Friday 25 November 2022

Bacaan Sebelum Memulakan Yasin

Bacaan Sebelum Memulakan Yasin

Sebelum membaca surah Yasin, adalah lebih elok jika melafazkan bacaan-bacaan seperti berikut:

1.Mulakan dengan membaca istighfar sebanyak 3 kali

Istighfar

 Astagfirullahal Aazim 

2.Kemudian, bacalah surah al-Fatihah 1 kali.



Maksudnya:

Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. Segala puji tertentu bagi Allah, Tuhan yang Memelihara dan Mentadbirkan sekalian alam. Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. Yang Menguasai pemerintahan hari Pembalasan (hari akhirat). Engkaulah sahaja (Ya Allah) Yang Kami sembah dan kepada Engkaulah sahaja kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah kurniakan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang-orang yang Engkau telah murkai dan bukan pula (jalan) orang-orang yang sesat.


3.Kemudian, bacalah selawat ke atas Nabi Muhammad SAW sebanyak 10 kali.



Setelah selesai membaca selawat di atas, maka bolehlah kita mula membaca Yasin 

Friday 11 November 2022

Doa Penyembuh segala Penyakit


Doa Penyembuh segala Penyakit


Darah tinggi, kencing manis, Jantung, batu karang, gaud, stroke, buah pinggang, barah ketumbohan, senggugut dan sebagainya.

Surah Yunus, Verse 57:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

O men! there has come to you indeed an admonition from your Lord and a healing for what is in the breasts and a guidance and a mercy for the believers.
(English - Shakir)

via iQuran

Yang Hilang dari Kita: Akhlak (2017)

Yang Hilang dari Kita: Akhlak (2017)

Bersangka Baik

Muhammad Quraish Shihab menjelaskan, di dalam QS An-Nur [24]: 12 yang maksudnya antara lain menyatakan bahwa mestinya sewaktu seseorang mendengar rumor, selaku orang-orang Mukmin dan Mukminah harus bersangka baik terhadap yang dicemarkan namanya itu. Karena yang dicemarkan namanya tersebut adalah sesama orang beriman. لَّوْلَآ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بِأَنفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا۟ هَٰذَآ إِفْكٌ مُّبِينٌ


Artinya, "Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.” (QS An-Nur: 12)

Pada ayat 24 dalam surat di atas, Allah dengan jelas memperingatkan bahwa orang-orang yang senang tersebarnya berita-berita yang mencemarkan dalam masyarakat Islam, mereka itu akan ditimpa siksa yang pedih.

Buruk sangka bukanlah ciri orang beriman. Orang beriman itu lebih mendahulukan prasangka baik, kepada siapa pun, termasuk kepada Allah. Bahkan Imam Syafi’i, berwasiat kepada umat Islam, agar siapa pun yang ingin meninggal dunia dalam keadaan husnul khotimah maka hendaknya ia selalu berprasangka baik kepada manusia. Berbaik sangka ini bukan hanya diperintahkan kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Allah swt. Artinya, kita diperintahkan untuk berprasangka baik bahwa Allah akan memperlakukan kita dengan baik, akan memberikan kita kebahagiaan, akan menyelamatkan kita di akhirat. Dan jika kita berprasangka baik kepada Allah, maka Allah akan memperlakukan kita sebagaimana prasangka baik kita itu. 

Dalam sebuah hadis qudsi, Allah ta’ala berfirman:  انَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي فَلْيَظُنَّ بِي مَا شَاء  

“Aku ‘mengikuti’ prasangka hamba-Ku kepada-Ku, maka silakan berprasangka apa saja terhadap-Ku.” (HR. Ahmad) 

Kalau Allah memperlakukan manusia sesuai dengan prasangka manusia itu sendiri terhadap Allah akan lebih bagus jika manusia berprasangka yang baik-baik saja. Akal yang sehat dan jiwa yang lurus tentu akan memilih untuk berprasangka baik kepada Allah. (Fathoni)

Di zaman canggih saat ini, mudahnya komunikasi menggunakan perangkat elektronik dan maraknya penggunaan media sosial, prasangka buruk menjadi kekejian yang mengerikan. Hati dan jiwa yang dipenuhi kebencian dan mengedepankan prasangka buruk kepada orang-orang yang tidak disukai mendapatkan tempat dan rumah bersama lalu melahirkan caci maki, fitnah, dan hasutan bahkan sampai pada titik yang sangat mengkhawatirkan. Kalau prasangka buruk saja merupakan dosa serius dan disamakan dengan ucapan yang paling dusta, begitu juga dengan caci maki, fitnah, hasutan, dan ujaran kebencian yang dihasilkan oleh prasangka buruk itu.


Ketika Sahabat Berprasangka Buruk kepada Rasulullah


SIRAH NABAWIYAH 

Ketika Sahabat Berprasangka Buruk kepada Rasulullah 

Sabtu, 16 Februari 2019 | 11:00 WIB 

Para sahabat Rasulullah adalah manusia biasa. Tidak terjaga dari melakukan perbuatan dosa (maksum). Terkadang mereka melakukan kesalahan dan kekhilafan sebagaimana umat Islam pada umumnya. Sebagian dari mereka juga pernah ada yang berprasangka buruk atau protes terhadap apa yang dilakukan Rasulullah.  

Kejadian itu tidak hanya terjadi sekali. Sebagaimana manusia biasa, prasangka buruk sebagian sahabat itu terjadi ketika keputusan Rasulullah dianggap tidak adil atau ‘tidak menguntungkan’ kelompok atau sukunya. Mereka lantas melayangkan nota protes kepada Rasulullah. Namun setelah Rasulullah menjelaskan apa maksud dan tujuannya, mereka bisa menerimanya dengan baik. Bahkan menyesali aksi protesnya. 

Merujuk buku Akhlak Rasul Menurut Al-Bukhari dan Muslim (Abdul Mun’im al-Hasyimi, 2018), pada saat perang Hunain Rasulullah memberikan unta untuk al-Aqra’ bin Habis dan Uyainah. Masing-masing 100 ekor unta. Ternyata, keputusan Rasulullah itu dianggap tidak adil bagi sebagian sahabat. Mereka bahkan menuduh Rasulullah kalau pemberian itu tidak dilandasi untuk mendapatkan ridha Allah.  

Usai perang, ada seorang sahabat yang mendatangi Rasulullah. Dia protes karena Rasulullah hanya memberi unta kepada al-Aqra’ bin Habis dan Uyainah. Sementara Ju’ail bin Saraqah tidak dikasih unta barang seekor pun.  

Rasulullah lantas menjelaskan mengapa dia melakukan itu. Kata Rasulullah, Ju’ail bin Saraqah sudah mantap dan kokoh keislamannya sehingga tidak perlu diberi harta benda. Sementara Uyainah dan al-Aqra diberi unta –masing-masing 100 ekor- agar keislaman mereka menjadi kuat. Karena mereka termasuk al-muallafah qulububum (orang yang dilunakkan hatinya), sementara Ju’ail bin Saraqah tidak. 

Begitu pun setelah perang Hawazin, Rasulullah memberikan ghanimah hanya kepada kaum Muhajir dan al-muallafah qulububum, sementara kaum Anshar tidak mendapatkan bagian. Tentu saja hal ini memicu prasangka buruk dan gelombang protes dari kaum Anshar. Bahkan, Hassan bin Tsabit membuat syair kritikan untuk Rasulullah karena kebijakan Rasulullah itu dianggap tidak adil, berat sebelah, dan lebih mengutamakan kaumnya sendiri. 

Sa’ad bin Ubadah dari kaum Anshar lalu menghadap Rasulullah dan memberi tahu tentang hal itu. Rasulullah lantas menyuruh Sa’ad bin Ubadah untuk mengumpulkan kaumnya di dalam satu tempat. Setelah semuanya berkumpul, Rasulullah berdiri di hadapan mereka dan menyampaikan khutbah tentang kebijakannya itu. Mengapa kaum Muhajirin dan al-muallafah qulububum yang mendapatkan bagian, sementara kaum Anshar tidak? 

“Wahai kaum Anshar, tidakkah kamu merelakan sedikit harta yang bisa aku gunakan untuk menarik suatu kaum supaya masuk Islam. (Ketahuilah) saya sangat yakin dengan keislaman kalian (sehingga tidak perlu mendapatkan bagian itu)?” kata Rasulullah dalam khutbahnya. 

“Wahai kaum Anshar tidakkah kamu rela, orang-orang pulang bersama kambing dan unta sedangkan kalian pulang bersama Rasulullah?” 

“Demi Dzat yang Muhammad berada di dalam kekuasaan-Nya, kalau tidak ada (takdir untuk) hijrah, tentu saya (ingin) menjadi orang Anshar. Kalau seandainya orang-orang melewati satu jalan dan orang Anshar melewati jalan lain, tentu saya akan melewati jalan yang dilewati oleh kaum Anshar.”  

Di akhir khutbahnya, Rasulullah mendoakan agar kaum Anshar, anak-anak, dan cucu-cucunya mendapatkan kasih sayang dari Allah. Kaum Anshar menyimak dengan seksama setiap kata yang keluar dari mulut Rasulullah. Mereka membetulkan semua yang disampaikan Rasulullah. Rela atas kebijakan Rasulullah dalam pembagian ghanimah tersebut. Setelah mendengarkan khutbah Rasulullah, mereka menangis tersedu-sedu hingga air matanya membasahi jenggotnya. (A Muchlishon Rochmat)

Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/ketika-sahabat-berprasangka-buruk-kepada-rasulullah-iKcR3

Tawar kuasa sihir pada benda yang ada sihir

Tawari kuasa sihir pada benda yang ada ada sihir

Surah Yunus, Verse 81:
فَلَمَّا أَلْقَوْا قَالَ مُوسَىٰ مَا جِئْتُم بِهِ السِّحْرُ إِنَّ اللَّهَ سَيُبْطِلُهُ إِنَّ اللَّهَ لَا يُصْلِحُ عَمَلَ الْمُفْسِدِينَ

So when they cast down, Musa said to them: What you have brought is deception; surely Allah will make it naught; surely Allah does not make the work of mischief-makers to thrive.
(English - Shakir)

via iQuran