Tuesday, 19 July 2022

Orang2 yang tak mengerti tak sama dengan orang yang faham

Orang-orang yang mengetahui tak sama dengan orang-orang yang tidak mengetahui

Surah Az Zumar ayat 9

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ


Referensi : https://tafsirweb.com/37239-surat-az-zumar.html

Katakanlah, "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Allah Ta’ala berfirman,

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

“Bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” [Quran An-Nahl: 43].

Demikianlah Allah Rab kita memerintahkan kita. Bagi mereka yang berilmu, yang mampu mengkaji, mereka kembalikan kebingungan mereka dengan mencari solusinya dari Alquran dan sunnah. Mereka lakukan hal itu secara mandiri. Karena mereka memiliki modal untuk mengkaji. Adapun bagi orang awam, hendaknya mereka bertanya kepada para ulama. Demikianlah Allah memerintahkan kita. Dia memerintahkan kita agar mengikuti Kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya. Bukan mengikuti hawa nafsu dan keinginan. Tidak juga mengikuti ucapan-ucapan manusia.

Allah Jalla wa ‘Ala telah memberi kita nikmat dengan adanya Alquran dan sunnah. Dia juga memberi kita nikmat dengan kehadiran para ulama yang mendalam ilmunya. Dengan demikian, sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mengembalikan kebingungan kita dalam suatu permasalahan kepada mereka. Apabila permasalahan menyangkut kepentingan publik dan urusan masyarakat, maka Allah telah memberi petunjuk dengan firman-Nya,


وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاتَّبَعْتُمْ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).” [Quran An-Nisa: 83].

Adapun kalau terkait masalah pribadi, seseorang bisa langsung bertanya kepada ulama tentang urusan yang mereka bingungkan. Banyaklah bertanya agar tidak bingung. Dan bagi orang-orang yang ditanyai, hendaknya mereka berhati-hati dan bertakwa kepada Allah. Karena mereka akan dimintai pertanggung-jawaban di hadapan Allah kelak. Karena mereka berfatwa tentang hokum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena itu, mereka wajib memiliki ilmu dan niat yang baik. Jangan mereka memberi jawaban berdasarkan anggapan baik. Karena hal ini termasuk berkata-kata tentang Allah tanpa ilmu. Dan ini merupakan dosa yang paling besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّي الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ

Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”. [Quran Al-A’raf: 33].

Allah menjadikan dosa berkata-kata tentang Allah tanpa ilmu di atas dosa syirik.

Seorang muslilah harus mengetahui firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,


وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمْ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لا يُفْلِحُونَ* مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih.” [Quran An-Nahl: 116-117]

Permasalahan fatwa adalah permasalahan berat. Sampai-sampai salah seorang salaf mengatakan, “Yang paling tergesa-tegesa berfatwa di antara kalian adalah yang paling cepat ke neraka.” Para salaf dahulu saling tunjuk dalam permasalahan fatwa. Mereka saling menyerahkan pertanyaan pada yang lain. Padahal ilmu mereka luas. Sekarang sebaliknya, terkadang sebagian orang masih pemula. Masih belajar ilmu mendasar. Tapi ia Bermudah-mudahan dalam berfatwa. Bahkan saling berlomba. Tanpa rasa takut kepada Allah. Ini termasuk memasuki ranah yang ia belum layak berada di situ. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


فمِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak layak untuknya.”

Permasalahan agama adalah permasalahan besar. Karena menyangkut halal dan haram. Karena itu, bagi siapapun tak layak meremehkan permasalahan agama ini. Jangan bermudah-mudah dalam menjawab pertanyaan. Apalagi ia adalah orang awam. Permasalahan penghalalan dan pengharaman adalah hak Allah. Jangan sampai ia mengambil hak Allah dalam urusan ini. Kalau seseorang memiliki ilmu berdasarkan Alquran dan sunnah, maka ia boleh menjawab sesuai dengan pengetahuannya. Ketahuilah, mengatakan tidak tahu itu lebih selamat. Dan tidak mengurangi kedudukannya.

Demikian juga apabila seseorang merasa belum menguasai permasalahan secara utuh, jangan tergesa-gesa menjawab. Kuasai terlebih dahulu. Cek lagi permasalahan tersebut. Kemudian baru memberi jawaban. Wajib bagi seseorang untuk berhati-hati dalam permasalahan ini. Terlebih di zaman sekarang yang muncul pernyataan-pernyataan aneh. 

Wajid mengikut panduan Ulama

Allah Jalla wa ‘Ala tidak meninggalkan kita terlantar tanpa bimbingan. Dia mengirim untuk manusia para utusan dan menurunkan untuk mereka kitab-kitab. Dan tugas para ulama adalah menjelaskan pada masyarakat. 


Permasalahan agama ini berat. Kalau tahu jangan disembunyikan. Kalau tidak tahu jangan berbicara. Jangan memberi komentar. Jangan menjawab pertanyaan. Jangan menilai suatu permasalahan. Kecuali Anda memiliki ilmu tentang hal itu.

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم: (وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمْ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لا يُفْلِحُونَ* مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ)

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih.” [Quran An-Nahl: 116-117].

No comments:

Post a Comment