Thursday 3 December 2020

Madzhab-madzhab Fiqih Pewaris Ilmu Para Salaf

Madzhab-madzhab Fiqih Pewaris Ilmu Para Salaf

Madzhab-madzhab Fiqih Pewaris Ilmu Para Salaf

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah diutus Allah Ta’ala untuk menyampaikan mengenai risalah yang diturunkan kepadanya, juga menjelaskan syariatnya. Kemudian meninggalkan manusia setelahnya dengan petunjuk, yang tidak akan sesat ketika seorang itu mengikutinya. Petunjuk itu tidak lain adalah Al Qur`an dan sunnahnya.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam wafat dalam keadaan dimana umat ini tercerahkan dengan cahaya Islam, baik akidah, syariah, maupun akhlaknya. Mereka itulah para sahabatnya. Merekalah yang menyaksikan bagaimana wahyu turun. Para sahabat pun menyampaian risalah itu dengan amanah. Sehingga masa sahabat tidak berakhir, kacuali perkataan Rasulullah Shallallahu Alaihi wasalam dan perbuatannya tersampaikan, tanpa ada yang terkurangi. Ketika ada salah satu dari mereka luput untuk memperoleh hadits-hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, maka yang lainnya tidak akan luput darinya. Sebagaimana disampaikan oleh Imam Asy Syafi’i,”Sesungguhnya seluruh sahabat telah meriwayatkan khabar Rasululallah Shallallahu Alaihi Wasallam, hadits-haditsnya, serta fatwa-fatwanya.” Jika masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah masa penyampaian risalah, maka masa sahabat adalah masa penjagaannya, serta penyebarannya. Tidak hanya itu, bahkan para sahabat juga mengambil kesimpulan, dan berijtihad dalam hal-hal yang mereka tidak mengetahui hal itu dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. (lihat, Nadhrah Tarikhiyah fi Huduts Al Madzahib Al Fiqhiyah Al Arba’ah, hal. 21)

Munculnya Perbedaan dan Kesepakatan (Ijma`)

Mulailah, di masa sahabat, fiqih berkembang, disebabkan munculnya perkara-perkara yang tidak mereka dapati di masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, hal itulah yang menuntut mereka untuk melakukan ijtihad. Demikian juga menyebarnya Islam di berbagai negeri, yang memiliki tradisi yang berbeda-beda, hingga akhirnya muncullah berbedaan fatwa di kalangan para sahabat. Sebagaimana para sahabat berbeda dalam ijtihad, terkadang juga ijtihad mereka menghasilkan hukum yang sama, yang disebut ijma’ atau kesepakatan para mujtahid dalam satu kurun waktu terhadap hukum syar’i suatu persoalan.  (Al Madhal ila Dirasah Al Madzahib Al Fiqhiyah, hal. 435)

Munculnya Madzhab dan Taklid di Masa Sahabat

Imam Ibnu Jarir telah berkata mengenai Umar bin Al Khaththab,”Ia tidak memiliki para pengikut yang dikenal yang merilis fatwa-fatwanya dan madzhab-madzhabnya dalam fiqih, kecuali Ibnu Mas’ud, dimana ia (Ibnu Mas’ud) meninggalkan madzhabnya dan pendapatnya demi pendapat Umar. Dan ia pun nyaris tidak pernah menyelisihi sesuatu pun dalam madzhabnya, ia pun meralat pendapatnya demi pendapat Umar.” Dalam hal pengikutan Ibnu Mas’ud pendapat Umar dalam fiqih, Asy Sya’bi menyatakan,” Abdullah tidak pernah qunut, namun kalau sekiranya Umar berqunut, maka ia pun berqunut. (I’lam Al Muwaqi’in, 2/35, 36)

Syeikh Ahmad Al Kiranawi, ulama muhaddits dari India menyampulkan,”Teks-teks ini memberikan petunjuk bagimu, bahwasannya metode taklid telah menyebar di kalangan sahabat dan tabi’in, sampai-sampai sebagian mujtahid bertaklid kepada mujtahid lainnya, lebih-lebih bagi yang tidak memiliki kemampuan untuk berijtihad.” (Fawaid fi Ulum Al Fiqh, hal. 11)

Fiqih di Masa Tabi’in Mewarisi Fiqih Para Sahabat

Dari para ulama di kalangan sahabat, ada para tabi’in yang konsisten belajar kepada mereka. Telah mengambil ilmu fiqih dari Ibnu Abbas, Ikrimah. Sedangkan yang mewarisi ilmu Umar bin Al Khaththab adalah Said Bin Al Musayyib. Sedangkan fiqih Ibnu Umar diwarisi oleh Nafi’. Adapun ilmu Ibnu Mas’ud di Iraq diwarisi oleh Ibrahim An Nakha’i dan Alqamah. Para fuqaha dari kalangan tabi’in dalam mayoritas masalah tidak keluar dari pendapat para guru mereka dari kalangan sahabat. Namun, mereka juga berijtihad dalam masalah-masalah yang tidak mereka dapati dari para guru mereka, tentunya dengan metode yang mereka peroleh dari guru mereka itu. (Nadhrah Tarikhiyah fi Huduts Al Madzahib Al Fiqhiyah Al Arba’ah, hal. 23, 24)

Pada saat itu, muncullah para fuqaha’ yang menjadi panutan umat. Di Madinah mencul para mujtahid, diantara mereka adalah Sa’id bin Al Musayyib, Urwah bin Az Zubair, Sulaiman bin Yasar dan lainya. Di Makkah muncul Atha’, Thawus, Mujahid. Di Kufah muncul Alqamah serta Al Aswad bin Yazid An Nakha’i. Sedang di Bashrah muncul Muhammad bin Sirin, Hasan Al Bashri serta lainnya. Sedangkan di Mesir muncul Imam Al Laits, yang menjadi panutan penduduk negeri itu. (Al Hadharah Al Islamiyah, Asasuha wa Wasailuha, hal. 510-514)

Madzhab Empat Mewarisi Ilmu Para Fuqaha dari kalangan Tabi’in

Setelah berlalu masa mujtahid di kalangan tabi’in, muncullah beberapa ulama mujtahid yang tidak lain merupakan murid-murid dari para fuqaha dari kalangan tabi’in. Ada Imam Ibu Hanifah di Iraq, Imam Malik di Madinah, Imam Al Auza’i di Syam dan sebelumnya sudah dicatat kemunculan ulama mujtahid di Mesir, yakni Imam Al Laits. Imam Abu Hanifah memperoleh ilmu dari Ibrahim An Nakha’i, sedangkan Imam Malik memperoleh ilmu dari Nafi’. (Nadhrah Tarikhiyah fi Huduts Al Madzahib Al Fiqhiyah Al Arba’ah, hal. 25)

Kemudian muncul Imam Asy Syafi’i, yang pada awal mulanya madzhabnya dikenal di Iraq, kemudian di Mesir. Disusul munculnya madzhab Imam Ahmad bin Hanbal di Iraq. (Al Hadharah Al Islamiyah, Asasuha wa Wasailuha, hal. 517)

Kemana Madzhab Lainnya?

Meskipun jumlah madzhab lebih dari empat, namun mengapa madzhab yang masyhur di kalangan Sunni adalah madzhab empat? Diantara madzhab yang ada, ada madzhab-madzhab yang tidak terbukukan, diantaranya adalah madzhab Imam Al Laits di Mesir dan madzhab Imam Al Auza’i di Syam yang semasa dengan Imam Abu Hanifah. Ada pula madzhab Syubrumah di Bashrah, juga Ibnu Abi Laila di Kufah. Bahkan Imam Asy Syafi’i sampai menyatakan,” Imam Al Laits lebih pendai dalam fiqih dibanding Imam Malik”, hanya saja para pengikutnya tidak melestarikan fiqih guru mereka. Sebab itulah madzhab para ulama besar itu tidak diamalkan hingga kini, disebabkan tidak tercatat dengan baik seperti madzhab empat, dan tidak memiliki penerus yang melestarikan madzhab ini. (Nadhrah Tarikhiyah fi Huduts Al Madzahib Al Fiqhiyah Al Arba’ah, hal. 28-29)

Dengan demikian, yang sampai kepada umat Islam di kalangan Sunni saat ini, dan yang masih terus lestari dan diamalkan, serta memiliki pengikut adalah madzhab empat. Meski banyak perbedaan, namun sejatinya sumber utama mereka Al Qur`an dan As Sunnah, yang mereka peroleh dari pemahaman fiqih para sahabat dan tabi’in.

 

 

 

 

Rep: Sholah Salim

Editor: Thoriq

Tuesday 28 July 2020

8 JENIS REZEKI

*ADA 8 JENIS REZEKI DARI ALLAH*

*1.Rezeki Yang Telah Dijamin.*

‎وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ 
"Tidak ada satu makhluk melatapun yang bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin ALLAH rezekinya."
(Surah Hud : 6). 

*2. Rezeki Karena Usaha.*

‎وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
"Tidaklah manusia mendapatkan apa-apa kecuali apa yang dikerjakannya."
(Surah An-Najm : 39). 

*3. Rezeki Karena Bersyukur.*

‎لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu."
(Surah Ibrahim : 7). 

*4. Rezeki Tak Terduga.*

‎وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا( ) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
"Barangsiapa yang bertakwa kepada ALLAH nescaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya."
(Surah At-Thalaq : 2-3).

*5. Rezeki Karena Istighfar.*

‎فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ( ) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا
"Beristighfarlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, pasti Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta.”
(Surah Nuh : 10-11).

*6. Rezeki Karena Menikah.*

‎وَأَنكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak dari hamba sahayamu baik laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, maka ALLAH akan memberikan kecukupan kepada mereka dengan kurnia-Nya."
(Surah An-Nur : 32). 

*7. Rezeki Karena Anak.*

‎وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu kerana takut miskin. Kamilah yang akan menanggung rezeki mereka dan juga (rezeki) bagimu.”
(Surah Al-Israa' : 31).

*8. Rezeki Karena Sedekah*

‎مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً
“Siapakah yang mahu memberi pinjaman kepada ALLAH, pinjaman yang baik (infak & sedekah), maka ALLAH akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipatan yang banyak.”
(Surah Al-Baqarah : 245).

Saturday 23 May 2020

PEMBAHAGIAN MALAM DAN QIAMULLAIL

 

AL-KAFI LI AL-FATAWI : SOALAN 251 (19 APRIL 2016 M / 11 REJAB 1437 H)

SOALAN:

Assalammualaikum. 

Saya, AZMAN BIN JAFFAR dari Muar. Saya keliru dengan pengertian 1/3 malam. Jam 7.00 hingga 12.00 dikira malam. Jam 1 hingga 6.00 dikira pagi (Sebelum masuk Subuh di tempat saya. Adakah kita mengerjakan Solat Sunat Tahajjud, 7-12 malam? ATAU kita mengerjakan solat Tahajjud jam 1-6.00 pagi (sebelum Solat Subuh). Apakah pengisian-pengisian yang kita lakukan semasa Solat Tahajjud? Terima Kasih.

JAWAPAN:

Waalaikumussalam wbt,

Sebenarnya, bermula waktu malam ialah dengan masuknya waktu Maghrib dan berakhir dengan habisnya waktu Isyak. Jika diambil kira waktu solat semasa di Kuala Lumpur mengikut kaedah 24 jam, waktu Maghrib bermula pada jam 19:21 dan berakhirnya waktu Isyak pada jam 05:52. Maka, jumlah waktu malam ialah 10 jam 50 minit. Jika sepertiga malam ialah 3 jam 50 minit, maka bermulanya sepertiga malam terakhir ialah kira-kira pada jam 02:21 sehingga subuh.

Berkenaan solat sunat Tahajjud, solat ini dilaksanakan, selepas bangun dari tidur dan sebelum masuk waktu subuh Rujuk Fiqh al-Manhaji (1/217).

Daripada Abu Hurairah RA, sabda Rasulullah:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي، فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

Maksudnya: Tuhan yang Maha Berkat dan Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia sewaktu masa berbaki sepertiga malam terakhir dan berfirman: Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, nescaya Aku perkenankan baginya. Baransiapa yang meminta kepada-Ku nescaya aku akan memberikan (apa yang dipinta) kepadanya. Barangsiapa yang meminta pengampunan daripada-Ku, nescaya Aku akan mengampuninya.

Hadis riwayat Imam al-Bukhari (1145) dalam Sahih-nya.

Syeikh Mustafa al-Bugha berkata: (termasuk) yang dikehendaki dengan “turun” ialah turunnya Ketetapan—Nya, Rahmat-Nya, Kelembutan-Nya dan Pengampunan-Nya.

Kami cenderung bahawa pembahagian malam ini hanyalah bersifat taqribi (anggapan paling dekat; lebih kurang) bukannya tahdidi (secara tepat). Terpulang kepada penanya untuk berqiamullail mengikut keselesaan dan kemampuan.

Wallahua’lam.

Tuesday 21 April 2020

Islamic eschatology

Islamic eschatology is the aspect of Islamic theology concerning ideas of life after death, matters of the soul, and the "Day of Judgement," known as Yawm al-Qiyāmah (Arabic: يوم القيامة‎, IPA: [jawmu‿l.qijaːma], "the Day of Resurrection") or Yawm ad-Dīn (يوم الدين, Arabic pronunciation: [jawmu‿d.diːn], "the Day of Judgment").The Day of Judgement is characterized by the annihilation of all life, which will then be followed by the resurrection and judgment by God. Multiple verses in the Quran mention the Last Judgment.[1][2]

The main subject of Surat al-Qiyama is resurrection. The Great Tribulation is described in the hadith and commentaries of the ulama, including al-Ghazali, Ibn Kathir, Ibn Majah, Muhammad al-Bukhari, and Ibn Khuzaymah.[2]

The Day of Judgment is also known as the Day of Reckoning, the Last Day, and the Hour (al-sā'ah).Unlike the Quran, the hadith contains several events, happening before the Day of Judgment, which are described as several minor signs and twelve major signs.During this period, terrible corruption and chaos would rule the earth, caused by the Masih ad-Dajjal (the Antichrist in Islam), then Isa (Jesus) will appear, defeating the Dajjal and establish a period of peace, liberating the world from cruelty. These events will be followed by a time of serenity when people live according to religious values.[3]

Similar to other Abrahamic religions, Islam teaches that there will be a resurrection of the dead that will be followed by a final tribulation and eternal division of the righteous and wicked.[4]

Islamic apocalyptic literature describing Armageddon is often known as fitna, Al-Malhama Al-Kubra (The Great Massacre) or ghaybah in Shī'a Islam. The righteous are rewarded with the pleasures of Jannah (Paradise), while the unrighteous are punished in Jahannam (Hell).

A 2012 poll by Pew research found that 50% or more respondents in several Muslim-majority countries (Turkey, Malaysia, Afghanistan, Pakistan, Iraq, Tunisia, Lebanon, Morocco) expected the Mahdi to return in their lifetime.[5][6]

Diagram of “Plain of Assembly”(Ard al-Hashr) on the Day of Judgment, from autograph manuscript of Futuhat al-Makkiyya by Sufi mystic and philosopher Ibn Arabi, ca. 1238. Shown are the ‘Arsh (Throne of God), pulpits for the righteous (al-Aminun), seven rows of angels, Gabriel (al-Ruh), A’raf (the Barrier), the Pond of Abundance, al-Maqam al-Mahmud (the Praiseworthy Station; where the prophet Muhammad will stand to intercede for the faithful), Mizan (the Scale), As-Sirāt (the Bridge), Jahannam (Hell) and Marj al-Jannat (Meadow of Paradise).[7]

The study of “last things” incorporates two related concepts: the afterlife and world’s end.

The Quran emphasizes the inevitability of resurrection, judgment, and the eternal division of the righteous and the wicked. On the day of resurrection, humans will be judged by their faith in God, their acceptance of God’s revelations, and their works. The wicked will be consigned to eternal torment; the righteous will enjoy paradise.

Later commentators include a belief in an intermediate state (barzakh) between death and the resurrection and final judgment. Before the final resurrection, the terrible tribulation of the last days occurs, during which the Great Deceiver, al-Dajjal, will appear.

Though not mentioned in the Quran, al-Dajjal is prominent in hadith and later Islamic literature, as is the Mahdi (also absent in the Quran).

The Mahdi will appear to bring justice and truth to all, the entire world will accept Islam, and his death (before the day of resurrection) will bring turmoil, uncertainty, and temptation.

There are disagreements over the Mahdi’s precise relationship to Jesus ; some deny there will be a Muslim Mahdi, claiming that Jesus’ second coming will fulfill this role. Some believe that Jesus will return as a just judge; he will die after forty years and be buried in a spot beside Muhammad ‘s tomb in Medina that has been reserved for him.

Signs of the End Times

In Sunni Islam, a number of greater and lesser signs foretell the end of days.[14]There is debate over whether they could occur concurrently or must be at different points in time, although Islamic scholars typically divide them into three major periods.[15]

Greater signs

Sexual immorality appears among people to such an extent that they commit it openly, except that they will be afflicted by plagues and diseases unknown to their forefathers;
People cheat in weights and measures (business, trades, etc.) and are stricken with famine, calamity, and oppression as a result;
They withhold charity and hoard their wealth, and rain is withheld from the sky from them; there is rain only for animals;
They break their covenant with God and His Messenger and God enables their enemies to overpower them and take some of what is in their hands;
God causes those who do not live according to His book to fight among themselves.[note 1]

Lesser signs

The coming of fitna (tribulations) and removal of khushoo' (fearfulness of God, taqwah, reverence, etc.)[note 2]
The coming of Dajjal, presuming himself as an apostle of God.[note 3][jargon]
A person passing by a grave might say to another the following: "I wish it were my abode."[note 4]
The loss of honesty, as well as authority put in the hands of those who do not deserve it.[note 5]
The loss of knowledge and the prevalence of religious ignorance.[note 6]
Frequent, sudden, and unexpected deaths.[note 7]
Increase in pointless killings.[note 8]
Acceleration of time.[note 9]
Rejection of Hadith.[note 10]
The spread of riba (usury, interest), zina (adultery, fornication), and the drinking of alcohol.[note 11]
Widespread acceptance of music.[note 12]
Pride and competition in the decoration of mosques.[note 13]
Women will increase in number and men will decrease in number so much so that fifty women will be looked after by one man.[note 14]
Abundance of earthquakes.[note 15]
Frequent occurrences of disgrace, distortion, and defamation.[note 16]
When people wish to die because of the severe trials and tribulations that they are suffering.[note 17]
Jews fighting Muslims.[note 18]
When paying charity becomes a burden.[note 19]Nomads will compete in the construction of very tall buildings.[note 20]
Women will appear naked despite their being dressed.[note 21]
People will seek knowledge from misguided and straying scholars.[note 22]
Liars will be believed, honest people disbelieved, and faithful people called traitors.[note 23]
The death of righteous, knowledgeable people.[note 24]
The emergence of indecency (obscenity) and enmity among relatives and neighbours.[note 25]
The rise of idolatry and polytheists in the community.[note 26]
The Euphrates will uncover a mountain of gold.[note 27]
The land of the Arabs will return to being a land of rivers and fields.[note 28]
People will increasingly earn money by unlawful (Haram) ways.[note 29]
There will be much rain but little vegetation.[note 30]
Evil people will be expelled from Al-Madinah.[note 31]
Wild animals will communicate with humans, and humans will communicate with objects.[note 32]
Lightning and thunder will become more prevalent.[note 33]
There will be a special greeting for people of distinction.[note 34]
Trade will become so widespread that a woman will help her husband in business.[note 35]
No truly honest man will remain and no one will be trusted.[note 36]
Only the worst people will be left; they will not know any good nor forbid any evil (i.e. No one will say there is no god but Allah).[note 37]
Nations will call each other to destroy Islam by any and every means.[note 38]
Islamic knowledge will be passed on, but no one will follow it correctly.[note 39]
Muslim rulers will come who do not follow the guidance and tradition of the Sunnah. Some of their men will have the hearts of devils in a human body.[note 40]
Stinginess will become more widespread and honorable people will perish.[note 41]
A man will obey his wife and disobey his mother, and treat his friend kindly while shunning his father.[note 42]
Voices will be raised in the mosques.[note 43]
The leader of a people will be the worst of them.[note 44]
People will treat a man with respect because they fear the evil he could do.[note 45]
Much wine will be drunk.[note 46]
Muslims shall fight against a nation who wear shoes made of hair and with faces like hammered shields, with red complexions and small eyes.[note 47]
The emergence of the Sufyani within the Syria region.[note 48]
The truce and joint Roman-Muslim campaign against a common enemy, followed by al-Malhama al-Kubra (Armageddon), a Roman vs. Muslim war.[note 49]
The Black Standard will come from Khorasan, (see Hadith of black flags) nothing shall turn them back until it is planted in Jerusalem.[note 50]
There will be disagreement concerning succession. Then a man will emerge from Madina. He will hurry to Makkah, and the people of Makkah will come out to him and urge him and try to force him to accept the Bai'aa.[note 51]
Mecca will be attacked and the Kaaba will be destroyed.[note 52]
Emergence of an army, from Yemen, that will make Islam dominant.[note 53][16]
One of the last of the lesser signs, and which will signal the coming of the 10 major signs is the appearance of the Mahdi.[17][18][19][20]

Major signs

Following the second period, the third will be marked by the ten major signs known as alamatu's-sa'ah al-kubra (the major signs of the end).[note 54]

They are as follows:

The false messiah—anti-Christ, Masih ad-Dajjal—shall appear with great powers as a one-eyed man with his right eye blind and deformed like a grape. Although believers will not be deceived, he will claim to be God, to hold the keys to heaven and hell, and will lead many astray.[21]
In reality, his heaven is hell, and his hell is heaven. The Dajjal will be followed by seventy thousand Jews of Isfahan wearing Persian shawls.[note 55]
The return of Isa (Jesus), from the fourth sky, to kill Dajjal.[22]
Ya'jooj and Ma'jooj (Gog and Magog), a Japhetic tribe of vicious beings who had been imprisoned by Dhul-Qarnayn, will break out. They will ravage the earth, drink all the water of Lake Tiberias, and kill all believers in their way. Isa, Imam Al-Mahdi, and the believers with them will go to the top of a mountain and pray for the destruction of Gog and Magog. God eventually will send disease and worms to wipe them out.[note 56][23]
A huge black cloud of smoke will cover the earth.[note 57]
The Dabbat al-ard, or Beast of the Earth, will come out of the ground to talk to people.[note 58]
The sun will rise from the west.[24][25]
Three sinkings of the earth, one in the east,[note 59]
one in the west,[note 60]and one in Arabia.[note 61]
The second blow of the trumpet will be sounded, the dead will return to life, and a fire will come out of Yemen that shall gather all to Mahshar Al Qiy'amah (The Gathering for Judgment).[26]

Criticism

According to some liberals such as Mustafa Akyol, if the Muslim community focuses on apocalyptism and Dajjal they might be going away from social development but this thinking is abolished by one Hadith, and it is,

"If you were to sow a seed (for a plant/vegetation) and the Qiyamah were to happen, then saw the seed first."[90]

This is a metaphoric hadith, which instructs Muslims to be optimistic and working for betterment even if they know they're in the end times.

Sunday 16 February 2020

Benarkan Anak Luar Nikah Di Bin, Binti 99 Nama Allah


14, February 2020

Johor Benarkan Anak Luar Nikah Di Bin, Binti 99 Nama Allah

Sebelum ini, keputusan Mahkamah Persekutuan telah mendapat sokongan majoriti berkenaan isu anak yang lahir luar dari ikatan perkahwinan atau tidah sah taraf perkahwinannya tidak boleh namanya untuk di bin atau binti nama bapanya.

Walau bagaimanapun, menerusi laporan Berita Harian, Mufti Johor membenarkan anak orang Islam yang lahir di luar ikatan perkahwinan atau tidak sah taraf, boleh di bin atau binti dengan nama 99 nama Allah atau Asmaul Husna selain nama Abdullah.


Tidak rasa teraniaya di masa hadapan

Alhamdulillah, Johor sudah mewartakan fatwa anak orang Islam yang dilahirkan di luar ikatan perkahwinan atau tidak sah taraf, tidak boleh bin atau binti bapa biologinya sejak 21 Mei 2018 lagi.

Sultan Johor, Sultan Ibrahim Iskandar sebagai Ketua Agama Islam negeri juga sudah menitahkan supaya fatwa yang dibuat dahulu tidak sehingga menzalimi anak tidak sah taraf sekali gus mengaibkan mereka pada masa hadapan.

Menurut Datuk Yahya Ahmad selaku Mufti Johor, hal ini bagi mengelakkan anak tidak sah taraf tidak terasa teraniaya atau menanggung aib pada masa hadapan jika mereka hanya dibenarkan di bin atau binti dengan nama Abdullah sahaja.


100 nama untuk pilihan

Di Johor, kita memutuskan anak orang Islam yang dilahirkan di luar ikatan perkahwinan atau tidak sah taraf, boleh dinamakan (di bin atau binti) dengan 99 nama Allah atau Asmaul Husna, selain nama Abdullah, menjadikan 100 nama bin atau binti untuk dipilih.

Kerajaan Negeri Johor turut menyokong penuh langkah Mahkamah Persekutuan, untuk memutuskan anak orang Islam yang dilahirkan di luar ikatan perkahwinan atau tidak sah taraf, tidak boleh di bin atau binti dengan nama bapanya. Johor turut membenarkan nama anak untuk di bin atau binti 99 nama Allah menjadikannya 100 nama pilihan termasuk Abdullah.

Sumber: Berita Harian

Sunday 26 January 2020

Mahathir Semakin Layu

Mahathir Semakin Layu

Faktor Kekuatan Fenomena Bossku Hinggakan Pengaruh Dr. Mahathir Semakin Layu

Posted by SnapShot at 1/24/2020


Kita sering memperkatakan kejayaan Bossku mentadbir negara dalam tempuh beliau menjadi Perdana Menteri.

Tiada yang boleh kita nafikan kesungguhannya mengotakan kata 'Rakyat Didahulukan, Pencapaian Diutamakan'.


Kebijaksanaan DS Najib menguruskan negara sangat luar biasa sehinggakan beliau pernah diangkat antara Menteri Kewangan Tebaik Dunia.

Mungkin kita terlepas pandang ataupun tidak menjangkakan bahawa DS Najib sedang mencipta satu lagi fenomena.

Tanpa sedar DS Najib sedang menunjukkan semangat juang yang tiada tolok bandingnya.

Andai kita berada di kedudukan DSN, mampukah kita bangun semula?

Pasti tidak ramai yang berani berkata mampu.

Belum ada dalam sejarah politik tanahair, ada seorang ahli politik yang mampu berbuat demikian.

Bayangkan, dari seorang Perdana Menteri yang sudah tewas, hilang jawatan Perdana Menteri, didesak melepaskan jawatan presiden parti, dikenakan berpuluh pertuduhan, isteri dan anak-anak turut ditekan, passport antarabangsa ditahan, akaun bank dibekukan, dipinggirkan rakan seperjuangan.

Terbaru, mahu disabitkan dengan pembunuhan Altantuya.

Apakah ada ahli politik yang sanggup menghadapinya?

Cuma dengan satu pertuduhan mahkamah pun sudah cukup membuatkan mereka tidak bermaya dan terduduk.

Kita kagum dengan perancangan pembangunan DS Najib.

Kita kagum dengan kesungguhannya menyediakan pemudah cara kepada setiap lapisan masyarakat.


Tapi kita lebih kagum dengan kemampuannya untuk bangun semula setelah segala macam permasalahan dan tekanan maha hebat yang dihadapinya.

Jika difikirkan dari logik akal, mana manusia boleh bangun sepantas DS Najib.

Kita tahu bahawa percaturan Dr. Mahathir biasanya terus 'checkmate' untuk 'mematikan' lawan.

Ianya berlaku pada semua musuh politik Dr. Mahathir.


Tun Musa Hitam dijadikan kambing hitam.


Allahyarham Tun Ghafar Baba diaibkan.


Dan Pak Lah bagaikan menerima seadanya.


Malahan Anwar juga sudah di penghujung jalan dan bakal tumbang.

Mungkin masih terlalu awal untuk kita mengatakan bahawa DSN boleh terlepas dari perangkap Dr. Mahathir.

Tetapi jangan lupa, DS Najib adalah anak didik Dr. Mahathir.

Kita juga perlu tahu bahawa DS Najib juga sudah masak dengan percaturan Dr. Mahathir.

Sejak Musa Hitam hilang jawatan TPM, DS Najib sudah menjadi menteri kabinet.

Begitulah juga dengan TPM yang lain seperti penyingkiran Anwar dan Ghafar Baba.

Pak Lah turun pun adakah atas desakan Dr. Mahathir.

Semuanya berlaku di hadapan mata DS Najib, segala perancanga dan kelicikan Dr. Mahathir ada dalam tangan DS Najib.

Secara mudahnya, DS Najib kenal Dr. Mahathir luar dan dalam.

Apabila DS Najib berkata dia tidak mahu rakyat berdemonstrasi, mungkin DS Najib sudah melihat Anwar tetap dipenjara walaupun rakyat ketika itu saban hari berdemo.


DS Najib tahu bahawa Dr. Mahathir bijak mencari simpati apabila rakyat menentang secara beremosi.

DS Najib tahu bahawa Dr. Mahathir mengharapkannya berlaku, tapi ianya tidak terjadi.

DS Najib juga tidak mengharapkan sokongan sepenuhnya dari UMNO.

Kita pun sedia maklum bahawa ada pemimpin UMNO yang tidak menyenanginya.

Malahan masih ada orang-orang Dr. Mahathir dalam UMNO.

Pemimpin atasan UMNO jugalah yang mendesak beliau turun.

Maksudnya, campurtangan UMNO boleh membuatnya lebih tidak selamat.

Memang sukar kita membaca perancangan DS Najib.

Beliau ada berkata bahawa beliau tidak mahu kembali menjawat jawatan Perdana Menteri.

Mungkin ini adalah percaturannya yang mahukan Dr. Mahathir menukar strategi atau lebih berlembut.

Apapun kita tahu bahawa rata-rata rakyat masih mahu DS Najib kembali meneraju negara kerana tugasannya menjayakan TN50 belum sampai ke penghujung.

Fenomena Bossku Adalah Yang Paling Menarik


Siapa boleh menjangka, seorang insan yang bernama Najib Razak, yang dihina, dicerca, difitnah, dituduh pencuri dan penyamun kini menjadi pujaan rakyat.

Sangat luar biasa.

DS Najib tahu rakyat membenci Mahathir.

Kesempatan ini digunakan sebaiknya oleh DS Najib.

Perlu diingat, KUASA RAKYAT adalah penentu.

Beberapa PRK yang menumbangkan calon Pakatan Harapan dan yang terbaru di PRK Kimanis telah membuktikan Dr. Mahathir mempunyai kuasa pemerintahan tetapi rakyat mempunyai kuasa untuk menentukan siapa yang akan memerintah.


Kalau kita imbas kembali, sejak munculnya fenomena Bossku, kemunculan DS Najib dalam setiap PRK memberikan impak yang sangat positif kepada calon Barisan Nasional.

Pasti ianya memeningkan dan meresahkan Dr. Mahathir.


Akuan Bersumpah (SD) Azilah yang mengatakan bahawa DS Najib mengarahkannya membunuh Altantuya.

DS Najib tahu bahawa penyataan bertulis itu juga adalah percaturan Dr. Mahathir.

DS Najib tahu bahawa bagi Dr. Mahathir, matlamat menghalalkan cara.

DS Najib segera mengambil langkah melafazkan sumpah laknat.

Ianya sangat berkesan untuk meyakinkan rakyat walaupun kita tahu bahawa ianya adalah urusan antara DS Najib dengan Allah SWT.

Kita tahu bahawa sumpah laknat tidak boleh dilafazkan sembarangan kecuali kita tahu kita tidak bersalah dan kita dianiaya.


Itulah DS Najib Tun Razak.

Tanpa sedar DS Najib mengajar kita menjadi insan yang tabah, tidak mengaku kalah, tidak takut kepada tekanan, menentang kejahatan dan menegak kebenaran.

Lebih mengkagumkan ialah, belum pernah kita mendengar DS Najib berdendam atau menunjukkan amarahnya pada rakan-rakan seperjuangannya yang menyingkir dan menghinanya.

Kita tahu bahawa sehingga sekarang pun masih ada yang memburuk-burukkannya.

Itulah kehebatan pemimpin kesayangan kita.

Sesungguhnya inilah masanya untuk kita belajar.

Andai kita ingin menjadi seorang pejuang, contohilah DS Najib.

Andai kita ingin mencari kekuatan, kuatlah seperti DS Najib.

Andai ingin menjadi pemimpin, ikutlah cara DS Najib.

Andai ingin menjadi insan yang baik, jadilah seperti DS Najib.

Kita tahu Rasulullah SAW adalah yang terbaik dengan sifat Siddiq, Amanah, Tabligh dan Fatanah.

Apa yang baik kita contohi dan banyak juga yang boleh kita pelajari dari DS Najib.

Ramai pemerhati yakin, kali ini sudah sampai masanya Dr. Mahathir yang akan tumbang.

Benar, Dr. Mahathir adalah seorang yang bijak dalam mengatur perancangan tetapi beliau lupa, Allah SWT Maha Bijak.


Perancangan Dr. Mahathir adalah untuk melenyapkan terus legasi DS Najib dari dunia politik tanah air malah tidak keterlaluan kalau dikatakan melenyapkan terus aura DS Najib dari bumi Malaysia tetapi Allah SWT mempunyai perancangan yang lain.

Setiap yang dirancang oleh Dr. Mahathir, akhirnya memakan diri sendiri.

Bermula dari fitnah 1MDB hinggalah yang terbaru pembunuhan Altantuya, DS Najib bukan sahaja tidak dapat dibunuh karektornya malah mendapat 'polical mileage' dari setiap peluru yang Dr. Mahathir keluarkan.

Memang aneh perancangan Allah SWT tetapi ingatlah, walau seribu tangan ingin menjatuhkan seseorang tetapi sekiranya Allah SWT tidak mengizinkannya, PASTI tidak akan jatuh,mereka mempunyai perancangan, Allah SWT juga mempunyai perancangan, sesungguhnya perancangan Allah SWT yang akan berjaya.

Allah SWT akan sentiasa bersama-sama orang yang sabar dan berada dalam kebenaran, inilah sebenarnya faktor utama kekuatan kepada kebangkitan DS Najib.






Dari tulisan asal :

RAJA ANNUAR ADNAN

Tuesday 21 January 2020

DAP Leaders Are What Malays Call Bodoh-Sombong

DAP Leaders Are What Malays Call Bodoh-Sombong

And this is why Mahathir is delaying his retirement. He knows once he lets go that would be the end of Malay political power. You might disagree with Mahathir on many things but on the issue of retaining Malay political power we need to support him. And this is the reason why PAS stands behind Mahathir.

THE CORRIDORS OF POWER

Raja Petra Kamarudin

The statement by Prime Minister Tun Dr Mahathir Mohamad that the Pakatan Harapan government may end up a one term government if infighting in the coalition continues is, no doubt, a timely reminder of the direction in which PH is headed.

As head of government, the PM must, however, take responsibility not only for the defeat in Kimanis over the weekend, but also in the four by elections before that, particularly in light of obvious waning support for PH since GE14.

Moreover, the PM’s confirmation that he is open to working with anyone, as long as it is not former PM Najib Tun Razak implies that PH may work with the likes of UMNO and others which were convincingly voted out in GE14.

This certainly does not inspire confidence in PH’s commitment to real reforms, the platform on which, it achieved the impossible in GE14 by defeating the Barisan Nasional after 61 years in power.

The issue raised by Dato Ambiga Sreenevasan a few days ago that perhaps the only person who has read the Institutional Reform Committee (IRC) report, of which she is a member, is the Prime Minister, is a serious cause for concern as well.

The IRC was set up soon after GE14, comprising of eminent members for the purpose of identifying areas which need major reforms and for proposing ways to achieve such reforms.

Surely, the said report of the IRC is crucial to PH’s reform agenda and ought to have been made public a long time ago. It is baffling why it has not.

No doubt, the manipulation of various local issues by the opposition such as the Sabah Temporary Pass (PSS) may have been a contributing factor to Warisan’s loss but it would be naive to think that it was the only factor.

While I agree that infighting in PH must stop, other factors must be addressed urgently such as the peaceful transition of power from the PM to Dato Seri Anwar Ibrahim and outlining a definite timeframe for the same, as promised in GE14.

Like it or not, this issue has created tensions in PH and can be destructive if not dealt with urgently.

The survival of PH must be the priority and we can ill afford further erosion of support for the coalition. There must be a strong political will to implement the reforms that were promised and to seriously tackle the very real problem of deteriorating race relations in the country of late.

If we start doing so now, I am confident that PH will not be a one term government.

RAMKARPAL SINGH, MEMBER OF PARLIAMENT, BUKIT GELUGOR

****************************************************************

Lim Kit Siang is the master of political doublespeak, millions of worthless words in 50 years

Pakatan Harapan leaders (and this includes DAP, PKR, PPBM and PAN) love making “water is wet” statements. In other words, stating the obvious. Why do they need to tell us that water is wet? Tell us something we do not know yet.

Most times these Pakatan people think that the rakyat are stupid. They have not come to terms with that fact that the rakyat know more than what they think the rakyat know. And they also think, as Tun Dr Mahathir Mohamad is fond of saying, rakyat mudah lupa.

Actually, the rakyat remember perfectly well. They even remember why Melaka fell to the Portuguese back in 1511, and who is to be blamed, although some of us may not have been born yet then. And the rakyat remember that while Umno fought for Merdeka, MCA and MIC (meaning the Chinese and Indians) at first did not want to work with Umno to fight for Merdeka until and unless they were promised citizenship and much more (yes, the Chinese and Indians blackmailed Umno before they would join the Malays to fight for Merdeka).

There is a reason why Mahathir keeps talking about Melaka 1511 and his warning that it can happen again

So, do not underestimate the rakyat’s capability to think or to remember. The rakyat have more grey matter than you give them credit for.

What Ramkarpal said (see above), which is echoing what many other DAP and Pakatan Harapan leaders say, is a load of nonsense. It is an insult to our intelligence. And it is mainly a “water is wet” statement, stating the obvious and something we already know. Are these people really so stupid or is it they think we are? Statement apa benda ni?

They whack Mahathir and blame him and him alone. They whack the infighting and say it must stop and in the same breath say Mahathir has to go and Anwar Ibrahim must take over. They blame the rakyat’s unhappiness on the failure to deliver Pakatan Harapan’s election promises. They blame the failure to institute reforms as another reason.

Yes, all very general statements with no details of what should have been done but have not yet been done. What precisely, in detail, are Pakatan Harapan’s failures and shortcomings that caused them to lose five by-elections so far, the most recent being Kimanis last weekend?

Kimanis is the last straw that broke the camel’s back

The electoral reforms DAP is talking about are all in the interest of DAP and the Chinese voters. They talk about electoral reforms but do not reveal this. If they fix each parliament seat, say, at 50,000 voters, plus-minus, then some Malay seats would need to be merged while Chinese seats would be broken into two or three.

The result would be the Chinese seats in West Malaysia would double from roughly 50 to 100 while the number of Malay seats would shrink. Then the Sabah and Sarawak seats would be affected as well since, according to the agreement, they must be given 25% of the total number of seats.

In short, Umno, PAS and PPBM would lose their majority in parliament even if all those three parties combined their seats under one coalition. The so-called electoral reforms that DAP is talking about is meant to end the Malay “hegemony”, to quote Lim Kit Siang, in parliament.

Muafakat Nasional won 100% of the 99 state and parliament seats in Terengganu and Kelantan

And Mahathir has talked about this many times when he said what happened in Melaka in 1511 can happen again if the Malays are not careful — and that the Malays would end up as hamba di negara sendiri. This is what Mahathir was trying to tell us.

That is only one issue and there are many more. Maybe we can talk about all those other issues later but at the moment the most crucial thing the Malays must take note of is that DAP’s agenda is to end Malay political power. And this must be resisted at all costs.

Remember the opening lines of Negaraku (Negaraku, tanah tumpahnya darahku)? Yes, those lyrics were chosen as the opening lines of Negaraku for a reason. And, because of DAP, this may be required. In 1511 it was the Portuguese. In 2018 it was DAP. The nationalist Chinese did it in Taiwan and the Straits Chinese did it in Singapore. Now the DAP Chinese are trying to do the same in Malaysia, starting with Penang, followed by Kuala Lumpur and Selangor.

And this is why Mahathir is delaying his retirement. He knows once he lets go that would be the end of Malay political power. You might disagree with Mahathir on many things but on the issue of retaining Malay political power we need to support him. And this is the reason why PAS stands behind Mahathir.

Many Malays are worried that Anwar will serve the Chinese-DAP interests and that the Malays would be sold out