilaturahmi kepada ahli kubur baik sanak keluarga kita maupun para alim ulama.
Wallahu a’lam.

Materi ini, hasil kupasan dewan asatidz Buntet Pesantren di Jakarta.

Sumber:
1. Tafsir Ahkam, Imam Al Qurthubi
2. Tafsir Ibnu Katsir
3. Ar Ruh, Imam Ibnu Qoyyim Al Jauzy

30 Juli 2011 23.00
Achmad Junaedi mengatakan...

kita bisa membuka Kitab Ar Ruh karangan Ibnu Qoyyim Al Jauzi (Juz I halaman 5), kalau tidak salah Ibnul Qoyyim itu murid kesayangan Ibnu Taymiyah. Pada halaman itu tertulis riwayat Ibnu Abdil Bar yang menyandarkan kepada ketetapan sabda Rasulullah saw:

ما من مسلم يمر على قبر أخيه كان يعرفه في الدنيافيسلم عليه إلا رد الله عليه روحه حتى يرد عليه السلام

“Orang-orang muslim yang melewati kuburan saudaranya yang dikenal saat hidupnya kemudian mengucapkan salam, maka Allah mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menjawab salam temanya.”

Bahkan menurut Ulama Salaf mereka telah ijma’ (sepakat) bahwa masalah orang yang mati itu mampu mengenal orang-orang yang masih hidup pada saat berziarah bahkan para ahli kubur mersasa gembira atas dengan kedatangan para peziarah. Hal ini, kata Ibnu Qoyyim, merupakan riwayat atsar yang mutawatir. Selengkapnya kata-kata Ibnu Qoyyim itu sebagai berikut:

والسلف مجمعون على هذاوقد تواترت الآثار عنهم بأن الميت يعرف زيارة الحي له ويستبشر به

Ibnu Qoyyim mengutip ungkapan Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abid biin Abidunya dalam kitab Kubur pada bab ma’rifatul mauta biziyaratil ahya. Menyebut hadits sebagai berikut:

عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت قال رسول الله ما من رجل يزور قبر أخيهويجلس عنده إلا استأنس به ورد عليه حتى يقوم

SalamArti bebasnya:

Dari Aisyah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang berziarah (berkunjung) ke kuburan saudaranya, kemudian duduk di sisi kuburnya maka menjadi tenanglah si mayit, dan Allah akan mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menemaninya sampai selesai berziarah.”

Menjawab salam siapa saja

Orang yang meninggal dunia, akan menjawab salam baik yang dikenal maupun yang tidak dikenalnya sebagaimana dalamsebuah riwayat hadits berikut:

عن أبى هريرة رضى الله تعالى عنه قال إذا مرالرجل بقبر أخيه يعرفه فسلم عليه رد عليه السلام وعرفه وإذا مر بقبر لا يعرفه فسلمعليه رد عليه السلام

Dari Abi Hurairah ra, Rasulullahsaw bersabda:

“Apalabila orang yang lewat kuburan saudaranya kemudian memberi salam, maka akan dibalas salam itu, dan dia mengenal siapa yang menyalami. Demikian juga mereka (yang mati) akan menjawab salam orang-orang yang tidak kenal.”

note:
buat pengunjung semua..silakan aktif dalam diskusi ilmiah tentang kerancuan syeh albani dalam menilai hadist...

http://myquran.com/forum/showthread.php/21007-Kerancuan-Albani-Dalam-Menilai-Hadis/page15

11 Agustus 2011 10.11
Anonim mengatakan...
@achmad junaedi

"buat pengunjung semua..silakan aktif dalam diskusi ilmiah tentang kerancuan syeh albani dalam menilai hadist..."

Maaf mas, apa ga ada bahasan lain yg lebih bermutu selain masih saja menjelek2an syaikh Albani???? Bosan mas, topiknya itu itu terus dan bahasannya jg muter2 disitu2 aja. Mbok ya bahas sesuatu yg dapat meningkatkan amalan kita tho, jgn malah menambah dosa.

11 Agustus 2011 16.41

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Metode ahli hadits dan fuqahaa adalah menjamak beberapa hadits yang seakan-akan bertentangan. Seandainya Anda mengatakan bahwa mayit itu mendengar secara mutlak, lantas apa faedahnya nash-nash yang menafikkannya ?. Atau, beberapa nash yang menyatakan bahwa mayir mendengar orang yang hidup itu hanya khusus pada waktu-waktu tertentu ?.

Adapun tentang hadits yang Anda bawakan :

1. Riwayat Ibnu 'Abdil-Barr, berikut riwayat beserta sanadnya secara lengkap :

أخبرنا أبو عبد الله عبيد بن محمد قراءة مني عليه سنة تسعين وثلاثمائة في ربيع الأول قال: أملت علينا فاطمة بنت الريان المستملي في دارها بمصر في شوال سنة اثنتين وأربعين وثلاثمائة قالت: حدثنا الربيع بن سليمان المؤذن، صاحب الشافعي، قال: حدثنا بشر بن بكير، عن الأوزاعي، عن عطاء، عن عبيد بن عمير، عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "ما من أحد مر بقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فسلم عليه إلا عرفه ورد عليه السلام ))

Abu Bakr Al-Isybiliy mengatakan bahwa sanadnya shahih. Akan tetapi, ini perlu ditinjau kembali. Perhatikan riwayat berikut :

وأخبرنا أبو القاسم عبد الرحمن بن محمد بن عبد الله السراج -( قال عنه الذهبي ثقة عالماً فقيها ))بنيسابور -حدثنا أبو العباس محمد بن يعقوب الأصم (( محدث عصره بلا منازعة ))حدثنا الربيع بن سليمان حدثنا بشر بن بكير حدثنا عبد الرحمن بن زيد بن أسلم عن أبيه عطاء بن يسار عن أبي هريرة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:"ما من عبد يمر بقبر رجل كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عرفه ورد عليه السلام".

[Diriwayatkan oleh Al-Khathib dalam Taariikh-nya].

Faathimah bintu Ar-Rayyaan dalam sanad Ibnu 'Abdil-Barr telah menyelisihi Abu Bakr Al-Asham yang meriwayatkan dari Ar-Rabii', dari Bisyr bin Bukair, dari 'Abdurrahmaan bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfuu'. Riwayat Al-Khathiib ini sama dengan Tamaam Ar-Raaziy. Abu Bakr Al-Asham ini lebih kuat daripada Faathimah. Dan Faathimah sendiri, belum ditemukan biografinya.

Jadi, sanad yang benar adalah sanad Bisyr bin Bukair,
dari 'Abdurrahmaan bin Zaid bin Aslam,
dari ayahnya,
dari Abu Hurairah secara marfuu'.

'Abdurrahmaan bin Zaid, ia seorang yang lemah. Bahkan Al-Haakim dan Abu Nu'aim mengatakan : Ia meriwayatkan dari ayahnya hadits-hadits palsu [lihat At-Tahdziib].

Intinya, hadits ini tidak dapat dijadikan hujjah.

2. Hadits 'Aaisyah :

عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت قال رسول الله ما من رجل يزور قبر أخيهويجلس عنده إلا استأنس به ورد عليه حتى يقوم

Aisyah ra berkata:

Rasulullah saw bersabda:

“Siapa saja yang berziarah (berkunjung) ke kuburan saudaranya, kemudian duduk di sisi kuburnya maka menjadi tenanglah si mayit, dan Allah akan mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menemaninya sampai selesai berziarah.”

11 Agustus 2011 16.51

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Hadits beserta sanadnya adalah sebagai berikut :

حدثنا محمد بن عون حدثنا يحيى بن يمان عن عبد الله بن سمعان عن زيد بن أسلم عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت قال رسول الله ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عنده إلا استأنس به ورد عليه حتى يقوم

Riwayat ini sangat lemah. 'Abdullah bin Sam'aan, nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin Ziyaad bin Sulaimaan bin Sam'aan Al-Makhzuumiy; seorang yang matruuk. Bahkan dituduh berdusta.

3. Hadits Abu Hurairah :

عن أبى هريرة رضى الله تعالى عنه قال إذا مرالرجل بقبر أخيه يعرفه فسلم عليه رد عليه السلام وعرفه وإذا مر بقبر لا يعرفه فسلم عليه رد عليه السلام

Dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda:

“Apalabila orang yang lewat kuburan saudaranya kemudian memberi salam, maka akan dibalas salam itu, dan dia mengenal siapa yang menyalami. Demikian juga mereka (yang mati) akan menjawab salam orang-orang yang tidak kenal.”

Hadits ini lemah, karena keterputusan Zaid bin Aslam dengan Abu Hurairah. Zaid tidak pernah mendengar riwayat Abu Hurairah sebagaimana dikatakan Ibnu Ma'iin. Kelemahannya juga terletak pada salah seorang perawinya yang bernama Al-Jauhariy. Ibnu Ma'iin berkata : "Tidak ada apa-apanya". Abu Daawud : "Lemah, aku tidak menulis riwayat darinya sedikitpun".

****

Seandainya shahih, apakah dalil ini menjadi sesuatu yang umum ?. Atau,.. ia hanyalah menunjukkan keadaan khusus saja, yaitu si mayit menjawab salam yang diucapkan peziarah ?.

****

NB : Anda tidak salah bahwa Ibnul-Qayyim adalah murid Ibnu Taimiyyah, sebagaimana Ibnu Katsiir dan Adz-Dzahabiy. Ibnu Taimiyyah memang banyak melahirkan ulama besar.

11 Agustus 2011 16.51
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Ralat. Di atas tertulis :

"Abu Bakr Al-Isybiliy mengatakan bahwa sanadnya shahih".

Yang benar, adalah 'Abdul-Haqq Al-Isybiliy.

12 Agustus 2011 14.35
Umar Abdil Aziz mengatakan...

Mas mungkin bisa sama-sama direnungkan :

1. Surah Ali 'Imran 169

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (169)

Orang-orang yang telah terbunuh sebagai syuhada dalam perang fi sabilillah, janganlah dikira mereka mati, sebagai anggapan orang-orang munafik, akan tetapi mereka masih hidup di sisi Allah, mendapat rezeki dan nikmat yang berlimpah-limpah.

Bagaimana keadaan hidup mereka seterusnya, hanyalah Allah yang mengetahui.

2. وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.(QS. 2:154)

3. At Taubah 105

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar beliau mengatakan kepada kaum muslimin yang mau bertobat dan membersihkan diri dari dosa-dosa dengan cara bersedekah dan mengeluarkan zakat, agar mereka melakukan amal-amal saleh sebanyak mungkin. Di samping itu Allah swt. juga memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menyampaikan kepada mereka, bahwa apabila mereka telah melakukan amal-amal saleh tersebut maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin lainnya akan melihat dan menilai amal-amal tersebut. Akhirnya mereka akan dikembalikan-Nya ke alam akhirat, akan diberikannya kepada mereka ganjaran atas amal-amal yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia. Kepada mereka dianjurkan agar tidak hanya merasa cukup dengan melakukan tobat, zakat, sedekah dan salat semata-mata melainkan haruslah mereka mengerjakan semua apa yang diperintahkan kepada mereka. Allah akan melihat amal-amal yang mereka lakukan itu sehingga mereka semakin dekat kepada-Nya. Rasulullah juga akan melihat amal-amal tersebut disebabkan doa restu beliau untuk mereka akan semakin bertambah pula amal-amal kebajikan itu sehingga mereka pun akan mengikuti dan mencontohnya pula, sedang Allah swt. memberikan pahala yang berlipat ganda bagi mereka yang dicontoh tanpa mengurangi pahala mereka yang mencontoh.

Sebagaimana diketahui, kaum Muslimin akan menjadi saksi di hadapan Allah pada hari kiamat mengenai iman dan amalan dari sesama kaum Muslimin. Dan persaksian yang didasarkan atas penglihatan mata kepala sendiri adalah lebih kuat dan lebih dapat dipercaya. Oleh sebab itu, kaum Muslimin yang melihat amal kebajikan yang dilakukan oleh mereka yang insaf dan bertobat kepada Allah, tentulah akan menjadi saksi yang kuat di hari kiamat, tentang benarnya iman, tobat dan amal saleh mereka itu.

4. Hadist Anas bin Malik : Rasulullah bersabda :

" Para nabi itu hidup di alam kubur mereka dan menunaikan sholat."

(HR Abu Ya'la 3425, HR al-Baihaqi, Hayat al-Anbiya (hal 3 ) dan menilainya shohih, al-Bazzar dalam al_mUsnad (233 dan 256), al-Hafidz Ibn Askir dalam Tarikh Dimasyq (4/285), al-Hafidz Ibn 'Adi dalam Kamil (9/2), al-Hafidz Abu Nuaim dalam Dzikir Akhbar Ashbihan (2/39) dan hadist ini juga dinilai shohih olehal Hafizdh al-Munawi.

No comments:

Post a Comment