Thursday 3 December 2020

Madzhab-madzhab Fiqih Pewaris Ilmu Para Salaf

Madzhab-madzhab Fiqih Pewaris Ilmu Para Salaf

Madzhab-madzhab Fiqih Pewaris Ilmu Para Salaf

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah diutus Allah Ta’ala untuk menyampaikan mengenai risalah yang diturunkan kepadanya, juga menjelaskan syariatnya. Kemudian meninggalkan manusia setelahnya dengan petunjuk, yang tidak akan sesat ketika seorang itu mengikutinya. Petunjuk itu tidak lain adalah Al Qur`an dan sunnahnya.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam wafat dalam keadaan dimana umat ini tercerahkan dengan cahaya Islam, baik akidah, syariah, maupun akhlaknya. Mereka itulah para sahabatnya. Merekalah yang menyaksikan bagaimana wahyu turun. Para sahabat pun menyampaian risalah itu dengan amanah. Sehingga masa sahabat tidak berakhir, kacuali perkataan Rasulullah Shallallahu Alaihi wasalam dan perbuatannya tersampaikan, tanpa ada yang terkurangi. Ketika ada salah satu dari mereka luput untuk memperoleh hadits-hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, maka yang lainnya tidak akan luput darinya. Sebagaimana disampaikan oleh Imam Asy Syafi’i,”Sesungguhnya seluruh sahabat telah meriwayatkan khabar Rasululallah Shallallahu Alaihi Wasallam, hadits-haditsnya, serta fatwa-fatwanya.” Jika masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah masa penyampaian risalah, maka masa sahabat adalah masa penjagaannya, serta penyebarannya. Tidak hanya itu, bahkan para sahabat juga mengambil kesimpulan, dan berijtihad dalam hal-hal yang mereka tidak mengetahui hal itu dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. (lihat, Nadhrah Tarikhiyah fi Huduts Al Madzahib Al Fiqhiyah Al Arba’ah, hal. 21)

Munculnya Perbedaan dan Kesepakatan (Ijma`)

Mulailah, di masa sahabat, fiqih berkembang, disebabkan munculnya perkara-perkara yang tidak mereka dapati di masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, hal itulah yang menuntut mereka untuk melakukan ijtihad. Demikian juga menyebarnya Islam di berbagai negeri, yang memiliki tradisi yang berbeda-beda, hingga akhirnya muncullah berbedaan fatwa di kalangan para sahabat. Sebagaimana para sahabat berbeda dalam ijtihad, terkadang juga ijtihad mereka menghasilkan hukum yang sama, yang disebut ijma’ atau kesepakatan para mujtahid dalam satu kurun waktu terhadap hukum syar’i suatu persoalan.  (Al Madhal ila Dirasah Al Madzahib Al Fiqhiyah, hal. 435)

Munculnya Madzhab dan Taklid di Masa Sahabat

Imam Ibnu Jarir telah berkata mengenai Umar bin Al Khaththab,”Ia tidak memiliki para pengikut yang dikenal yang merilis fatwa-fatwanya dan madzhab-madzhabnya dalam fiqih, kecuali Ibnu Mas’ud, dimana ia (Ibnu Mas’ud) meninggalkan madzhabnya dan pendapatnya demi pendapat Umar. Dan ia pun nyaris tidak pernah menyelisihi sesuatu pun dalam madzhabnya, ia pun meralat pendapatnya demi pendapat Umar.” Dalam hal pengikutan Ibnu Mas’ud pendapat Umar dalam fiqih, Asy Sya’bi menyatakan,” Abdullah tidak pernah qunut, namun kalau sekiranya Umar berqunut, maka ia pun berqunut. (I’lam Al Muwaqi’in, 2/35, 36)

Syeikh Ahmad Al Kiranawi, ulama muhaddits dari India menyampulkan,”Teks-teks ini memberikan petunjuk bagimu, bahwasannya metode taklid telah menyebar di kalangan sahabat dan tabi’in, sampai-sampai sebagian mujtahid bertaklid kepada mujtahid lainnya, lebih-lebih bagi yang tidak memiliki kemampuan untuk berijtihad.” (Fawaid fi Ulum Al Fiqh, hal. 11)

Fiqih di Masa Tabi’in Mewarisi Fiqih Para Sahabat

Dari para ulama di kalangan sahabat, ada para tabi’in yang konsisten belajar kepada mereka. Telah mengambil ilmu fiqih dari Ibnu Abbas, Ikrimah. Sedangkan yang mewarisi ilmu Umar bin Al Khaththab adalah Said Bin Al Musayyib. Sedangkan fiqih Ibnu Umar diwarisi oleh Nafi’. Adapun ilmu Ibnu Mas’ud di Iraq diwarisi oleh Ibrahim An Nakha’i dan Alqamah. Para fuqaha dari kalangan tabi’in dalam mayoritas masalah tidak keluar dari pendapat para guru mereka dari kalangan sahabat. Namun, mereka juga berijtihad dalam masalah-masalah yang tidak mereka dapati dari para guru mereka, tentunya dengan metode yang mereka peroleh dari guru mereka itu. (Nadhrah Tarikhiyah fi Huduts Al Madzahib Al Fiqhiyah Al Arba’ah, hal. 23, 24)

Pada saat itu, muncullah para fuqaha’ yang menjadi panutan umat. Di Madinah mencul para mujtahid, diantara mereka adalah Sa’id bin Al Musayyib, Urwah bin Az Zubair, Sulaiman bin Yasar dan lainya. Di Makkah muncul Atha’, Thawus, Mujahid. Di Kufah muncul Alqamah serta Al Aswad bin Yazid An Nakha’i. Sedang di Bashrah muncul Muhammad bin Sirin, Hasan Al Bashri serta lainnya. Sedangkan di Mesir muncul Imam Al Laits, yang menjadi panutan penduduk negeri itu. (Al Hadharah Al Islamiyah, Asasuha wa Wasailuha, hal. 510-514)

Madzhab Empat Mewarisi Ilmu Para Fuqaha dari kalangan Tabi’in

Setelah berlalu masa mujtahid di kalangan tabi’in, muncullah beberapa ulama mujtahid yang tidak lain merupakan murid-murid dari para fuqaha dari kalangan tabi’in. Ada Imam Ibu Hanifah di Iraq, Imam Malik di Madinah, Imam Al Auza’i di Syam dan sebelumnya sudah dicatat kemunculan ulama mujtahid di Mesir, yakni Imam Al Laits. Imam Abu Hanifah memperoleh ilmu dari Ibrahim An Nakha’i, sedangkan Imam Malik memperoleh ilmu dari Nafi’. (Nadhrah Tarikhiyah fi Huduts Al Madzahib Al Fiqhiyah Al Arba’ah, hal. 25)

Kemudian muncul Imam Asy Syafi’i, yang pada awal mulanya madzhabnya dikenal di Iraq, kemudian di Mesir. Disusul munculnya madzhab Imam Ahmad bin Hanbal di Iraq. (Al Hadharah Al Islamiyah, Asasuha wa Wasailuha, hal. 517)

Kemana Madzhab Lainnya?

Meskipun jumlah madzhab lebih dari empat, namun mengapa madzhab yang masyhur di kalangan Sunni adalah madzhab empat? Diantara madzhab yang ada, ada madzhab-madzhab yang tidak terbukukan, diantaranya adalah madzhab Imam Al Laits di Mesir dan madzhab Imam Al Auza’i di Syam yang semasa dengan Imam Abu Hanifah. Ada pula madzhab Syubrumah di Bashrah, juga Ibnu Abi Laila di Kufah. Bahkan Imam Asy Syafi’i sampai menyatakan,” Imam Al Laits lebih pendai dalam fiqih dibanding Imam Malik”, hanya saja para pengikutnya tidak melestarikan fiqih guru mereka. Sebab itulah madzhab para ulama besar itu tidak diamalkan hingga kini, disebabkan tidak tercatat dengan baik seperti madzhab empat, dan tidak memiliki penerus yang melestarikan madzhab ini. (Nadhrah Tarikhiyah fi Huduts Al Madzahib Al Fiqhiyah Al Arba’ah, hal. 28-29)

Dengan demikian, yang sampai kepada umat Islam di kalangan Sunni saat ini, dan yang masih terus lestari dan diamalkan, serta memiliki pengikut adalah madzhab empat. Meski banyak perbedaan, namun sejatinya sumber utama mereka Al Qur`an dan As Sunnah, yang mereka peroleh dari pemahaman fiqih para sahabat dan tabi’in.

 

 

 

 

Rep: Sholah Salim

Editor: Thoriq