Tuturan Golongan Salafi
Wajib diketahui oleh setiap orang yang beriman bahawa masalah akidah dan ibadah tidak boleh dilakukan sesuai hawa nafsunya (tanpa ada hujjah atau dalil dari Kitab Allah dan Sunnah RasulNya), tidak boleh berdalilkan pada anggapan yang disangka baik lantaran ramainya masyarakat yang melakukannya, karena Allah Swt. telah memberi ancaman yang tegas kepada mereka yang suka bertaqlid (meniru) perbuatan orang banyak yang tidak ada dalil atau perintahnya dari syara’ sebagaimana firmanNya:
.وَاِنْ تُطِعْ اَكْثَرَ مَنْ فِى اْلاَرْضِ يُضِلُّوْكَ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ اِنْ يَّتَّبِعُوْنَ اِلاَّ الظَّنَّ وَاِنْ هُمْ اِلاَّ يَخْرُصُوْنَ
1. “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan diri kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanya mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS. al-An’am ayat 116).
Begitu juga suatu amalan yang diangap ibadah bahkan dianggap wajib atau sunnah, maka ia tidak boleh ditentukan oleh akal atau hawa nafsu. Diantara amalan tersebut ialah amalan kenduri arwah (tahlilan atau yasinan) maka lantaran banyaknya orang yang mengamalkan dan adanya unsur-unsur agama dalam amalan tersebut seperti bacaan al-Quran, dzikir, doa dan sebagainya, maka karenanya dengan mudah diangkat dan dikategorikan sebagai ibadah. Sedangkan kita hanya dihalalkan mengikut dan mengamalkan apa yang benar-benar telah disyariatkan oleh al-Quran dan as-Sunnah jika ia dianggap sebagai ibadah sebagaimana firman Allah:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيْعَةٍ مِنَ اْلاَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلاَ تَتَّبِعْ اَهْوَاءَ الَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ . اَنَّهُمْ لَنْ يُّغْنُوْا عَنْكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا
2. “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan yang wajib ditaati) dalam urusan (agamamu) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (orang jahil). Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak diri kamu sedikitpun dari siksaan Allah.” (QS. al-Jasiyah ayat 18-19).
Setiap amalan yang dianggap ibadah jika hanya berdalilkan kepada dzann mengikut perkiraan akal fikiran, perasaan, keinginan hawa nafsu atau banyaknya orang yang melakukan tanpa dirujuk terlebih dahulu kepada al-Quran, as-Sunnah dan atsar yang shahih untuk dinilai haram atau halal, sunnah atau bid’ah, maka perbuatan tersebut adalah suatu kesalahan (haram dan bid’ah) menurut syara’
Jawaban Bagi Golongan Salafi
Makna Ayat mengikut kebanyakan orang
Ayat Allah ini adalah ayat yang sangat populer di kalangan ahlul
golong an kolompok Salafi. Dengan ayat ini mereka meyakin-yakinkan diri mereka supaya jangan mengikuti “kebanyakan” orang, karena orang banyak itu adalah orang-orang sesat.
Golongan Salafi meyakini bahwa merekalah orang-orang yang benar yang jumlahnya hanya sedikit, sedangkan di luar mereka adalah orang banyak yang semuanya sesat. Keyakinan golongan ini ditentang keras oleh As Sunnah Wal Jama'ah.
Banyaknya orang memang bukan patokan suatu kebenaran.
As-Sa’di رحمه الله mengatakan di dalam tafsirnya :
“Ayat ini menjelaskan bahwa kebenaran itu bukan karena banyak pendukungnya, dan kebathilan itu bukan karena orang yang mengerjakannya sedikit. Kenyataannya (memang) yang mengikuti kebenaran hanya sedikit, sedangkan yang mengikuti kemungkaran banyak sekali. (Tetapi) kewajiban bagi umat Islam adalah mengetahui yang benar dan yang bathil, lihatlah jalan yang ditempuh.” (Tafsir Kariimir-Rahman 1/270)
Akan tetapi orang yang sedikit bukan pula jaminan bahwa itu sudah pasti berada di atas kebenaran.
Makna أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ (kebanyakan orang di muka bumi) adalah manusia kebanyakan (mayoritas) baik pada masa dahulu maupun yang terkemudian di muka bumi ini (bukan hanya dengan ukuran satu komplek perumahan atau satu kampung atau satu kaum atau satu negara).
Orang-orang terdahulu kebanyakannya sesat, orang-orang sekarang juga kebanyakannya sesat, dan orang-orang yang akan datang pun kebanyakannya sesat.
Ibnu Katsir رحمه الله di dalam tafsirnya menyebutkan :
“Allah memberitahukan perihal kebanyakan penduduk bumi dari kalangan bani Adam bahwa mereka dalam keadaan sesat, seperti yang disebut dalam ayat lain, yaitu firman-Nya (yang artinya) :
“Dan sesungguhnya telah sesat sebelum mereka (Quraisy) kebanyakan dari orang-orang yang terdahulu” (Qs.Ash-Shaffat : 71) dan firman Allah yang mengatakan (yang artinya) : “Dan kebanyakan manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya” (Qs.Yusuf : 103)…” (Tafsir Ibnu Katsir Juz 8, Qs.Al-An’am:116)
Dari dulu hingga sekarang dan seterusnya, umumnya mayoritas penduduk bumi adalah bukan orang-orang beriman yang mengikut risalah kenabian (kecuali di masa-masa awal ummat manusia. Allahu A’lam). Mayoritas penduduk bumi selalu adalah orang-orang kafir (Pada masa sekarang seperti Nashrani, Yahudi, musyrikin, dan lain-lain adalah mayoritas penduduk bumi).
Jama'ah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“إِنَّ اللهَ لَا يُجْمِعُ أُمَّةِ عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللهِ مَعَ الجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ”
“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan, maka ia menyeleweng ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan:
“Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jama’ah adalah as-sawadul a’zham (mayoritas kaum muslim)“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (mayoritas kaum muslim).”
(HR.Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Ibnu Mas’ud radhiallahuanhu mewasiatkan yang artinya: ”Al-Jama’ah adalah sesuatu yang menetapi al-haq walaupun engkau seorang diri”
“Badaal islamu ghoriban wasaya’udu ghoriba kama bada’a fatuuba lil ghoroba“ ,
“Islam datang dalam keadaan asing dan akan akan kembali asing maka beruntunglah orang-orang yang asing itu”.. (Hr Ahmad)
Kalau asing ditengah-tengah orang kafir atau orang yang sesat, tentulah hal yang benar namun asing ditengah-tengah as-sawad al a’zham (mayoritas kaum muslim) maka itulah yang dimaksud keluar seperti anak panah yang meluncur dari busurnya menjadi khawarij atau orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi An Najdi yang pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham). Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda
“Sesungguhnya Islam itu pada mulanya datang dengan asing dan akan kembali dengan asing lagi seperti pada mulanya datang. Maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing”. Beliau ditanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing itu ?”. Beliau bersabda, “Mereka yang memperbaiki dikala rusaknya manusia”.
[HR. Ibnu Majah dan Thabrani]
“Orang yang asing, orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak atau orang-orang shalih di antara banyaknya orang yang buruk, orang yang menyelisihinya lebih banyak dari yang mentaatinya”.
(HR. Ahmad)
Islam pada awalnya datang dengan asing diantara manusia yang berakhlak buruk (non muslim / jahiliyah).
No comments:
Post a Comment