Thursday 27 November 2014

For Evil To Triumph, Good Men Do Nothing

Najib Tun Abdul Razak
PM Malaysia:

"Benarlah cendekiawan menyebut, ‘for evil to triumph, good men do nothing’. Malah menurut para ilmuwan, kata-kata ini boleh disesuaikan dengan beberapa hadis antaranya oleh hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud.

"Maksudnya, sekalipun kita di pihak yang benar, tapi jik hanya duduk berdiam dan tidak melakukan apa-apa, musuh akan bermaharajalela dan makin menjadi-jadi," katanya.

Friday 21 November 2014

Tafsir Surah Asy Syu'araa

TAFSIR   SURAT   ASY  SYU’ARAA : ( 51-52 )

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلّمَهُ اللّهُ إِلاّ وَحْياً أَوْ مِن وَرَآءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَآءُ إِنّهُ عَلِيّ حَكِيمٌ‏ 
‏Artinya:”Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”(Asy-Syura : 51)

          
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحاً مّنْ أَمْرِنَا مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلاَ الإِيمَانُ وَلَـَكِن جَعَلْنَاهُ نُوراً نّهْدِي بِهِ مَن نّشَآءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنّكَ لَتَهْدِيَ إِلَىَ صِرَاطٍ مّسْتَقِيمٍ‏
Artinya: “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”  (Asy-Syura : 52)

            Surat as-Shura ayat di atas menceritakan tentang ragamnya wahyu turun kepada Nabi saw.[1] Inilah tingkat penurunan wahyu dari sisi Allah kepada hamba-hambanya. Dalam proses penurunannya, bahwasanya kadang-kadang Allah dengan menghembuskan isi wahyu itu ke dada seorang Nabi,[2]. sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiban :  
ان روح القدس نفث في روعي : أن نفسا لن تموت حتي تستكمل رزقها وأجلها ,  فاتقوا الله وأجملوا في الطلب
Artinya : “Sesungguhnya  ruh qudus (Jibril) telah menghembuskan wahyu ke dadaku, bahwasanya seseorang tidak akan mati sebelum menerima lengkap rezeki dan ajalnya, maka bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah dan sederhanakanlah dalam permohonan.”

Sebab an-Nuzul ayat di atas berkenaan dengan perkataan Yahudi terhadap Nabi saw. Seorang Yahudi berkata kepada Nabi  saw.,

“Hai Nabi bagaimana caramu  dapat berbicara dan melihat Allah, jika kamu seorang Nabi, sebagaimana berbicanya dan melihatnya Musa kepada Allah.  Sesungguhnya kami tidak akan beriman kepadamu hingga kamu mengerjakan yang demikian itu.”   Lalu turunlah ayat surat as-Sura ayat ke 51 tersebut.[3]

Firman Allah (wa maa kaana libasyarin ayyukallimahullahu illa wahyan) menurut mujahid hembusan yang dihumbuskan pada hati Nabi saw. yang berbentuk ilham, atau ada kalanya melihat langsung di dalam tidurnya.[4]

Firman Allah (au miuwaraai hijaabin) atau di belakang tabir sebagaimana Musa as. Berbicara dengan Tuhannya.  (au yursala rasulan) dengan mengutus seorang utusan, seperti pengutusan Jibril as. kepada Musa as. [5]

Firman Allah (fayuhaa biidnihi maa yasyaa) ) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.  Menurut Ibnu ‘Abbas, Jibril turun untuk menyampaikan wahyu Tuhan kepada para Nabi, di antara mereka tidak bisa melihat Jibril kecuali Nabi Muhammad saw., ‘Isa, Musa, Zakaria.  Adapun selain mereka berempat dalam proses penurunan wahyu melalui ilham di dalam tidur mereka. [6]

Firman Allah (innahu ‘aliyyun hakiim) sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.  Dalam ayat ini Allah memuji dirinya sendiri , karena memiliki ketinggian melampai segala sesuatu yang ada dan memiliki kebijaksanaan di dalam mengatur ciptaannya.[7]

Firman Allah (wa kadhalika au haina ilaika ruuhanmin amrina) Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu dengan perintah Kami.  Sebagaimana Allah mewahyukan kepada seluruh rasul-Nya, demikian pula Allah mewahyukan (al-Qur'an) kepada Muhammad beserta rahmad-Nya. [8]  Seputar makna ruhan pada ayat diatas, para ulama berbeda pendapat, di antara pendapat mereka adalah ruhan bermakna kenabian, rahmad dari Allah, wahyu, kitab, Jibril, dan al-Qur'an.[9]
Firman Allah (ma kunta tadri malkitabu walal iimaanu) Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu.  Sebelum adanya wahyu Tuhan kepada Nabi Muhammad saw., beliau tidak mengetahui kitab apapun dan keimanan.[10]

Firman Allah (walaakin ja’alnaahu nuuran) tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya.  Allah menciptakan al-Qur'an sebagai kitab pedoman yang memberikan penerangan untuk seluruh manusia.  Al-Qur'an menerangi dengan penerangan yang telah Allah jelaskan di dalamnya, supaya umat manusia mengarah pada kehidupan yang benar.[11]

Firman Allah (nahdii bihii mayyasyaau min ‘abdinaa) Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami (yang bertaqwa)[12].  Allah memberi petunjuk kepada para hambanya dengan al-Qur'an.  Petunjuk itu hanya kepada para hamba-Nya yang dikehendaki dengan memberikan hidayah untuk menuju jalan yang benar.[13]

Firman Allah (wa innaka latahdii ilaa shiraathal mustaqiim) Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.  Dalam ayat ini Allah menerangkan kepada Nabi Muhammad saw., seakan-akan Tuhan berkata kepada Nabi Muhammad saw. “Wahai Muhammad engkau benar-benar memberi petunjuk (berda’wah) menuju jalan yang lurus kepada hamba-hamba-Ku (yaitu agama Islam).[14]

Jadi dari uraian tafsir surat as-Sura ayat 51-52 adalah, ada kalanya isi wahyu Allah diterima langsung oleh seorang Nabi dengan hanya mendengar kalam Ilahi tanpa dapat melihatnya sebagaimana telah dialami oleh Nabi Musa di atas Thur Sina.[15]

Allah dapat pula menurunkan wahyunya kepada seorang Rasul dengan mengutus seorang malaikat, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Muhammad saw. tatkala didatangi oleh malaikat jibril yang menjelma sebagai seorang pria untuk menyampaikan wahyu Allah kepadanya.[16]

Selanjutnya, Allah berfirman, “Dan demikianlah Kami telah menurunkan kepadamu hai Muhammad, wahyu al-Qur'an yang merupakan cahaya bagimu untuk memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Ku ke jalan yang lurus, jalan yang dikehendaki dan diridhai Allah, Tuhan yang memiliki kerajaan langit dan bumi dan kepadanya kembali segala urusan.[17]

Sunday 16 November 2014

Tafsir ayat istiwa

Ibnu katsir membungkam wahhaby (2) : Tafsir ayat “istiwa”

Bagaimana cara ulama ahli sunnah waljamaah dalam memahami masalah asma wa sifat atau yang sering di sebut dngan ayat-aya dan hadit-haditst sifat?ayat-ayat sifat disini adalah ayat Alquran atau Hadits Nabi yang menyebutkan tentang aggota tubuh seperti mata ,tangan,naik turun yang di sandarkan kepada Allah dll yang jika salah dalam memahamimya seseorang bisa masuk dalam kesesatan aqidah mujassimah(yang megatakan bahwa Allah SWT mempunyai aggota badan yang menyerupai dengan hambanya).Atau akan terjerumus dalam ta’thil (yang menolak sifat-sifat Allah SWT ).Begitu penting dan bahaya permasalahan ini maka ulama benar-benar telah membahasnya dengan detail dan rinci agar ummat ini tidak salah dalam memahami ayat –ayat dan hadits-hadits sifat .

Ada dua catara yang di ambil oleh ulama ahli sunnah waljamaah dalam memahami ayat-ayat sifat ini :

Pertama adala tafwidh, maksudnuya menyerahkan pemahaman makna tersebut kepada Allah SWT karena khawatir jika di fahami sesuai dhohir lafatnya akan merusak aqidah. Misanya disaat Allah menyebut tangan yang di nisbatkan kepada Allah, maka maknanya tidak di bahas akan tetapi dilalui dan diserahkan kepada Allah SWT.   Ibnu katsir adalah salah satu ulama yang menggunkan methode ini.

Kedua adalah dengan cara mentakwili ayat tersebut dengan makna yang ada melalaui dalil lain. Seperti tangan Allah di artikan dengan kekuasaan Allah yang memang makna kekuasaa itu sendiri di tetapkan dengan dalil yang pasti dari Alquran dan hadits.

Perhatian

1-Dua cara ini yakni attafwid dan attakwil adalah cara yang di ambil oleh ulama salaf dan kholaf,sungguh tidak benar jika tafwid adalah metode tyang di ambil oleh ulama salaf dan ta’wil adalah yang di ambil oleh ulama kholaf saja.

2-Ada sekelompok orang di akhir zaman ini menfitnah para ulama terdahulu(salaf) dan menyebut mereka sebagai ahli bidah dan sesat karena telah mentakwili ayat-ayat sifat ini.maka kelompok yang membid’ahkan ulama terdahulu karena takwil ,sungguh mereka adalah orang –orang yang tidak mengerti bagaimana mentakwil dan mereka uga tidak kenal dengan benar dengan ulama terdahulu karena banyak riwayat ta’wil yang dating dari para salaf..

3-ada sekelompok orang yang menyebut diri mereka sebagai ahli tafwid akan tetapi telah terjerumus dam kesesatan takwil yang tidak mereka sadari.misalnya disaat mereka mengatakan bahwa Allah berada di atas ‘ars ,mereka mengatakan tidak boleh ayat tentang keberadaan Allah di ars ini di ta’wili.akan tetapi dengan tidak di sadari mereka menjelaskan keberadan Allah di ars dengan penjelasan bahwa ars adlah makhluq terbesar(seperti bola dan semua mkhluk yang lain di dalamnya.kemudian mereka mengatakkan dan Allah swt berada di atas Arsy nag besar itu di tempat yang namany makan ‘adami(tempat yang tidak ada).Lihat dari mana mereka mengatakan ini semua. Itu adalah takwil fasid dan ba’id(takwil salah mereka yang jauh dari kebenaran.

Adapun ulama ahli kebenaran, ayat tentang Allah dan ars,para ahli tafwid menyerahkan pemahaman maknanya kepada Allah swt,adapu ahli ta’wil mengatakan Alah menguasai Ars dan tidaklah salah karena memang Allah dzat yang maha kuasa terhadap makhluk terbesar Ars, sebab memang Allah maha kuasa terhadap segala sesuatu.wallhu a’lam bishshowab

A.  Tafsir Ayat Mutasyabihat ISTIWA

I. Tafsir Makna istiwa Menurut Kitab Tafsir Mu’tabar
lihat dalam tafsir berikut :

1. Tafsir Ibnu katsir menolak makna dhahir (lihat surat al -a’raf ayat 54, jilid 2 halaman 295)

Tarjamahannya (lihat bagian yang di line merah)  :

{kemudian beristawa kepada arsy} maka manusia pada bagian ini banyak sekali perbedaan pendapat , tidak ada yang memerincikan makna (membuka/menjelaskannya)  (lafadz istiwa) dan sesungguhnya kami menempuh dalam bagian ini seperti apa yang dilakukan salafushalih, imam malik, imam auza’I dan imam atsuri, allaits bin sa’ad dan syafi’I dan ahmad dan ishaq bin rawahaih dan selainnya dan ulama-ulama islam masa lalu dan masa sekarang. Dan lafadz (istawa) tidak ada yang memerincikan maknanya seperti yang datang tanpa takyif (memerincikan bagaimananya) dan tanpa tasybih (penyerupaan dgn makhluq) dan tanpa ta’thil(menafikan)  dan (memaknai lafadz istiwa dengan)  makna dhahir yang difahami (menjerumuskan) kepada pemahaman golongan musyabih yang menafikan dari (sifat Allah)  yaitu Allah tidak serupa dengan makhluqnya…”

Wahai mujasimmah wahhaby!!

lihatlah ibnu katsir melarang memaknai ayat mutasyabihat  dengan makana dhohir karena itu adalah pemahaman mujasimmah musyabihah!

bertaubatlah dari memaknai semua ayat mutasyabihat dengan makna dhahir!!

Kemudian Ibnu katsir melanjutkan lagi :

““Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” [al-Syura: 11]. Bahkan perkaranya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh para imam, diantaranya Nu’aim bin Hammad al-Khuza’i, guru al-Bukhari, ia berkata: “Siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, ia telah kafir, dan siapa yang mengingkari apa yang Allah mensifati diri-Nya, maka ia kafir, dan bukanlah termasuk tasybih (penyerupaan) orang yang menetapkan bagi Allah Ta’ala apa yang Dia mensifati diri-Nya dan Rasul-Nya dari apa yang telah datang dengannya ayat-ayat yang sharih (jelas/ayat muhkamat) dan berita-berita (hadits) yang shahih dengan (pengertian) sesuai dengan keagungan Allah dan menafikan dari Allah sifat-sifat yang kurang; berarti ia telah menempuh hidayah.”

Inilah selengkapnya dari penjelasan Ibnu Katsir.Berdasarkan penjelasan ibnu katsir :

- Ayat mutasyabihat harus di tafsir dengan ayat syarif (ayat muhkamat) atau ayat yang jelas maknanya/Bukan ayat mutasyabihat!! Tidak seperti wahhaby yang menggunakan ayat mutasyabihat utk mentafsir ayat mutasyabihat yang lain!!!! ini adalah kesesatan yang nyata!

- ibnu katsir mengakui ayat ‘istiwa’ adalah ayat mutasyabihat yang tidak boleh memegang makna dhahir dari ayat mutasyabihat tapi mengartikannya dengan ayat dan hadis yang – jadi ibnu katsir tidak memperincikan maknanya tapi juga tidak mengambil makna dhahir ayat tersebut.

- disitu imam ibnu katsir, imam Bukhari dan imam ahlsunnah lainnya  tidak melarang ta’wil.

“…dan  selain mereka dari para imam kaum muslimin yang terdahulu maupun kemudian, yakni membiarkan (lafadz)nya seperti apa yang telah datang (maksudnya tanpa memperincikan maknanya)tanpa takyif  (bagaimana, gambaran), tanpa tasybih (penyerupaan), dan tanpa ta’thil (menafikan)….”

sedangkan wahaby melarang melakukan tanwil!

2.    Sekarang akan disebutkan sebahagian penafsiran lafaz istawa dalam surah ar Ra’d:

1- Tafsir al Qurtubi

(ثم استوى على العرش ) dengan makna penjagaan dan penguasaan

2- Tafsir al-Jalalain

(ثم استوى على العرش ) istiwa yang layak bagi Nya

3- Tafsir an-Nasafi Maknanya:

makna ( ثم استوى على العرش) adalah menguasai Ini adalah sebahagian dari tafsiran , tetapi banyak lagi tafsiran-tafsiran ulamak Ahlu Sunnah yang lain…

4- Tafsir Ibnu Kathir , darussalam -riyadh, Jilid 2 , halaman 657, surat ara’ad ayat 2):

(ثم استوى على العرش ) telah dijelaskan maknanya sepertimana pada tafsirnya surah al Araf,  sesungguhnya ia ditafsirkan sebagaimana lafadznya yang datang (tanpa memrincikan maknanya) tanpa kaifiat(bentuk) dan penyamaan, tanpa permisalan, maha tinggi

Disini Ibnu Katsir mengunakan ta’wil ijtimalliy iaitu ta’wilan yang dilakukan secara umum dengan menafikan makna zahir nas al-Mutasyabihat tanpa diperincikan maknanya.

II. Makna istiwa yang dikenal dalam bahasa arab dan dalam kitab-kitab Ulama salaf

Di dalam kamus-kamus arab yang ditulis oleh ulama’ Ahlu Sunnah telah menjelaskan istiwa datang dengan banyak makna, diantaranya:

1-masak (boleh di makan) contoh:

قد استوى الطعام—–قد استوى التفاح maknanya: makanan telah masak—buah epal telah masak

2- التمام: sempurna, lengkap

3- الاعتدال : lurus

4- جلس: duduk / bersemayam,

contoh: – استوى الطالب على الكرسي : pelajar duduk atas kerusi -استوى الملك على السرير : raja bersemayam di atas katil

5- استولى : menguasai,

contoh: قد استوى بشر على العراق من غير سيف ودم مهراق

Maknanya: Bisyr telah menguasai Iraq, tanpa menggunakan pedang dan penumpahan darah.

Al Hafiz Abu Bakar bin Arabi telah menjelaskan istiwa mempunyai hampir 15 makna, diantaranya: tetap,sempurna lurus menguasai, tinggi dan lain-lain lagi, dan banyak lagi maknannya. Sila rujuk qamus misbahul munir, mukhtar al-Sihah, lisanul arab, mukjam al-Buldan, dan banyak lagi. Yang menjadi masalahnya, kenapa si penulis memilih makna bersemayam. Adakah makna bersemayam itu layak bagi Allah?, apakah dia tidak tahu bersemayam itu adalah sifat makhluk? Adakah si penulis ini tidak mengatahui bahawa siapa yang menyamakan Allah dengan salah satu sifat daripada sifat makhluk maka dia telah kafir?

sepertimana kata salah seorang ulama’ Salaf Imam at Tohawi (wafat 321 hijrah):

ومن وصف الله بمعنى من معانى البشر فقد كفر

Maknanya: barang siapa yang menyifatkan Allah dengan salah satu sifat dari sifat-sifat manusia maka dia telah kafir. Kemudian ulama’-ulama’ Ahlu Sunnah telah menafsirkan istiwa yang terkandung di dalam Al quran dengan makna menguasai arasy kerana arasy adalah makhluk yang paling besar, oleh itu ia disebutkan dalam al Quran untuk menunjukkan kekuasaan Allah subhanahu wata’ala sepertimana kata-kata Saidina Ali yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Mansur al-Tamimi dalam kitabnya At-Tabsiroh:

ان الله تعالى خلق العرش اظهارا لقدرته ولم يتخذه مكان لذاته

Maknanya: Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mencipta al-arasy untuk menzohirkan kekuasaanya, bukannya untuk menjadikan ia tempat bagi Nya.

Allah ada tanpa tempat dan arah adalah aqidah salaf yang lurus.

III. Hukum Orang yang meyakini Tajsim; bahwa Allah adalah Benda

*Bersemayam yang bererti Duduk adalah sifat yang tidak layak bagi Allah dan Allah tidak pernah menyatakan demikian, begitu juga NabiNya. Az-Zahabi adalah Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Uthman bin Qaymaz bin Abdullah ( 673-748H ). Pengarang kitab Siyar An-Nubala’ dan kitab-kitab lain termasuk Al-Kabair.Az-Zahabi mengkafirkan akidah Allah Duduk sepertimana yang telah dinyatakan olehnya sendiri di dalam kitabnya berjudul Kitab Al-Kabair. Demikian teks Az-Zahabi kafirkan akidah “ Allah Bersemayam/Duduk” :Nama kitab: Al-Kabair.
Pengarang: Al-Hafiz Az-Zahabi.
Cetakan: Muassasah Al-Kitab Athaqofah,cetakan pertama 1410h.Terjemahan.

Berkata Al-Hafiz Az-Zahabi:

“Faidah, perkataan manusia yang dihukum kufur jelas terkeluar dari Islam oleh para ulama adalah: …sekiranya seseorang itu menyatakan: Allah Duduk untuk menetap atau katanya Allah Berdiri untuk menetap maka dia telah jatuh KAFIR”. Rujuk scan kitab tersebut di atas m/s 142.

Syekh Ibn Hajar al Haytami (W. 974 H) dalam al Minhaj al
Qawim h. 64, mengatakan:

“Ketahuilah bahwasanya al Qarafi dan lainnya meriwayatkan perkataan asy-Syafi’i, Malik, Ahmad dan Abu Hanifah – semoga Allah meridlai mereka- mengenai pengkafiran mereka terhadap orangorang yang mengatakan bahwa Allah di suatu arah dan dia adalah benda, mereka pantas dengan predikat tersebut (kekufuran)”.

Al Imam Ahmad ibn Hanbal –semoga Allah meridlainyamengatakan:
“Barang siapa yang mengatakan Allah adalah benda, tidak seperti benda-benda maka ia telah kafir” (dinukil oleh Badr ad-Din az-Zarkasyi (W. 794 H), seorang ahli hadits dan fiqh bermadzhab Syafi’i dalam kitab Tasynif al Masami’ dari pengarang kitab al Khishal dari kalangan pengikut madzhab Hanbali dari al Imam Ahmad ibn Hanbal).

Al Imam Abu al Hasan al Asy’ari dalam karyanya an-Nawadir mengatakan : “Barang siapa yang berkeyakinan bahwa Allah adalah benda maka ia telah kafir, tidak mengetahui Tuhannya”.

As-Salaf ash-Shalih Mensucikan Allah dari Hadd, Anggota badan, Tempat, Arah dan Semua Sifat-sifat Makhluk

Al Imam Abu Ja’far ath-Thahawi -semoga Allah meridlainya- (227-321 H) berkata:

“Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya). Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang) tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut”.

Perkataan al Imam Abu Ja’far ath-Thahawi di atas merupakan Ijma’ (konsensus) para sahabat dan Salaf (orang-orang yang hidup pada tiga abad pertama hijriyah).

III.  ulamak 4 mazhab tentang aqidah

1- Imam Abu hanifah:

لايشبه شيئا من الأشياء من خلقه ولا يشبهه شيء من خلقه

Maknanya:: (Allah) tidak menyerupai sesuatu pun daripada makhlukNya, dan tidak ada sesuatu makhluk pun yang menyerupaiNya.Kitab Fiqh al Akbar, karangan Imam Abu Hanifah, muka surat 1.

IMAM ABU HANIFAH TOLAK AKIDAH SESAT “ ALLAH BERSEMAYAM/DUDUK/BERTEMPAT ATAS ARASY.

Demikian dibawah ini teks terjemahan nas Imam Abu Hanifah dalam hal tersebut ( Rujuk kitab asal sepertimana yang telah di scan di atas) :

“ Berkata Imam Abu Hanifah: Dan kami ( ulama Islam ) mengakui bahawa Allah ta’al ber istawa atas Arasy tanpa Dia memerlukan kepada Arasy dan Dia tidak bertetap di atas Arasy, Dialah menjaga Arasy dan selain Arasy tanpa memerlukan Arasy, sekiranya dikatakan Allah memerlukan kepada yang lain sudah pasti Dia tidak mampu mencipta Allah ini dan tidak mampu mentadbirnya sepeti jua makhluk-makhluk, kalaulah Allah memerlukan sifat duduk dan bertempat maka sebelum diciptaArasy dimanakah Dia? Maha suci Allah dari yang demikian”. Tamat terjemahan daripada kenyatan Imam Abu Hanifah dari kitab Wasiat.

Amat jelas di atas bahawa akidah ulama Salaf sebenarnya yang telah dinyatakan oleh Imam Abu Hanifah adalah menafikan sifat bersemayam(duduk) Allah di atas Arasy.

Semoga Mujassimah diberi hidayah sebelum mati dengan mengucap dua kalimah syahadah kembali kepada Islam.

2-Imam Syafie:

انه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على صفته الأزلية كما كان قبل خلقه المكان لايجوز عليه التغيير

Maknanya: sesungguhnya Dia Ta’ala ada (dari azali) dan tempat belum dicipta lagi, kemudian Allah mencipta tempat dan Dia tetap dengan sifatnnya yang azali itu seperti mana sebelum terciptanya tempat, tidak harus ke atas Allah perubahan. Dinuqilkan oleh Imam Al-Zabidi dalam kitabnya Ithaf al-Sadatil Muttaqin jilid 2 muka surat 23

3-Imam Ahmad bin Hanbal :

-استوى كما اخبر لا كما يخطر للبشر

Maknanya: Dia (Allah) istawa sepertimana Dia khabarkan (di dalam al Quran), bukannya seperti yang terlintas di fikiran manusia. Dinuqilkan oleh Imam al-Rifae dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, dan juga al-Husoni dalam kitabnya Dafu’ syubh man syabbaha Wa Tamarrad.

وما اشتهر بين جهلة المنسوبين الى هذا الامام المجتهد من أنه -قائل بشىء من الجهة أو نحوها فكذب وبهتان وافتراء عليه

Maknanya: dan apa yang telah masyhur di kalangan orang-orang jahil yang menisbahkan diri mereka pada Imam Mujtahid ini (Ahmad bin Hanbal) bahawa dia ada mengatakan tentang (Allah) berada di arah atau seumpamanya, maka itu adalah pendustaan dan kepalsuan ke atasnya(Imam Ahmad) Kitab Fatawa Hadisiah karangan Ibn Hajar al- Haitami

4- Imam Malik :

الاستواء غير المجهول والكيف غير المعقول والايمان به واجب و السؤال عنه بدعة

Maknannya: Kalimah istiwa’ tidak majhul (diketahui dalam al quran) dan kaif(bentuk) tidak diterima aqal, dan iman dengannya wajib, dan soal tentangnya bidaah.

lihat disini : imam malik hanya menulis kata istiwa (لاستواء) bukan memberikan makna dhahir  jalasa atau duduk atau bersemayam atau bertempat (istiqrar)…..

Bersambung ….

https://salafytobat.wordpress.com

Makna Ayat mengikut kebanyakan orang

Makna mengikut kebanyakan orang

Posted on Februari 12, 2013 by Al-Faqir
Makna mengikuti kebanyakan orang dalam Qs.Al-An-am : 116

بسم الله الرحمن الرحيم
إنَّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله. فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد ، وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار .

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada Rasulullah
صلي الله عليه وسلم Wa Ba’du :

Allah سبحانه و تعالي berfirman :

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ

“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Qs.Al-An’Am : 116)

Ayat Allah ini adalah ayat yang sangat populer di kalangan ahlul-bid’ah eksklusif mulai dari LDII, NII KW9 dan firqoh/sekte abu hamzah hingga kaum inkarus-sunnah (Qur’aniyyun). Dengan ayat ini mereka meyakin-yakinkan diri mereka supaya jangan mengikuti “kebanyakan” orang, karena orang banyak itu adalah orang-orang sesat.
LDII meyakini bahwa merekalah orang-orang yang benar yang jumlahnya hanya sedikit, sedangkan di luar mereka adalah orang banyak yang semuanya sesat. Keyakinan LDII ini ditentang keras oleh NII KW9 dan sekte abu hamzah.
NII KW9 menganggap justeru merekalah orang-orang yang benar yang jumlahnya memang sedikit itu, sedangkan orang-orang di luar mereka yang jumlahnya banyak adalah orang-orang kafir, termasuk LDII dan sekte abu hamzah. Anggapan NII KW9 ini tentu saja dibantah mentah-mentah oleh LDII dan sekte abu hamzah.
Sekte abu hamzah justeru menganggap bahwa hanya merekalah orang-orang yang beriman yang jumlahnya hanya sedikit itu, sedangkan di luar kelompok mereka yang jumlahnya banyak adalah orang-orang umum (orang kebanyakan) yang sesat dan kafir, termasuk LDII dan NII KW9.

Demikianlah, mereka masing-masing merasa sebagai yang sedikit dan mereka masing-masing merasa sebagai yang benar.

Apakah masih ada kelompok ‘Islam’ lain yang jumlahnya lebih sedikit lagi dari mereka?

Ada…

Yaitu kelompok yang dicetuskan oleh orang yang mengaku sebagai Nabi di Jawa dan Kalimantan dan sebuah kelompok di Jakarta yang membolehkan tukar-tukar pasangan. Pengikutnya hanya beberapa orang.
Apakah berarti mereka ini adalah orang-orang yang lebih lurus dan lebih benar lagi karena mereka jauh lebih sedikit jumlahnya dan (lebih) tidak seperti kebanyakan orang?

Tafsir Qs.Al-An’am : 116

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ

“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Qs.Al-An’Am : 116)

Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang kafir yang membantah Rasul dan orang-orang beriman tentang memakan bangkai. Mereka berkata : “Mengapa kalian memakan (binatang) yang kalian bunuh (sembelih) dan tidak memakan (binatang) yang dibunuh Allah secara langsung (maksudnya yang mati tidak disembelih orang, yaitu bangkai)?
Maka Allah berfirman : “Dan jika kamu menaati kebanyakan orang-orang yang ada dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah” yaitu jika kamu mentaati mereka dengan memakan bangkai, sungguh mereka telah menyesatkan kamu dari jalan Allah. (Tafsir Al-Baghawi, Juz 3, hal.181).

Dalam ayat ini Allah menggunakan bentuk mufrod (tunggal) untuk “kamu” yang berarti bahwa secara makna asalnya ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم . Jika Nabi mengikuti kebanyakan orang maka kebanyakan orang itu akan menyesatkan Nabi dari jalan Allah yang telah ditempuhnya. Sampai di sini maka haruslah jelas dulu bahwa sisi tinjau “jalan Allah”nya itu adalah jalan Allah yang telah ditempuh oleh Nabi صلي الله عليه وسلم , bukan ‘jalan Allah’ yang ditempuh oleh firqoh-firqoh yang justeru menyelisihi cara-cara yang telah ditempuh oleh Nabi.

Banyaknya orang memang bukan patokan suatu kebenaran.

As-Sa’di رحمه الله mengatakan di dalam tafsirnya : “Ayat ini menjelaskan bahwa kebenaran itu bukan karena banyak pendukungnya, dan kebathilan itu bukan karena orang yang mengerjakannya sedikit. Kenyataannya (memang) yang mengikuti kebenaran hanya sedikit, sedangkan yang mengikuti kemungkaran banyak sekali. (Tetapi) kewajiban bagi umat Islam adalah mengetahui yang benar dan yang bathil, lihatlah jalan yang ditempuh.” (Tafsir Kariimir-Rahman 1/270)

Akan tetapi orang yang sedikit bukan pula jaminan bahwa itu sudah pasti berada di atas kebenaran.

Makna أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ (kebanyakan orang di muka bumi) adalah manusia kebanyakan (mayoritas) baik pada masa dahulu maupun yang terkemudian di muka bumi ini (bukan hanya dengan ukuran satu komplek perumahan atau satu kampung atau satu kaum atau satu negara).
Orang-orang terdahulu kebanyakannya sesat, orang-orang sekarang juga kebanyakannya sesat, dan orang-orang yang akan datangpun kebanyakannya sesat.

Ibnu Katsir رحمه الله di dalam tafsirnya menyebutkan :
“Allah memberitahukan perihal kebanyakan penduduk bumi dari kalangan bani Adam bahwa mereka dalam keadaan sesat, seperti yang disebut dalam ayat lain, yaitu firman-Nya (yang artinya) : “Dan sesungguhnya telah sesat sebelum mereka (Quraisy) kebanyakan dari orang-orang yang terdahulu” (Qs.Ash-Shaffat : 71) dan firman Allah yang mengatakan (yang artinya) : “Dan kebanyakan manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya” (Qs.Yusuf : 103)…” (Tafsir Ibnu Katsir Juz 8, Qs.Al-An’am:116)

Dari dulu hingga sekarang dan seterusnya, umumnya mayoritas penduduk bumi adalah bukan orang-orang beriman yang mengikut risalah kenabian (kecuali di masa-masa awal ummat manusia. Allahu A’lam). Mayoritas penduduk bumi selalu adalah orang-orang kafir (Pada masa sekarang seperti Nashrani, Yahudi, musyrikin, dan lain-lain adalah mayoritas penduduk bumi). Ini sebagaimana yang Allah sebutkan juga di ayat yang lain :

إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يُؤْمِنُونَ

“Sesungguhnya ia (al Qur’an) benar-benar dari Robbmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” (Qs.Hud : 17)

Dan bentuk kesesatan kebanyakan orang yang dimaksud di Qs.Al-An’am : 116 adalah tidak mengambil petunjuk, memperturutkan persangkaan sendiri/zhon yang bathil dan berdusta terhadap Allah (ngarang-ngarang ajaran dengan akalnya dan kemudian membantah ajaran yang didatangkan kepada Nabi yang diutus).

Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan :
“Mereka dalam kesesatannya itu tidak merasa yakin perihal mereka sendiri, melainkan mereka berada dalam dugaan (sangka-sangka) yang dusta dan perkiraan yang bathil.” (Tafsir Ibnu Katsir Juz 8, Qs.Al-An’am:116)

Ath-Thobari رحمه الله menjelaskan :
“…Dan jika kamu mentaati mereka kamu akan seperti mereka, karena mereka tidak mengajak kamu kepada petunjuk, bahkan mereka telah jatuh kepada kesesatan karena mereka hanya mengikuti dugaan (sangka-sangka) dan perkiraan belaka (tentang yang benar dan yang salah)…” (Tafsir Ath-Thobari 12/65)

Dalam ayat yang lain Allah سبحانه و تعالي berfirman :

وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ

“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak berguna sedikitpun untuk (menjadi) kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Qs.Yunus : 36)

Jadi, yang dimaksud dengan kebanyakan orang dalam Qs.Al-An’am : 116 adalah kebanyakan orang yang ada di bumi yang mempunyai pola sesat, yaitu tidak mau mengambil petunjuk, memperturutkan persangkaan sendiri/zhon yang bathil dan berdusta terhadap Allah (ngarang-ngarang ajaran dengan akalnya dan kemudian membantah ajaran yang didatangkan kepada Nabi (ini berdasarkan asbabun-nuzul ayat itu)). Pola mereka yang seperti ini membuat mereka sesat dan kafir, mendustakan kerasulan Muhammad صلي الله عليه وسلم .
Pola sesat dari kebanyakan orang di muka bumi inilah yang dilarangkan oleh Allah kepada Rasul dan juga kepada orang-orang beriman agar tidak diikuti. Jika diikuti, maka meskipun jumlahnya sedikit tetaplah dikatakan mengikuti orang kebanyakan (yaitu mengikuti pola-polanya) dan tetap bisa menjadi sesat bahkan bisa menjadi kafir…

Tanpa perlu dijelaskan lagi secara panjang lebar, sudah bisa disimpulkan tentang orang-orang yang sedikit yang ternyata malah mengikuti orang kebanyakan. Mereka itu hanya ribut-ribut sendirian padahal tidak mengerti apa yang mereka ribut-ributkan itu.
Lalu, adakah orang banyak yang mengikuti kebanyakan orang?
Tampaknya sama saja kedudukannya. Orang yang lebih banyak dari orang-orang yang sedikit itu juga dikatakan mengikuti kebanyakan orang jika dalam beragama hanya menyandarkan kepada sangka-sangka dan perkiraan bahwa ini bagus, itu jelek tanpa ada keterangan dari Allah dan RasulNya yang jelas bahwa ini memang bagus dan itu memang jelek. Bagus atau jelek dalam urusan agama bukan berdasarkan dugaan/sangkaan atau perkiraan, tapi berdasarkan hujjah yang jelas dari Allah dan Rasulnya. Allah dan RasulNya lebih tahu tentang hal itu.
Allahu A’lam.

وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ.

Al-Faqir, hamba Allah

Saturday 15 November 2014

Tafsir Golongan Engkar As Sunnah Wal Jamaah

Tafsir AL-Anam ayat 116 "Jangan Mengikuti kebanyakan manusia yang menuruti hawa nafsunya"




<a href="http://osmanisnin.files.wordpress.com/2014/10/wpid-tumblr_m5vhdnb3l51rt9uwbo1_r1_5000.jpg"><img title="tumblr_m5vhdnb3l51rt9uwbo1_r1_5000.jpg" class="alignnone size-full" alt="image" src="http://osmanisnin.files.wordpress.com/2014/10/wpid-tumblr_m5vhdnb3l51rt9uwbo1_r1_5000.jpg" /></a>

“Dan jika kamu <strong><em>menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi</em></strong> ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).”   [QS.al-An'am/6: 116]

-
Hanya karena kedangkalan ilmu agama maka manusia banyak tertipu oleh kelompok mayoritas, padahal jika manusia mengetahui tabiat manusia yang jelek pasti mereka menyesal mengikuti mereka. Barangsiapa ingin selamat dari makar mereka, simaklah pembahasan berikut:

Makna Ayat Secara Umum
Imam Abu Ja’far ath-Thobari rahimahullah berkata: “Allah azza wa jalla menjelaskan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:

Wahai Muhammad, janganlah kamu taat kepada orang yang berpaling dari agama Allah, karena mereka mengajak kamu mengikuti sesembahan mereka. Jangan kamu taati mereka ketika mengajak kamu agar makan sesembelihan yang disajikan untuk tuhan-tuhan mereka, dan yang disembelih dengan menyebut nama tuhan mereka, dan jangan kamu taati perbuatan mereka yang tersesat. Jika kamu taat kepada umumnya manusia di permukaan bumi ini, pasti mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah yang benar dan menghalangi kamu dari yang benar juga, karena pada saat itu mereka kufur dan tersesat. Dan jika kamu menaati mereka kamu akan seperti mereka, karena mereka tidak mengajak kamu kepada petunjuk, bahkan mereka telah jatuh kepada kesesatan karena mereka hanya mengikuti dugaan dan kira-kira belaka.

Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah melarang kamu yang demikian itu karena Allah lebih tahu tentang mereka daripada kamu. Wahai Muhammad, ikutilah yang Aku perintahkan kepadamu dan tinggalkan apa yang Aku larang kepadamu dan jangan kamu menaati mereka, dan jangan kamu tinggalkan larangan mereka, karena Aku lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk dan siapa yang tersesat.” [Tafsir ath-Thobari: 12/65]

Komentar Ulama Sunnah Tentang Mayoritas Umat
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Kamu jangan merasa rendah diri karena menempuh jalan yang benar walaupun sedikit orang yang menempuhnya, dan kamu jangan tertipu dengan yang bathil walaupun banyak orang yang mengamalkannya.” [Minhajul Taksis wat Taqdis fi Kasfi Syubuhat, Dawud bin Jarjis: 1/84]

Imam Baidhowi rahimahullah berkata:

<strong><em>“Yang dimaksud dengan umumnya manusia adalah orang-orang kafir atau orang-orang bodoh tentang agama atau pengikut hawa nafsu.” [Tafsir al-Baidhowi: 2/199]</em></strong>

Syaikh Abdurrohman as-Sa’di rahimahullah berkata: “Ayat ini menjelaskan bahwa kebenaran itu bukan karena banyak pendukungnya, dan kebathilan itu bukan karena orang yang mengerjakannya sedikit. Kenyataannya yang mengikuti kebenaran hanya sedikit, sedangkan yang mengikuti kemungkaran banyak sekali. Kewajiban bagi umat Islam adalah mengetahui yang benar dan bathil, lihatlah jalan yang ditempuh.” [Tafsir al-Karimur Rohman: 1/270]

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: “Orang yang berakal sehat jangan tertipu dengan kebanyakan manusia, karena kebenaran tidak ditentukan karena banyak orang yang berbuat, akan tetapi kebenaran adalah syariat Allah azza wa jalla yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [Majmu' Fatawa wa Maqolat Ibnu Baz: 1/231]

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya: “Sebagian menusia jika dilarang dari perbuatannya yang menyimpang dari ajaran syariat Islam atau menyimpang dari adab Islam berargumen umumnya manusia mengerjakannya. Jika demikian, bagaimana kita menjawabnya? Mayoritas bukanlah dasar kebenaran, karena Allah azza wa jalla berfirman (Baca QS.al-An’am/6:116 dan QS.Yusuf/12:103]. Sedangkan tolak ukur kebenaran jika Allah azza wa jalla berfirman dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, atau ulama salafush sholih yang berfatwa.” [Majmu' Fatawa wa Rosa'il, Ibnu Utsaimin: 3/103]

Selanjutnya beliau rahimahullah berkata: “Hendaknya kita tidak tertipu dengan mayoritas, karena mayoritas kada kala tersesat seperti ayat diatas (QS.al-An’am/6:116). Dari sisi lain, jika manusia tertipu dengan mayoritas sehingga dia menduga bahwa dialah yang menang, inilah penyebab manusia menjadi hina. Kamu jangan berkata: Semua manusia berbuat demikian, mengapa kami sendiri yang tidak? Kamu jangan tertipu dengan mayoritas, jangan tertipu dengan umumnya orang yang hancur akidah dan akhlaknya sehingga kamu hancur bersama mereka, dan janganlah kamu tertipu dengan orang yang sukses, sehingga kamu termasuk orang yang sombong, sehingga kamu tinggalkan golongan yang sedikit, sebab boleh jadi yang sedikit itu lebih baik dari pada yang mayoritas.” [al-Qoulul Mufid ala Kitabut Tauhid: 1/7]

Tabiat Dasar Manusia Menurut Al-Qur’an
Pada saat manusia lahir, dia suci dari dosa, karena akal dan indra mereka belum bekerja dengan sempurna. Setelah mereka dewasa dan mengenal lingkungan, terkadang mereka dikalahkan oleh hawa nafsunya sehingga dirinya menjadi hina. Berikut ini tabiat dasar manusia menurut al-Qur’an.

Tabiat-tabiat ini merupakan bukti bahwa sifat dasar manusia adalah menyimpang maka hendaknya kita mengikuti syariat Allah, bukan mengikuti mayoritas manusia.

1. Berbuat zalim
إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [QS.Ibrahim/14:34]

2. Putus asa dari rahmat Allah azza wa jalla dan berbuat kufur
إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ
“Pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.” [QS.Hud/11 :9]

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata: “Allah azza wa jalla mengabarkan tabiat manusia, dia itu bodoh lagi menganiaya diri sendiri, tatkala Allah azza wa jalla merasakan kepada mereka kesehatan, rezeki dan punya anak, lalu Allah azza wa jalla mencabutnya, tiba-triba mereka putus asa dan tidak berharap pahalanya.” [Tafsir al-Karimur Rohman: 1/278]

3. Tergesa-gesa mencari yang baik dan yang buruk
وَكَانَ الإنْسَانُ عَجُولا
“Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” [QS.al-Isro':17: 11]

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Mereka terburu-buru mencari kenikmatan dunia walaupun hanya dapat sedikit, dan lamban mencari akhirat padahal pahalanya cukup besar.” [Tafsir al-Qurthubi/10: 226]

4. Bakhil dalam beramal dan berinfak
وَكَانَ الإنْسَانُ قَتُورًا
“Dan adalah manusia itu sangat kikir.” [QS.al-Isro'/17: 100]

5. Suka membantah ajaran Islam
وَكَانَ الإنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلا
“Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” [QS.al-Kahfi/18: 54]

Ibnu Zaid rahimahullah berkata: “Manusia banyak membantah nabinya dan menolak risalah yang dibawanya.” [Tafsir ad-Durul Mansur: 6/376]

6. Sangat bodoh
إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا
“Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” [QS.al-Ahzab/33: 72]

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Manusia itu menganiaya dirinya sendiri dan sangat bodoh dengan perintah Allah dan bodoh membawa amanat.” [Tafsir al-Baghowi: 6/380]

7. Berkeluh kesah
إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” [QS.al-Ma'arij/70:19]

Berkata Syaikh Abdurrohman as-Sa’di rahimahullah: “Mereka mengeluh ketika ditimpa musibah dan enggan beramal ketika ditimpa kesenangan.” [Tafsir al-Karimur Rohman: 1/887]

8. Sangat suka berbuat maksiat
بَلْ يُرِيدُ الإنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ
“Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.” [QS.al-Qiyamah/75:5]

Ibnu Anbari rahimahullah berkata: “Manusia lebih suka berbuat jahat sepanjang umurnya dan tidak ingin bertobat dari perbuatan dosanya.” [Tafsir Fathul Qodir: 7/362]

9. Melampaui batas dari yang wajib, yang haram dan yang mubah
كَلا إِنَّ الإنْسَانَ لَيَطْغَى
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas.” [QS.al-'Alaq/96:6]

Al Qurthubi rahimahullah berkata: “Manusia melampaui batas berbuat aniaya dan keluar dari ketentuan Allah azza wa jalla.” [Tafsir al-Qurthubi: 6/245]

10. Sedikit bersyukur
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Dan sedikit sekali dari hamba-hambaku yang berterima kasih.” [QS.Saba'/34:13]

11. Memiliki sifat lemah jiwa, mudah tergoda
وَخُلِقَ الإنْسَانُ ضَعِيفًا
“Dan manusia dijadikan bersifat lemah.” [QS.an-Nisa'/4:28]

Imam Mujahid rahimahullah berkata: “Manusia lemah jiwa dan semangatnya.” Berkata Thowus rahimahullah: “Mereka lemah menghadapi godaan wanita.” [Tafsir Ibnu Katsir: 2/267]

Semua sifat mereka yang jelek ini dan apa yang dikatakan oleh Allah azza wa jalla memang benar menurut kenyataan, lalu bagaimana manusia menyandarkan kebenaran kepada kenyataan yang hina, dan jika sifat yang hina ini dijadikan pegangan hidup manusia tanpa disadari dinul Islam, tentu semua manusia sesat didunia dan diakhiratnya. Firman-Nya azza wa jalla:
وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ
“Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” [QS.Ali Imron/3:164]

Allah azza wa jalla mengingatkan peristiwa keadaan sahabat yang mulanya kafir sebelum masuk Islam, dengan akal dan hawa nafsunya mereka bertengkar satu sama lain, bunuh membunuh, tindas menindas, menghina kedudukan wanita, yang kuat yang menang. Inilah asal tabiat manusia bila dikendalikan oleh hawa nafsunya. Allah azza wa jalla berfirman:
وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
“Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara.” [QS.Ali Imron/3:103]

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Makna ‘karena nikmat Allah’ kamu menjadi bersaudara didalam agama yaitu nikmat dinul Islam.” [Tafsir al-Qurthubi: 4/164]

Jika demikian keberadaan pribadi manusia yang jelek sebab mengikuti hawa nafsunya, maka bagaimana manusia bersandar kepada umumnya? Sungguh amat hina hidupnya.

Tabiat Mayoritas Manusia Menurut Al-Qur’an
Setelah kita mengetahui tabiat pribadi manusia menurut al-Qur’an, mari kita melihat keberadaan umumnya manusia sebelum menerima ajaran Islam, bagaimana kehidupan mereka?

1. Umumnya tidak beriman
إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya (al Qur’an) itu benar-benar dari Robbmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” [QS.Hud/11: 17]

2. Umumnya menolak ajaran Islam
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ فَأَبَى أَكْثَرُ النَّاسِ إِلا كُفُورًا
“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dalam al-Qur’an ini tiap-tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari(nya).” [QS.al-Isro'/17: 89]

3. Umumnya mereka membenci ajaran Islam
وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ
“Dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran.” [QS.al-Mukminun/23: 70]

4. Umumnya berbuat curang
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang sholih; dan amal sedikit lah mereka ini.” [QS.Shod/38: 24]

Allah azza wa jalla mengabarkan bahwa orang yang benar itu jumlahnya sedikit, akan tetapi sedikit itu tidak membahayakan dirinya.

5. Prinsipnya hanya dugaan belaka
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” [QS.Yunus/10: 36]

6. Umumnya manusia bodoh, tidak tahu Islam
وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ
“Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [QS.al-An'am/6: 111]

Inilah umumnya sifat manusia, jika mereka mengikuti umumnya pasti akan rusak agama dan akhlaknya, dan pasti hina hidupnya di dunia dan di akhirat.

Mayoritas Umat Menurut as Sunnah
As-Sunnah atau hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan bagian daripada wahyu Allah azza wa jalla yang juga memiliki kedudukan sama seperti al-Qur’an dalam hal wajibnya kita berpegang teguh dan beramal, sekalipun beda defisini antara keduanya. Karena Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berbicara masalah urusan ad-Din melainkan berdasarkan wahyu. [Baca QS.an-Najm/53:3-4]

Mayoritas menurut penilaian as-Sunnah pun tidaklah menunjukkan bukti suatu kebenaran, oleh karena itu beliau diutus untuk menghukumi mereka dan bukan sebaliknya. [Baca QS.an-Nisa'/4:105]

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Kamu jumpai manusia seperti seratus unta, tidaklah seorang itu menjumpai untanya yang dapat ditungganginya.” [HR.Muslim: 7/192]

Maksudnya yaitu manusia itu jumlahnya banyak, akan tetapi yang diridhoi Allah azza wa jalla hanya sedikit. Seperti seratus ekor unta akan tetapi hanya satu yang bisa ditunggangi. Hadits ini menunjukkan abad yang hina pada akhir zaman. [Syarah Ibnu Bathol: 19/274, ad-Dibaj alal Muslim: 5/491]

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku diperlihatkan neraka, tiba-tiba penghuninya mayoritas wanita yang kufur, lalu ada yang bertanya: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri kebaikan keluarga dan mengingkari kebaikan suami, seandainya kamu berbuat baik kepada salah satu di antara mereka selama satu tahun, lalu dia melihat kamu sedikit perkara yang dibenci, dia berkata: “Saya tidak pernah melihat kebaikan dirimu sedikitpun.” [HR.al-Bukhari: 1/59]

Hadits ini menunjukkan mayoritas wanita kurang baik agama dan akhlaknya.

Maka bagaimana jika suami mengikuti wanita?

Abdullah bin Amr bin al-Ash berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak menahan ilmu dari manusia dengan cara merenggut, tetapi dengan mewafatkan ulama, sehingga tidak lagi tersisa seorang alim, maka orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpinnya yang dungu lalu ditanya dan dia memberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan.” [HR.al-Bukhari: 1/44 dan lainnya]

Hadits ini menunjukkan bahwa pemimpin umat atau pengikutnya banyak yang bodoh, tidak tahu ajaran Islam yang benar.

Umumnya umat Islam banyak yang masuk neraka kecuali satu golongan sebagaimana hadits yang tertera berikutnya.

Umumnya orang Islam taklid atau mengikuti orang yang tersesat, maka bagaimana dengan orang selain muslim?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sungguh kamu sekalian akan mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga walaupun mereka masuk ke dalam sarang biawak kamu sekalian pun akan mengikuti mereka. Kami bertanya: “Wahai Rasulullah, orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Beliau menjawab: Lalu siapa lagi selain mereka?” [HR.al-Bukhari: 3/1274]

Inilah sebagian dalil yang menerangkan mayoritas manusia yang jelek perangainya menurut Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bahaya Mengikuti Masyarakat Umum
Dengan bukti dalil di atas yang menjelaskan berbagai macam tabiat manusia yang buruk, dan kenyataan masyarakat pada umumnya, maka orang yang mengikuti umumnya manusia yang dasarnya hanya perkiraan dan hawa nafsu, pasti berbahaya di dunia dan di akhirat. Adapun di antara bahayanya:

1. Manusia pasti dijauhkan dari ajaran Islam
Karena hawa nafsu pasti tidak menerima ajaran Islam. Silahkan baca QS.al-An’am/6: 116 di atas.

2. Hidup manusia pasti dilanda kesedihan dan kehancuran
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الأمْرِ لَعَنِتُّمْ
“Dan ketahuilah oleh bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan.” [QS.al-Hujuroot/49: 7]

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Seandainya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam segera menuruti kemauan kalian sebelum jelas perkaranya, kalian pasti memperoleh kesulitan, kehancuran dan berlumuran dengan dosa.” [Tafsir al-Qurthubi: 16/314 dan al-Baghowi: 7/339]

3. Penyebab datang musibah dan kebinasaan
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya.” [QS.al-Mukminun/23: 71]

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Hendaklah kalian waspada kepada perkata yang dikerjakan oleh sebagian manusia, karena mereka membangun akidah atau amalnya berpijak kepada pendapat orang tertentu. Apabila mereka mengetahui dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang menyelisihi pendapatnya, mereka memalingkan makna nash tersebut sesuai dengan hawa nafsunya, mereka memaksakan al-Qur’an dan as-Sunnah agar mengikuti kehendaknya, padahal mestinya merekalah yang harus mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah, mereka menjadikan selainnya keduanya sebagai imam panutan. Inilah jalannya penyembah hawa nafsu, mereka tidak mengikuti kebenaran, maka Allah mencela mereka dengan QS.al-Mukminun/23:71 (diatas).” [Majmu' Fatawa wa Rosa'il, Ibnu Utsaimin: 3/259]

4. Mereka menjadi budak orang yang berkuasa
Orang yang mengikuti umumnya manusia kebanyakan mereka bodoh, tidak mengenal ajaran Islam, sehingga sandaran mereka berpijak kepada tokoh yang berwibawa, padahal dasar bertindak dari tokoh ini ialah hawa nafsu dan dugaan belaka, sedangkan hawa nafsu selalu berubah, pagi hari lain dengan sore hari, maka dengan kekuasaannya mereka mengajak umat bagaikan bola yang ditendang kesana kemari. Lihat kehidupan orang yang fanatik kepada golongan. Baca QS.as-Saba’/34: 33 Tentang penyesalan mereka pada hari kiamat.

5. Hidup mereka pasti berpecah belah
Setiap manusia memiliki pikiran dan keinginan yang berbeda, sedangkan mereka tidak memiliki pemersatunya. Adapun Islam sebagai satu-satunya pemersatu umat mereka membenci dan menolaknya, mereka hanya bangga dengan hawa nafsu dan golongannya. [Baca QS.ar-Rum/30: 31-32]

6. Mereka pencela Islam dan mengolok-ngolok pengikutnya
وَمَا يَأْتِيهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُون
“Dan tidak datang seorang rosul pun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokannya.” [QS.al-Hijr/15: 11]

Perhatikan orang yang mengandalkan hawa nafsunya, pasti mengolok-ngolok orang yang menyampaikan ajaran Islam dan yang mengamalkannya, dan mendiamkan orang yang berbuat maksiat, bid’ah dan syirik.

7. Hidupnya bagaikan hewan yang dikendalikan oleh hawa nafsunya
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلا كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلا
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebihsesat jalannya (dari binatang ternak itu).” [QS.al-Furqon/25: 44]

8. Umumnya mereka ahli neraka
Inilah bahaya yang paling berat bagi orang yang mengikuti umumnya manusia hendaknya mereka waspada bahwa manusia akan dihisab amalnya.
إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Robbmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan, sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” [QS.Hud/11: 119]

10. Mereka pasti menyesal
Selagi akal manusia masih sehat, dia pasti menyesal karena mengikuti umumnya manusia, yaitu mereka banyak menipu orang lain untuk kepentingan pribadi dan hawa nafsunya.
فَلَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Maka sekiranya kita dapat kembali sekali lagi (ke dunia) niscaya kami menjadi orang-orang yang beriman.” [QS.asy-Syu'aro'/26: 102]

Jangan Biarkan Dirimu Menyesal Di Kemudian Hari
Orang yang mengikuti mayoritas pasti menyesal di kemudian hari. Sebagaimana firman Allah azza wa jalla:
وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ
“Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan ke luar dari api neraka.” [QS.al-Baqoroh/2: 16]
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Para pengikut berkata: “Seandainya kami dikembalikan ke dunia maka kami beramal sholih dan kami berlepas diri dari mereka sebagaimana mereka membiarkan kita ketika datang siksa ini.” [Tafsir al-Qurthubi: 2/206]

وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. [QS.al-Mulk/67: 10]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Mereka kembali dalam keadaan mengeluh dan menyesal.” [Tafsir Ibnu Katsir: 2/119]

Dan masih banyak ayat lain yang menjelaskan penyesalan mereka pada hari Kiamat, silahkan baca QS.al-Mukminun/23: 106, QS.al-An’am/6: 27-29, QS.az-Zukhruf/43: 67, QS.Fushshilat/41: 29 dan surat lainnya.

Golongan Yang Selamat Dan Yang Benar
Golongan yang selamat dan benar umumnya hanya sedikit. Firman Allah azza wa jalla:

بَلْ طَبَعَ اللَّهُ عَلَيْهَا بِكُفْرِهِمْ فَلا يُؤْمِنُونَ إِلا قَلِيلا
“Bahkan sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebagian kecil dari mereka.” [QS.an-Nisa'/4: 155]

Demikian juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita bahwa jumlah umatnya yang di atas sunnah pun hanya sedikit. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Islam itu mulanya aneh dan akan kembali aneh seperti mulanya.” [HR.Muslim 1/90, bersumber dari Ibnu Umar]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa umatnya pada akhir zaman lebih banyak mengikuti hawa nafsu daripada mengikuti sunnah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dan akan terpecah belah umatku ini menjadi tujuh puluh tiga millah, semuanya di Neraka kecuali satu millah. Lalu ada yang bertanya: Siapakah yang satu itu? Beliau menjawab: Orang yang mengikuti saya pada hari ini dan mengikuti sahabatku.” [HR.Tirmidzi: 6/141 dan lainnya, dihasankan oleh al-Albani, al-Miskat: 171]

Hadits ini menjelaskan kepada kita umat Islam bahwa golongan yang selamat dari api neraka dan golongan yang haq hanyalah orang yang mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah para sahabatnya.

Syaikh Muhammad al-Mubarokfuri rahimahullah berkata: “Golongan yang selamat adalah ahli Sunnah yang jernih pengikut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan jalannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jernih.” [Tuhfatul Ahwadzi: 6/440]

Imam al-Munawi rahimahullah berkata: “Sedangkan sumber golongan yang tersesat dari umat ini ada enam: Khawarij, Qodariyyah, Jahmiyyah, Murjiah, Rofidhoh, dan Jabriyah, masing-masing berpecah belah menjadi dua belas golongan, sehingga jumlah keseluruhan tujuh pula dua.” [Faidhul Qodir: 2/27]

Berkata Syaikh Sholih Fauzan hafizhahullah: “Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Orang yang mengikuti sunnahku hari ini dan sahabatku, mereka adalah golongan yang selamat seperti yang dijelaskan oleh Allah azza wa jalla di dalam QS.at-Taubah/9: 100. [Maqolat oleh Syaikh Sholih Fauzan: 2/23]

Golongan yang selamat ini, tidak boleh bersedih dan berkecil hati. Walaupun jumlahnya hanya sedikit akan tetapi tetap menang bila melawan orang ahli bid’ah dan kelompok yang tersesat. Allah azza wa jalla berfirman:

مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” [QS.al-Baqoroh/2: 249]

Allah azza wa jalla akan menghinakan kelompok umat yang tersesat, walaupun jumlah mereka banyak, karena orang yang tersesat mereka mengikuti hawa nafsu dan mencari keuntungan dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bahkan jumlahmu pada hari itu banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih seperti kotoran buih yang di atas air.” [HR.Abu Dawud: 2/514. Dishohihkan oleh al-ALbani, Silsilah Shohihah: 2/647]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Senantiasa golongan dari umatku ini membela kebenaran [mereka menang] tidak lah membahayakan bagi mereka orang yang menyelesihinya sampai datang ketentuan Allah, sedangkan dia tetap menang.” [HR.Muslim: 6/52, bersumber dari Shohabat Tsauban]

Imam al-Bukhari rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan ‘golongan’ di dalam hadits ini adalah orang yang mengilmui sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [HR.al-Bukhari: 6/2666]

Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan ‘golongan’ di dalam hadits ini jika bukan ahli hadits saya tidak tahu siapa mereka?” [Tausiril Azizil Hamid: 1/330]

Imam an Nawawi rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan ‘golongan’ di dalam hadits ini: Orang yang berani berperang membela agama Allah, sebagian mereka ahli fiqih, sebagian mereka ahli hadits, sebagian mereka ahli zuhud dan memerintahkan yang ma’ruf dan nahi mungkar, dan sebagian mereka golongan yang baik yang lain, mereka tidak harus bersatu di dalam satu tempat, boleh jadi penyebar di semua penjuru bumi.” [Syarah an-Nawawi 'ala Muslim: 6/400]

Semua keterangan di atas memberi kabar gembira kepada orang yang berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka pasti menang di dalam berhujjah dan di bela oleh Allah azza wa jalla sekalipun jumlahnya hanya sedikit. Firman Allah azza wa jalla:

قُلْ لا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ

“Katakanlah: Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu…” [QS.al-Maidah/5: 100]

Selanjutnya agar kita tidak tertipu oleh musuh-musuh Allah azza wa jalla yang berselimut di dalam wadah dan kelompok, maka kita wajib menuntut ilmu syar’i kepada orang-orang yang membela Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah para sahabatnya, mereka adalah ahli hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan menuntut ilmu kita akan mengetahui orang yang tersesat dan mnyesatkan dan mengetahui orang yang menuntun kita kepada petunjuk Allah azza wa jalla dan Sunnah Rasul-Nya.

Hendaknya kita menjauhi orang yang berpegang kepada rasio atau hawa nafsunya, karena mereka pasti memusuhi ajaran Islam dan memusuhi orang yang beriman.

Imam Habbatullah bin Hasan al-Lalikay rahimahullah berkata: “Tanda orang ahli bid’ah dia mencaci ahli atsar ahli hadits.” [I'tiqodi Ahlis Sunnah: 1/179]

Imam Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Janganlah kamu berteman kepada ahli bid’ah, karena dia akan menyakitkan hatimu.” [I'tishom: 1/172]

Sebagai umat Islam hendaknya kita bersabar tatkala ditimpa fitnah yang datang dari ahli bid’ah dan hendaknya istiqomah di atas yang haq, karena para pendahulu kita dimenangkan oleh Allah azza wa jalla karena keistiqomahan mereka di atas dua perkata ini.

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka menyakini ayat-ayat Kami.” [QS.as-Sajdah/32: 24]

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Maka dengan bersabar akan ditinggalkan syahwat dan dengan yakin di atas yang haq akan tergusur kerancuan atau syubhat.” [Iqtidho' Sirothol Mustaqim li Mukholafatil Ashabil Jahim: 1/120]

Upaya lain agar kita tidak menjadi ajang bagi musuh-musuh Islam, hendaknya kita tidak ambisi dunia, karena di antara yang menjadi sebab jauhnya dari dinul Islam adalah karena cinta dunia. Allah azza wa jalla mengingatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya:
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” [QS.al-Kahfi/18: 28]

Akhirnya kita mohon kepada Allah azza wa jalla semoga kita senantiasa diberi petunjuk dan dijauhkan dari menyembah hawa nafsu dan pemikiran orang.

Wallahu A’lam.

Sumber: Disalin dari Majalah al-Furqon Edisi 5 Tahun Kesembilan, Dzulhijjah 1430, Nop-Des 2009 Hal.6-13

Notah:

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Islam itu mulanya aneh dan akan kembali aneh seperti mulanya.” [HR.Muslim 1/90, bersumber dari Ibnu Umar]

Dalam perjalanan Sejarah Rasulullah kabarkan bahwa Islam  itu bermula dengan bilangan sedikit, pertengahannya ramai kemudian  kembali sedikit.Golongan umatnya yang ramai pada pertengahan sejarah umat Islam adalah golongan As Sunnah Wal Jamaah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Senantiasa golongan dari umatku ini membela kebenaran [mereka menang] tidak lah membahayakan bagi mereka orang yang menyelesihinya sampai datang ketentuan Allah, sedangkan dia tetap menang.” [HR.Muslim: 6/52, bersumber dari Shohabat Tsauban]

Siapakah golongan As Sunnah Wal Jamaah?

Mereka itu ialah golongan yang dikenali dengan Asya riyah dan Maturidiyyah.

Menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi

Ayat Quran ini tidak bermaksud golongan yang ramai dikalangan umat Nabi Muhammad tetapi dikalangan manusia dimuka bumi.