salah seorang kalian, sesungguhnya saat melaksanakan shalat, maka ia sedang bermunajat kepada Tuhannya. Dan sesungguhnya Tuhannya ada diantara ia dengan kiblat.

Menurut Syaikh Mulla al-Qari, dalam kitab Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih, ungkapan yunaaji rabbahu menunjukkan bahwa shalat adalah sarana terhubungnya hamba dengan Tuhannya. Shalat yang di dalamnya terdapat zikir, bacaan Alquran, dan gerakan, segenap itu semua menjadi paket berkomunikasinya seorang hamba dengan Allah.

Disinilah yang dimaksud perintah shalat untuk khusyu’. Karena jika shalat tidak khusyu’, maka seolah-olah ia sedang berkomunikasi dengan Allah, padahal ia tidak memahami siapa yang diajak bicara. Demikian penggambaran Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin.

Dalam hadis lain, disebutkan dalam Sunan An-Nasa’I dan ad-Darimi, dari Abdullah bin Abi Awfa’ Ra.,

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يكثر الذكر ويقل اللغو ويطيل الصلاة ويقصر الخطبة … الخ

Rasulullah Saw. itu memperbanyak zikir, menyedikitkan senda gurau (yang tidak bermanfaat). Memperbanyak shalat, dan meringkaskan bertausiah.  

Masih menurut Mulla al-Qari, penggambaran “memperbanyak shalat, meringkaskan khutbah” ini sejalan dengan ungkapan “shalat adalah mi’raj orang beriman”. Karena, Nabi Saw. lebih mengutamakan berkomunikasi kepada Allah Swt. untuk menyampaikan ajaran kepada manusia. Dalam sabda Nabi yang lain, Nabi bahkan menyebut shalat sebagai sarana qurrata a’yunin (yang membahagiakan pandangannya).

Akhir kata, kita dapat menyimpulkan bahwa shalat memang mi’raj orang beriman. Meskipun ungkapan tersebut bukan hadis, namun makna terkandung di dalamnya sangat bersesuaian dengan perintah-perintah dan tauladan dari Nabi tentang shalat.

Maka, dengan momentum isra’ mi’raj ini, mari kita semua memperbaiki kualitas shalat kita agar benar-benar menjadi sarana mi’raj manusia kepada Allah ta’ala. Amiin.