Keluar dari Jamaah Umat Islam
Di antaranya, Allah Taala berfirman:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (An-Nisa: 115)
Ungkapan “Tangan Allah bersama jamaah.”
Ini adalah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي – أَوْ قَالَ: أُمَّةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَلَى ضَلَالَةٍ، وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku -atau Beliau bersabda: umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam– di atas kesesatan, dan tangan Allah bersama jamaah, dan barang siapa yang menyempal maka dia menyempal menuju neraka.
Hadits ini diriwayatkan oleh:
– Imam at-Tirmidzi, dalam Sunannya, Bab Maa Ja’a fi Luzumil Jamaah, No. 2167
– Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, Bab Raddul Bida’ wal Ahwa’, 1/215
– Imam al-Hakim dalam al-Mustadrak, Kitabul ‘Ilmi, No. 397
Ungkapan yang melarang keluar dari jamaah.
Jika yang dimaksud adalah larangan keluar dari jalannya jamaatul muslimin (komunitas umat Islam), larangan mengikuti jalan-jalan lain, maka hal ini tersebar dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Di antaranya, Allah Taala berfirman:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (An-Nisa: 115)
Ayat lainnya:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan–Nya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Al-An’am: 153)
Al-Jamaah
Al-jamaah ialah jamaah Ahlul Islam yang bersepakat dalam masalah syara'. Mereka tidak lain adalah Ahli ljma yang senantiasa bersepakat dalam suatu masalah atau hukum, baik syara' maupunaqidah.
Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi yang artinya: "Umatku tidak bersepakat dalam kesesatan." (al-I'tisham 2:263)
Ibnu Hajar mengomentari pendapat Bukhari yang mengatakan bahwa mereka (al-jama'ah) adalah Ahli ilmu, sebagai berikut: "Yang dimaksud al-jama'ah ialah Ahlul Hal wal 'Aqdi, yakni mereka yang mempunyai keahlian menetapkan dan memutuskan suatu masalah pada setiap jaman."
Adapun menurut al-Karmani, "Yang dimaksud perintah untuk beriltizam kepada jamaah ialah beriltizamnya seorang mukallaf dengan mengikuti kesepakatan para mujtahidin. Dan inilah yang dimaksud Bukhari bahwa 'mereka adalah Ahli llmu'."
Ayat yang diterjemahkan Bukhari dijadikan hujjah oleh Ahli Ushul karena ijma' adalah hujjah. Sebab, mereka (Ahli llmu) dinilai adil, sebagaimana firman Allah (Al-Baqarah 143);
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil...."
Pernyataan ayat ini menunjukkan bahwa mereka terpelihara dari kesalahan mengenai apa yang telah mereka sepakati, baik perkataan maupun perbuatan. (Fathul Bari 13:316).
Ada ulama yang mengatakan, jama'ah adalah as-Sawadul A'zham (Kelompok Mayoritas).
Dalam kitab An-Nihayah disebutkan; "Hendaklah kamu mengikuti as-Sawadul A'zham, yaitu mayoritas manusia yang bersepakat dalam mentaati penguasa dan menempuh jalan yang lurus. (An-Nihayah 2:419).
Pendapat tersebut diriwayatkan dari Abi Ghalib yang mengatakan, sesungguhnya as-Sawadul A'zham ialah orang-orang yang selamat dari perpecahan. Maka urusan agama yang mereka sepakati itulah kebenaran. Barangsiapa menentang mereka, baik dalam masalah syari'at maupun keimanan, maka ia menentang kebenaran; dan kalau mati, ia mati jahiliah. (Al-I'tisham 2:260).
Di antara orang lain yang berpendapat demikian ialah Abu Mas'ud al-Anshari dan lbnu Mas'ud radiyallahu ‘anhu.
Asy-Syathibi berkomentar, "Berdasarkan pendapat ini, maka yang temasuk al-jamaah ialah para mujtahid, ulama, dan ahli syariah yang mengamalkannya. Adapun orang-orang di luar mereka, maka termasuk ke dalam hukum mereka (di luar jamaah), sebab orang-orang tersebut mengikuti dan meneladani mereka. Maka setiap orang yang keluar dari jamaah mereka, berarti ia telah menyimpang dan menjadi tawanan setan. Yang termasuk kelompok ini ialah semua ahli bid'ah, karena mereka telah menentang para pendahulu umat ini. Sebab itu, mereka sama sekali tidak termasuk as-Sawadul A'zham." (AI-l'tishaita 2:261)
Ada ulama yang mengatakan bahwa al-jamaah ialah jamaah kaum muslimin yang sepakat atas seorang amir (penguasa). Ini adalah pendapat ath-Thabari yang menyebutkan pendapat-pendapat terdahulu. Kemudian ia mengatakan,
"Ya benar pengertian tentang beriltizam kepada jama'ah ialah taat dan bersepakat atas amirnya. Maka barang siapa melanggar bai'atnya, ia telah keluar dari al-jama'ah." (Fathul Bari 13:37).
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah menyuruh umatnya agar beriltizam kepada pemimpinnya, dan melarang umat mengingkari kesepakatan tentang pemimpin yang lelah diangkatnya. (al-l'tisham 2:264).
Perintah Berjamaah
Selain merupakan qodrat, gharizah dan tabi’atul kaun, hidup berjamaah adalah salah satu ajaran Islam. Ada beberapa dalil naqli yang menjadi dasarnya iaitu firman Allah dan hadis Rasulullah (s.a.w) seperti berikut:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kukuh - terjemahan surah as-Shaff (61):4
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’aruf dan mencegah kepada yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung - terjemahan surah Ali Imran (3):104
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai - terjemahan surah Ali Imran (3): 103.
Dua lebih baik dari satu, tiga lebih baik dari dua, empat lebih baik dari tiga, wajib atas kamu berjamaah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku kecuali dalam hidayah - hadis riwayat Ahmad dari Abi Dzar (r.a)
Pertolongan Allah bersama jamaah - hadis riwayat at-Tirmidzi
Hendaklah kalian berjamaah dan janganlah memisahkan diri sesungguhnya syaitan itu bersama-sama orang-orang yang menyendiri, dan syaitan menjauhkan diri dari dua orang. Barangsiapa yang menginginkan tempat di Syurga hendaklah bergabung dengan jamaah. Barangsiapa yang kebaikannya menyenangkannya dan keburukannya menyusahkannya, ia itulah orang mukmin - hadis riwayat at-Tirmidzi dari Ibnu Umar.
Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatku dalam kesesatan, pertolongan Allah diberikan kepada jamaah. Barangsiapa yang menyendiri ke Neraka - hadis riwayat at-Tirmidzi dari Ibnu Umar (r.a)
Telah bersabda Rasulullah (s.a.w): Aku memerintahkan kepada kamu dengan lima hal yang Allah telah memerintahkannya kepada ku; hidup berjamaah, mendengar, taat, hijrah dan jihad fi sabilillah.
Sesungguhnya barangsiapa yang keluar dari jamaah walau sejengkal, ia telah melepaskan ikatan Islam dari tengkuknya (murtad) sehinggalah ia kembali lagi ke dalam jamaah” - hadis riwayat Imam Ahmad
Orang-orang bertanya kepada Rasulullah (s.a.w) tentang kebaikan sedangkan aku bertanya tentang keburukan kerana khuatir menimpaku.
Aku bertanya: Wahai Rasulullah, dulu kami ada pada masa jahiliyyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan pada kami dengan kebaikan ini. Apakah sesudah kebaikan ini akan ada keburukan?
Baginda menjawab: Ya tetapi padanya ada dakhon.
Aku bertanya: Apakah dakhon itu?
Beliau menjawab: Sekelompok orang yang memberi petunjuk bukan dengan petunjuk dariku, sebagiannya kau akui kebenarannya dan sebagian kau ingkari.
Aku bertanya lagi: Apakah setelah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?
Baginda menjawab: Ya, iaitu para juru dakwah di pintu Jahanam. Barangsiapa yang mengikutinya, ia akan dicampakkan ke dalam Neraka.
Aku bertanya: Wahai Rasulullah terangkanlah kepada kami ciri-cirinya.
Nabi bersabda: Mereka kulitnya sama dengan kita dan berkata dengan bahasa kita.
Aku bertanya: Apa yang kau perintahkan kepada kami jika kami menemui hal itu?
Beliau bersabda: Bergabunglah dengan jamaah muslimin dan imamnya.
Aku bertanya lagi: Bagaimana jika tidak ada jamaah dan imamnya?
Beliau menjawab: Jauhilah oleh kamu semua firqah sekalipun kamu harus memakan akar pepohonan sampai maut menjemputmu dan kau dalam keadaan tetap begitu. Hadis riwayat al-Bukhari dari Hudzaifah (r.a)
Hadis-hadis tersebut menjelaskan kepada kita antara lain, beberapa hal berikut:
Perjalanan sejarah Islam akan mengalami pasang surut, tidak tetap dalam satu keadaan. Ada masa cerah dan ada masa suram.
Kita diwajibkan bergabung dengan jamaah.
Yang disebut jamaah itu memiliki imam atau pemimpin.
Jamaatul Muslimin mestilah bersifat seperti diterangkan di dalam hadis di atas. Jamaah adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada apa yang dipegang teguh oleh Nabi Muhammad (s.a.w) dan para sahabatnya iaitu al-Qur’an dan as-sunnah atau mereka yang melaksanakan al-Haq.
Jika tiada jamaah, janganlah bergabung dengan firqah dhalalah iaitu orang yang berpegang kepada kebathilan.
Kewajiban Memelihara Keutuhan Jamaah
Setiap muslim wajib memelihara keutuhan, kekuatan dan soliditas jamaah dalam menghadapi berbagai persoalan, hambatan dan gangguan dengan melakukan langkah-langkah berikut:
Selalu bermusyawarah. Jika dihadapkan kepada sesuatu masaalah, hendaklah tidak terburu-buru mengambil sikap tetapi dimusyawarahkan terlebih dahulu agar ditemukan cara terbaik untuk mengatasinya. Allah memerintahkan:
“Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyarawat antara mereka dan mereka menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka” – Terjemah Surah as-Syura (42): 38
“Maka, disebabkan Rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Kerana itu, maafkanlah mereka, mohon ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada Nya” - terjemahan surah Ali Imran (3): 159
Melakukan tabayyun: Jika menerima berita buruk tentang seseorang tidak segera membuat keputusan sebelum membuat check and recheck atau klasifikasi tentang berita yang diterima itu, tidak membiarkan berita itu menjadi fitnah atau dikembangkan menjadi ghibah, selalu berfikir positif dan tidak dimulai dengan sikap suu-dzan. Allah mengingatkan: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada mu orang fasik membawa suatu berita, periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” -terjemahan surah al-Hujurat (49): 6
Semangat untuk islah, bukan dengan mengembangkan lagi konflik tetapi setiap permasaalahan dihadapi dan disikapi dengan semangat islah. “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara kerana itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat Rahmat” - terjemahan surah al-Hujurat 49: 10
Memperbanyakkan silaturrahmi - dengannya banyak permasaalahan boleh dikomunikasikan dengan baik, menjadi benteng pelindung dari ancaman-ancaman luar yang ingin memecah-belahkan serta mengadu domba di antara sesama jamaah.
Rasulullah (s.a.w) memerintahkan:
“Wahai manusia sebarluaskan salam, bersedekahlah dengan makanan, bersilaturrahim dan shalatlah pada malam hari ketika orang-orang sedang lelap tidur, nescaya engkau akan masuk Syurga dengan selamat” - Hadis riwayat at-Tirmidzi dari Abi Hurairah (r.a)
Saling tolong menolong, ta’awun dalam kebaikan dan ketakwaan, tidak bersikap individualis, hanya mementingkan diri sendiri tanpa peduli kepada orang lain, terutama ketika yang lain sedang di dalam kesulitan dan penderitaan. “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa Nya”- surah al-Maidah (5): 2.
“Mukmin dengan mukmin itu ibarat sebuah bangunan yang satu sama lain saling mendukung (saling menguatkan)” - hadis riwayat al-Bukhari dari Abi Musa (r.a).
“Engkau akan melihat orang mukmin itu dalam hal saling menyayangi, mencintai dan melindungi sesama muslim ibarat sebatang tubuh yang jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh tubuhnya ikut merasakan sakitnya” - hadis riwayat al-Bukhari dari Nu’man bin Basyir (r.a).
Menjauhi perbedaan, terutamanya yang menyangkut masalah ibadah, meskipun ada yang boleh dua atau tiga cara, menjadi baik jika diambil satu cara yang sama. Dalam masalah lainnya, misalnya masaalah penyelenggaraan, pendidikan, menyikapi persoalan politik dan sebagainya, jika perbedaan di antara sesama anggota sukar untuk dihindari, paling tidak, diusahakan untuk diminimalkan perbezaan-perbezaan itu. Walau sekecil mana pun perbezaan, ia tetap akan menganggu keharmonian dan ukhuwah. Nabi Muhammad (s.a.w) ada mengingatkan:
“Janganlah kamu berbeza-beza, nanti hati kamu berbeza-beza (berselisih)” - hadis riwayat Muslim dari Ibnu Mas’ud (r.a).
Larangan Memisahkan Diri Dari Jamaah
Ajaran Islam selain memerintahkan untuk iltizam terhadap jamaah juga melarang untuk memisahkan diri atau keluar dari jamaah itu.
‘Barangsiapa yang mendapatkan dari pimpinannya sesuatu yang ia tidak sukai hendaklah bersabar.
Sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari jamaah sejengkal saja, lantas ia mati, ia mati jahiliyah’- Hadis riwayat al-Bukhari dari Ibnu Abas (r.a)
Tidak halal darah seorang yang bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah dan aku utusan Allah kecuali disebabkan tiga hal.
1. Orang yang meninggalkan Islam (dengan) memisahkan diri dari jamaah,
2. seorang janda/duda (bersuami/isteri) yang berzina dan
3. jiwa di balas dengan jiwa (qisas).
Hadis riwayat al-Bukhari dari Ibnu Abas (r.a)
Melihat semua hal tersebut di atas maka sudah seharusnyalah sekarang ini umat Islam menyatukan langkah geraknya dalam satu jamaah (jamaatul muslimin) bukan seperti sekarang ini, ummat terhimpun dalam jamaah-jamaah kecil (jamaatul minal muslimin). Kaum muslimin harus bergerak seiring dibawah satu kepemimpinan, menghadapi musuh-musuh Islam yang juga saling membantu satu sama lain. Tanpa bersatu dibawah satu kepemimpinan, kaum muslimin tidak akan sanggup menghadapi musuh-musuhnya. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan orang-orang kafir sebagian merupakan pelindung bagi sebagian yang lainnya. Jika kalian tidak melakukan yang seperti itu, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar”.
[QS Al-Anfal : 73]
No comments:
Post a Comment