Sunday, 2 August 2015

Hukum Memanjangkan Pakaian Melebihi Mata Kaki?


Hukum Memanjangkan Pakaian Melebihi Mata Kaki?

Segala puji bagi Allah

Isbal (memanjangkan pakaian hingga melewati mata kaki) bagi kaum wanita tentu kita mengetahui akan kebolehannya.

Dan isbal bagi kaum pria jika dilakukan untuk menyombongkan diri tentu kita sudah mengetahui akan keharamannya.

Dari Ibnu Umar ia berkata, "Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, 'Siapa yang memanjangkan pakaiannya (hingga melewati mata kaki) karena sombong, maka Allah tidak akan melihat kepadanya di hari kiamat. " Maka Ummu Salamah pun bertanya, "Lantas bagaimana yang harus diperbuat oleh para wanita terhadap ujung-ujung pakaian mereka? " Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab, "Hendaknya mereka memanjangkannya sejengkal. " Ummu Salamah berkata, "Kalau begitu telapak kaki mereka akan terlihat (ketika sedang berjalan). " Beliau صلى الله عليه وسلم pun bersabda, "Kalau demikian, panjangkanlah sehasta dan tidak boleh lebih dari itu. " (HR. Tirmidzi no. 1731 dan An-Nasai no. 5336)

Jika seorang pria menjulurkan pakaiannya sampai melewati mata kaki untuk tujuan menyombongkan diri, maka itu diharamkan, tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Bahkan, perbuatan itu termasuk dosa besar.

Adapun isbal (menjulurkan pakaian sampai melewati mata kaki) tanpa maksud menyombongkan diri, maka dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama menjadi 3 pendapat: haram, makruh dan boleh.

Jumhur ulama dari 4 madzhab berpendapat tidak haram. Dan berikut ini sebagian perkataan ulama madzhab tentang hal tersebut:

Adapun ulama dari kalangan hanbali mereka menyatakan akan ketidakharaman itu.

Disebutkan dalam Al-Iqna'(1/139): "Dibenci (makruh) pakaian seorang pria melebihi mata kaki tanpa ada kebutuhan. " diringkas dari Al-Iqna'

Berkata Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (2/298): "Dibenci memakai pakaian melebihi mata kaki, baik itu gamis, izar (sejenis sarung), atau celana. Jika melakukan itu untuk menyombongkan diri, maka itu haram. "

Berkata Ibnu Muflih dalam Al-Adab Asy-Syar'iyyah (3/521): "Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah memilih pendapat tidak diharamkan isbal. Dan beliau tidak menyinggung tentang makruh atau tidaknya. " Lihat Syarh Al-Umdah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal. 361-362

Ibnu Muflih dalam Al-Adab Asy-Syar'iyyah (3/521) menyebutkan, "Abu Hanifah رَحِمَهُ اللَّهُ memakai kain rida yang indah dan menyeretnya di tanah. Ada yang berkata kepadanya, 'Bukankah kita sudah dilarang melakukan itu? Beliau menjawab, 'Yang demikian untuk orang yang melakukannya karena sombong. Sedangkan kita bukan termasuk orang yang demikian. " (Lihat Al-Fatawa Al-Hindiyyah: 5/333)

Adapun ulama Syafi'iyyah menegaskan bahwa isbal tidaklah haram kecuali jika untuk menyombongkan diri.

Berkata Imam Asy-Syafi'I sebagaimana dinukilkan oleh An-Nawawi dalam Al-Majmu' (3/177): "Tidak boleh isbal karena sombong baik dalam shalat maupun di luar shalat. Adapun isbal tanpa kesombongan di dalam shalat, maka itu ringan, berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم kepada Abu Bakar. Dan Abu Bakar رضى الله عنه berkata kepada beliau,'Sesungguhnya izarku jatuh dari celah pakaianku. ' Beliau pun bersabda, 'Engkau bukan termasuk mereka (orang-orang yang menjulurkan pakaian melewati mata kaki karena kesombongan). "

Imam An-Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim (14/62): "Tidak boleh menjulurkan pakaian melewati mata kaki jika maksudnya untuk menyombongkan diri. Adapun jika melakukannya tanpa kesombongan, maka itu makruh. Lahiriah hadits yang mengikat isbal dengan kesombongan, menunjukkan bahwa yang diharamkan adalah jika isbal itu karena kesombongan. Demikianlah Asy-Syafi'I menyebutkan perbedaan tentang hal itu. "

Namun sebagian ulama Syafi'iyyah seperti Adz-Dzahabi dan Al-Hafizh Ibnu Hajar memilih pendapat akan haramnya isbal.

Berkata Adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam An-Nubala (3/234) ketika membantah orang yang menjulurkan pakaiannya melewati mata kaki dan beralasan, "Saya tidak sombong. ". Beliau (Adz-Dzahabi) berkata, "Engkau akan melihatnya sombong, merasa dirinya bebas dari kebodohan dan mengambil nash umum yang tidak terikat lalu dikhususkan dengan hadits lain yang bermakna sombong. Ia mencari keringanan dengan perkataan Abu Bakar Ash-Shiddiq, 'Sesungguhnya izarku terjulur wahai Rasulullah. ' Beliau pun bersabda, 'Engkau bukan orang yang melakukan itu karena sombong wahai Abu Bakar. ' Kami (Adz-Dzahabi) katakan, 'Abu Bakar tidak mengikat izarnya sehingga melewati mata kaki atau tidak. Bahkan ia mengikatnya di atas mata kaki lalu setelah itu terjulur (tanpa disengaja). Sungguh, Nabi عليه السلام telah bersabda, 'Pakaian seorang mukmin itu sampai setengah betis. Tidak mengapa jika kainnya antara itu dengan mata kaki. " masuk ke dalam larangan ini adalah orang yang memanjangkan celananya sampai menutupi mata kakinya dan termasuk di antaranya yaitu panjang lengan baju  yang berlebihan. Seluruh perbuatan ini termasuk kesombongan yang tersimpan di hati. "

Adapun Malikiyyah, sebagian mereka berpendapat haramnya menjulurkan pakaian melebihi mata kaki, seperti Ibnul Arabi dan Al-Qurafi.

Berkata Ibnul Arabi dalam Aridhatul Ahwadzi (7/238): "Tidak boleh seorang pria membiarkan pakaiannya melewati mata kakinya dan berkata, 'Saya tidak sombong melakukan ini. ' sebab, larangan dalam hadits mencakup itu dari sisi lafazh dan juga mencakup sebabnya. Dan tidak boleh jika lafazh suatu nash mencakup hukum, lalu ada yang berkata, 'Sesungguhnya aku bukan termasuk orang yang melakukan itu karena ilat (sebab) itu tidak ada padaku. " sebab, itu menyelisihi syariat dan klaim yang tidak bisa diterima. Bahkan, termasuk kesombongannya yaitu ia memanjangkan pakaian dan izar(sejenis sarung)nya. Kedustaannya bisa diketahui dalam hal ini secara pasti. "

Para ulama Malikiyah yang lain berpendapat bahwa isbal itu makruh bukan haram.

Berkata Al-Hafzh Ibnu AbdilBarr dalam At-Tamhid (3/244): "Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang menjulurkan pakaiannya melewati mata kaki tanpa ada kesombongan, tidak terkena ancaman yang disebutkan hadits tadi. Hanya saja menjulurkan pakaian sampai melewati mata kaki, baik itu pada kain izar, gamis atau pakaian lainnya, bagaimana pun itu tetaplah tercela. "





No comments:

Post a Comment