Sunday 24 May 2015

Menyingkap Syubhat Orientalis Tentang Hadith


إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره, ونعوذ باالله من شرور انفسنا ومن سيئات اعمالنا, من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له. ونشهد أن لا إله الا الله وحده لاشريك له ونشهد أن محمدا عبده ورسوله.

Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya dan kami memohon pertolongan-Nya dan kami memohon keampunan-Nya, dan kami berlindung kepada Allah dari keburukan diri kami dan dari keburukan perbuatan kami. Sesiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tiadalah kesesatan baginya dan sesiapa yang disesatkan oleh Allah maka tiadalah petunjuk baginya. Kami bersaksi bahawa tiada tuhan kecuali Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya dan kami bersaksi bahawa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Surah ali-‘Imran, 3: 102)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya. Dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.” (Surah an-Nisaa’, 4: 1)

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (٧٠) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا(٧١)

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, nescaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Surah al-Ahzab, 33: 70-71)

أما بعد,

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

“Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kitabullah. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad صلى الله عليه وسلم. Sedangkan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan dan semua yang diada-adakan adalah bid’ah. Semua yang bid’ah adalah sesat dan semua yang sesat tempat kembalinya adalah neraka.” (Hadis Riwayat an-Nasaa’i, Bab: Kaifa al-Khuthbah, 6/27, no. 1560)

Menyingkap Syubhat Orientalis Tentang Hadith

(Disusun oleh Ustaz Dr. Muhammad Nur Ihsan hafizullah)

Majalah As Sunnah Edisi 10/Thn XV/Rabi’ul Awal 1433H/Februari 2012M

Tidak diragukan bahawa hadith adalah masdar at talaqqi (sumber kedua pengambilan hukum) dalam Islam. Ia adalah wahyu dari Allah Ta’ala seperti Al Quran. Dan sungguh hadith yang mulia ini sejak kemunculan Islam telah menghadapi bermacam serangan, celaan dan kritikan dari musuh-musuh Allah dan RasulNya baik dari yang bukan Islam atau orang munafiqin. Mereka ingin memadamkan cahaya Islam dengan bermacam makar dan propaganda, akan tetapi Allah Ta’ala tetap memelihara agama dan menyempurnakan cahayaNya.

يُريْدُونَ أَن يُطْفِئُوا نُوْرَ اللهِ بِأَفْۈهِِِهِمْ وَيَأْبَى اللهُ إِلاَّ أَن يُتِمَّ نُورَهُُ ووَلَوْكَرِهَ ٱلكفِرُونَ ۝

“Mereka (orang-orang kafir) ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, [dan Allah tidak mengkehendaki -ed] sedang Allah tetap menyempurnakan cahaya (agama)Nya sekalipun orang-orang kafir tidak senang.” (As-Shaf 61:3) [Pembetulan dari editor: at-Taubah 9:32]

Sejak awal abad 20 Masihi, sungguh Hadith telah menghadapi bermacam cubaan, celaan, kritikan dari kaum orientalis. Mereka menebarkan bermacam syubahat tentang Hadith dengan tujuan menjauhkan kaum Muslimin dari agama mereka dan menanamkan bermacam keraguan dalam diri kaum Muslimin. Mereka diikuti oleh para neo-orientalis dan kaum munafiq yang membeo (mengikuti) kepada mereka. Mereka rela menjual aqidah dan prinsip agama mereka kepada non-Muslim untuk menghancurkan Islam dari dalam dan menggunting kain dalam lipatan.

Di antara tokoh utama orientalis yang berada dalam barisan hadapan dalam menghujah Islam dan mengkritik Hadith adalah Ignaz Goldziher (1850-1921M) (Lihat biografinya di kitab al-A’lam karangan az-Zirikli (1/84) ) seorang Yahudi yang menulis kitab “al-Aqidah wasy Syari’ah fil Islam” dan Joseph Schacht (1902-1969M) (Lihat biografinya di kitab al-Uyubul Manhajiyyah fi Kitabatil Mustasyriq Syakhat al Muta’alliqah bis Sunah an Nabawiyyah” karangan Dr. Khalid bin Manshur ad-Durais (hlmn5-13) ) seorang Nasrani (Kristian) yang berasal dari Inggeris, penulis kitab “Ushul al-Fiqh al-Muhammadi”. (Christiaan Snouck Hurgronje, dan Edmund Castell juga merupakan antara tokoh orientalis silam pada 1606-1685M-ed) .Karya tulis mereka inilah yang dijadikan sebagai rujukan dan referensi utama oleh dunia barat dalam mengkaji Islam khusus sekali di kalangan para orientalis yang datang setelah mereka dan para PEMBEO (pengikut) mereka yang berasal dari dunia timur yang mempelajari Islam di dunia barat, atau yang terkontaminasi (diracuni-ed) dengan pemikiran mereka, khusus sekali dalam bidang mengkaji Hadith dan Fiqh Islam.

Mereka telah menyebarkan bermacam syubahat tentang Islam dan Hadith secara khusus, akan tetapi Allah Ta’ala senantiasa menjaga agamaNya dan memelihara Hadith NabiNya dengan membangkitkan para Ulama dari masa ke masa untuk memperjuangkan Hadith dan membentenginya dari bermacam propaganda dan makar musuh Islam. Mereka menepis syubahat-syubahat yang dilancarkan para musuh yang menentang Hadith, dengan dalil dan hujjah yang nyata dari Al Qur’an dan Hadith serta logik akal yang sihat.

Berikut penulis akan menyebutkan sebahagian syubahat orientalis tentang Hadith, dan bantahan Ulama Islam terhadapnya.

SYUBAHAT PERTAMA:

Larangan Nabi صلى الله عليه وسلم dari Menulis Hadith.

——————————————————————————–

Para orientalis dan para pengikut mereka mengatakan bahawa seandainya Hadith tersebut hujjah atau dalil tentu Nabi sallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menulisnya, dan para Sahabat dan Tabi’in yang datang sepeninggalan Beliau صلى الله عليه وسلم tentu akan melakukan hal itu sehingga dengan demikian boleh dipastikan validity atau kebenarannya, sebagaimana Al Qur’an. Namun kenyataannya, Nabi صلى الله عليه وسلم melarang penulisan Hadith dan memerintahkan untuk menghapuskan apa yang pernah ditulis, begitu juga para Sahabat dan Tabi’in sepeninggalan Beliau صلى الله عليه وسلم. Bukan hanya itu sahaja, bahkan sebahagian mereka tidak mahu menyampaikan hadith atau mengurangi atau menyedikitkan hal itu dan bahkan sebahagian yang lain melarang dari memperbanyak menyampaikan dan meriwayatkan hadith. (Lihat kitab as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam – Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha karangan ‘Imad Sayyid Asy Syarbini (1/266) )

Mereka menyebutkan dalam hal ini, sebahagian hadith, seperti hadith (yang bermaksud),

“Janganlah kalian tulis dariku selain Al Qur’an, barangsiapa yang menulis sesuatu selain Al Qur’an maka hendaklah ia hapuskan.”

(HR Muslim dalam Shahihnya no. 3004. Dari Hadith Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anh)

Para orientalis mengatakan bahawa hadith-hadith yang melarang menulis Hadith adalah palsu, hadith tersebut hanya sebagai hasil proses perkembangan agama (ideology), politik dan social yang muncul dalam Islam, sebagaimana yang dikatakan oleh tokoh orientalis: Ignaz Goldziher (Dalam kitabnya al-Aqidah wasy Syari’ah fil Islam, hlm. 53,251. Dan lihat kitab as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam – Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha 1/267 dan 348)

——————————————————————————–

Jawaban:

Pernyataan di atas adalah pendapat yang batil dan tidak benar, kerana tidak berlandaskan penelitian yang objektif dan ilmiah. Pendapat itu hanya berlandaskan hawa nafsu dan pemahaman yang salah serta rasa kebencian yang mendalam kepada Islam dan sunnah secara khusus, berikut beberapa argumentasi yang menjelaskan tentang kebatilannya:

Pertama: Tidak diragukan keshahihan hadith Abu Sa’id al-Khudri رضي الله عنه yang meriwayatkan larangan Rasulullah صلى الله عليه وسلمdari menulis hadith, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya. Namun, para orientalis dan para pengikut mereka menutup mata dan meninggalkan hadith-hadith yang memerintahkan para Sahabat dan memotivasi mereka untuk menghafal hadith kemudian menyampaikan dan meriwayatkannya. Pada waktu yang sama Rasulullah صلى الله عليه وسلمmemberikan ancaman keras terhadap kebohongan atas nama beliau, sebagaimana yang terdapat dalam hadith yang shahih, dalam hadith Haji Wada’ Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:

ﺍﻻ ﻠﻴﺒﻟﻎ ﺍﻠﺷﺎﻫﺪ ﺍﻠﻐﺎﺌﺐ ﻔﻟﻌﻞ ﺑﻌﺾ ﻣﻥ ﻴﺒﻠﻐﻪ ﺃﻥ ﻴﻛﻭﻦ ﺃﻭﻋﻰ ﻠﻪ ﻣﻥ ﺑﻌﺾ ﻣﻥ ﺴﻤﻌﻪ

“Hendaklah yang hadir menyampaikan (apa yang ia dengar) kepada yang tidak hadir, boleh jadi sebahagian yang menerimanya (hadith) lebih memahami (maksud)nya dari sebahagian orang yang mendengar langsung.” (HR al-Bukhari (no. 7447) dan Muslim (no.1679) )

Beliau صلى الله عليه وسلم juga bersabda:

ﻧﺿﺭ ﭐﷲ ﺍﻤﺭﺃ ﺴﻤﻊ ﻤﻧﺎ ﺣﺩﻴﺛﺎ ٬ ﻓﺤﻅﻪ ﺤﺗﻰ ﻴﺑﻠﻐﻪ ٬ﻓﺭﺐ ﺤﻤﻞ ﻓﻘﻪ ﺇﻠﻰ ﻤﻦ ﻫﻭ ﺃﻓﻘﻪ ﻤﻧﻪ ٬ ﻭﺮﺐ ﺣﺎﻣﻞ ﻓﻘﻪ ﻠﻴﺲ ﺒﻔﻘﻴﻪ

“Semoga Allah menjadikan berseri-seri wajah seseorang yang mendengar dari kami sebuah hadith, lalu ia menghafalnya dan menyampaikannya (kepada orang lain), boleh jadi yang membawa fiqih (ilmu/hadith) menyampaikannya kepada orang yang lebih faham darinya, dan boleh jadi seseorang yang memiliki fiqih (hadith) bukanlah orang faqih (yang memahami secara mendalam tentang hadith tersebut-pen).” (HR Abu Daud dalan Sunannya no. 3660, dan at-Tirmidzi dalam Sunannya no. 2656, beliau berkata: “Hadith hasan.”)

Dan Beliau صلى الله عليه وسلم juga bersabda:

ﻤﻦ ﺣﺪﺙ ﻋﻧﻲ ﺒﺣﺩﻴﺙ ﻴﺮﻯ ﺃﻨﻪ ﻛﺫﺏ ٬ ﻓﻬﻭ ﺃﺤﺪ ﺍﻠﻛﺎﺫﺒﻴﻦ

“Barangsiapa yang menyampaikan atas namaku sebuah hadith, ia menduga/mengetahui bahawa itu suatu kebohongan, maka ia adalah salah seorang pembohong.” (HR Muslim dalam Muqaddimah Shahihnya (1/8) )

Dan hadith-hadith yang lain yang senada yang memerintahkan untuk menghafal hadith dan menyampaikannya serta perintah untuk berhati-hati dalam hal itu, agar tidak menisbatkan kebohongan dan hadith-hadith palsu kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم.

Hal ini menjelaskan urgensi (keutamaan-ed) sunnah dalam Islam, bahawa ia adalah hujjah dan sumber hukum dalam segala perkara agama, bukan hasil proses perkembangan ideologi, politik dan sosial yang dialami oleh kaum Muslimin, sebagaimana yang dikatakan oleh para orientalis dan para pembeo (pengikut) mereka.

Kedua: Telah terdapat hadith-hadith yang shahih yang memerintahkan dan mengizinkan untuk menulis hadith, sebagaimana hadith berikut:

ﻋﻦ ﻋﺑﺪﭐﷲ ﺑﻦ ﻋﻣﺭﻭ ٬ ﻗﺎﻞ : ﻛﻧﺖ ﺃﻛﺗﺐ ﻛﻞ ﺸﻲﺀ ﺃﺴﻤﻌﻪ ﻤﻦ ﺭﺴﻮﻞﭐﷲ ﺼﻠﻰ ﭐﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻢ

ﺃﺭﻴﺪ ﺣﻔﻅﻪ ٬ ﻓﻧﻬﺘﻧﻲ ﻗﺭﻴﺶ ﻭ ﻗﺎﻠﻭﺍ : ﺃﺗﻛﺗﺐ ﻛﻞ ﺷﻲﺀ ﺗﺴﻤﻌﻪ ﻭ ﺭﺴﻭﻝﭐﷲ ﺼﻠﻰﭐﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺴﻠﻢ

ﺑﺷﺭ ﻴﺘﻛﻠﻢ ﻓﻲ ﺍﻠﻐﻀﺏ ٬ ﻭﺍﻠﺭﻀﺎ ٬ ﻓﺄﻤﺴﻛﺕ ﻋﻥ ﺍﻠﻛﺗﺎﺐ ٬

ﻓﺫﻛﺭﺖ ﺫﻠﻚ ﻠﺭﺴﻭﻝﭐﷲ ﺼﻠﻰﭐﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻢ ٬ ﻓﺄﻭﻤﺄ ﺑﺄﺼﻌﻪ ﺇﻠﻰ ﻓﻴﻪ ٬ ﻓﻘﺎﻞ :

((ﺍﻛﺘﺐ ﻓﻭﺍﻠﺬﻱ ﻧﻔﺴﻲ ﺒﻴﺪﻩ ﻤﺎ ﻴﺧﺭﺝ ﻣﻧﻪ ﺇﻻ ﺤﻖ ))

“Dari Abdullah bin Amru beliau berkata: awalnya saya menulis segala sesuatu yang saya dengar dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم, saya ingin menghafalnya, lalu kabilah Quraisy melarang saya, seraya berkata, ‘Kamu menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم, sementara beliau adalah manusia, berkata dalam keadaan emosi dan redha.’ Lalu saya tinggalkan menulis hadith, kemudian saya sampaikan hal itu kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, lalu beliau menunjuk dengan jari ke mulutnya, seraya bersabda, “Tulislah, demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, tiada yang keluar darinya kecuali kebenaran.” (HR Abu Daud dalam Sunannya no. 3646, Ahmad dalam Musnad 2/162 dan al-Hakim dalam Mustadrak 1/105, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Hadith ini mempunyai beberapa sanad yang saling menguatkan.” Lihat: Fathul Bari 1/250)

Dan hadith Abu Hurairah رضي الله عنه berkata: “Tidak seorang pun dari para Sahabat Nabi صلى الله عليه وسلمbersabda: “Tulislah untuk Abu Syah” (HR al-Bukhari no. 112 dan 2434 dan Muslim no. 448.)

Abu Hurairah رضي الله عنه berkata: “Tidak seorang pun dari para Sahabat Nabi صلى الله عليه وسلمyang lebih banyak meriwayatkan hadith daripada saya, kecuali Abdullah bin Amr bin Ash, maka sesungguhnya beliau menulis (hadith) dan saya tidak menulis(nya)” (HR al-Bukhari dalam Shahihnya no. 113)

Dan dari Abdullah bin Amr رضي الله عنه, bahawa sesungguhnya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

ﻗﻴﺩ ﺍﻠﻌﻡ ﺑﺎﻠﻛﺗﺎﺑﺔ

“Ikatlah ilmu itu dengan tulisan” (HR al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/106 dan ar-Ramahurmuzi dalam kitab al-Muhadditsul Fashil, hlmn. 365. Dan diriwayatkan juga ar-Ramahurmuzi dari Anan bin Malik dalam kitab yang sama hlm. 368 dan al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad 10/460, dan sanadnya saling menguatkan, dan dishahihkan oleh Syeikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 4310 dan Silsilah Shahihah no. 2026.)

Begitu juga telah diriwayatkan dari banyak para Sahabat dan para Tabi’in dan perintah untuk menulis hadith, di antara mereka (dari para Sahabat); ‘Abdullah bin Amr bin ‘Ash, al-Bara’ bin ‘Azib, Umar bin al-Khattab, Ali bin Abi Talib, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah dan Ibnu Abbas رضي الله عنهم. (Lihat perkataan mereka tentang izin menulis hadith dalam Sunnan ad-Darimi 1/432-438, Taqyidul Ilm, hlm. 87-89 dan al-Muhadditsul Fashil, hlm. 370.)

Nah, kenapa para orientalis dan para pengikut mereka- yang mengatakan bahawa mereka bersikap objektif dan ilmiah!, kenapa mereka menutup mata dan tidak menukil hadith-hadith yang mengizinkan dan memerintahkan untuk menulis dan meriwayatkan hadiths, MANA SIKAP OBJEKTIF DAN ILMIAH MEREKA dalam hal ini, atau mereka hanya bersikap objektif dalam perkara yang sesuai dengan hawa nafsu mereka, dan itulah kenyataannya, jadi pada dasarnya mereka adalah pengekor hawa nafsu.

Kemudian perlu diketahui bahawa Ulama yang berpendapat bahawa Hadith yang mengizinkan untuk menulis Hadith, telah menasakhkan (memansuhkan/memansuhkan) hukum hadith yang melarang dari menulisnya, di antara mereka:

Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (1/294)

Ibnu Qutaibah dalam Ta’wil Mukhtalafil Hadith (hlm. 286)

an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim (13/34)

bahkan Sheikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menukil pendapat ini dari para Ulama. (Lihat Majmu’ Fatawa 18/318 dan 2/322.)

Ketiga: Adapun perkataan para orientalis bahawa “larangan tersebut menjelaskan bahawa hadith bukanlah hujjah” ini adalah kebatilan yang nyata, sebab para Ulama telah menjelaskan larangan tersebut bukanlah larangan secara mutlak, akan tetapi kerana beberapa factor, di antaranya:

1. Larangan tersebut khusus tentang penulisan Hadith bersama Al Qur’an dalam

satu lembaran, kerana dikhuatirkan akan terjadi percampur-bauran antara Al Qur’an dan Sunnah tanpa ada pembeza antara keduanya. (Lihat Ma’alimus Sunan (4/183) dan as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munagasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/288)

2. Larangan tersebut khusus di waktu turunnya Al Qur’an kerana dikhuatirkan akan tercampur Al Qur’an dengan selainnya, sedangkan izin untuk menulis adalah di waktu selain itu. (Lihat Zadul Ma’ad 3/457 dan Fathul Bari 1/251)

3. Sebab larangan tersebut kerana kekhuatiran akan menyibukkan kaum Muslimin dari memperhatikan Al Qur’an dan lebih mengutamakan Hadith, sehingga menyebabkan ditinggalkan Al Qur’an dan diabaikan. (Lihat as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/292-296)

4. Larangan tersebut disebabkan kekhuatiran munculnya sikap mengandalkan (mengutamakan-ed) tulisan sahaja

sehingga meninggalkan hafalan, oleh kerana Imam Ibrahim an-Nakha’I mengatakan:

“Tidak seseorang menulis kitab (ilmu) kecuali ia akan mengandalkannya (mengutamakannya)” (Lihat Muqaddimah “Sunan ad-Darimi1/139 dan Taqyidul ‘Ilm (hlm. 58-60) dan as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/297)

Dari apa yang diutarakan jelaslah kebatilan perkataan para orientalis dan para pengikut mereka bahawa factor yang menyebabkan larangan penulisan hadith adalah Nabi dan para Sahabat tidak ingin ada kitab lain bersama Al Qur’an, dan tidak dikehendaki hadith menjadi landasan agama yang Universal untuk selamanya seperti Al Qur’an serta menjelaskan bahawa para Sahabat melakukan ijtihad dalam menghadapi Hadith dan tidak menerimanya.

Ini adalah kenyataan yang batil dan kesimpulan yang keliru yang jauh dari sikap objektif dan penitian ilmiah. (Lihat bantahan terhadap kenyataan dan kesimpulan di atas kitab as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/302-307)

SYUBAHAT KEDUA:

Keterlambatan Penulisan Hadith.

——————————————————————————–

Para orientalis dan para pengikut mereka mengatakan: Penulisan Hadith baru dilakukan di awal abad kedua Hijriyyah, kerana pertama sekali memerintahkan untuk mengodifikasikan (mengkategorikan-ed) Hadith adalah Khalifa Umar bin Abdul Aziz رحمه الله yang menjawat jawatan khalifah pada tahun 99 H dan meninggal pada 101H.

Bahkan tokoh utama orientalis Ignaz Goldziher mengatakan, “Sesungguhnya bahagian terbesar dari hadith tiada lain kecuali hasil proses perkembangan religion (agama-ed) (ideology/pemikiran), politik dan social yang muncul pada abad pertama dan kedua, dan sesungguhnya tidak benar apa yang dikatakan bahawa hadith adalah dokumentasi (landasan) Islam pada masa awal kelahirannya, akan tetapi ia adalh peninggalan dari usaha Islam di zaman kematangan atau keemasannya.” (Lihat Al-Aqidah wasy Syari’ah fil Islam hlm. 53, 251 lihat: as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munagasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/348) )

Perkataan Ignaz Goldziher inilah yang dijadikan landasan oleh seluruh orientalis yang datang sepeninggalannya, khusus sekali, Joseph Schacht dan para neo-orientalis dalam keilmuan dan penelitian mereka tentang Islam. (Lihat kitab as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/348)

Dalam hal ini mereka berdalil dengan atsar yang dinukil oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya. Beliau rahimahullah berkata,

“Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Abu Bakr Ibn Hazm, “Perhatikanlah hadith Rasulullah صلى الله عليه وسلمlalu tulislah (Kodifikasikanlah), sesungguhnya saya khuatir hilangnya ilmu dan meninggalnya para Ulama, dan janganlah kamu terima kecuali hadith Rasulullah صلى الله عليه وسلم, dan hendaklah kalian sebarkan ilmu, dan hendaklah kalian duduk di majlis ilmu agar orang yang tidak tahu menjadi tahu, maka sesungguhnya ilmu tidak akan binasa/hilang kecuali dirahsiakan (tidak disebarkan)” (HR al-Bukhari – ta’liqan – dalam Kitab Ilmu dari Shahihnya 1/234)

——————————————————————————–

Jawaban:

Apa yang dikatakan para orientalis tentang keterlambatan penulisan Hadith adalah tidak benar. Hal itu disebabkan oleh kejahilan mereka tentang sejarah penulisan Hadith dan pengkodifikasiannya serta perkembangannya, dan jauhnya mereka dari sikap ilmiah dan objektik dalam hal ini, kebatilan tersebut ditinjau dari beberapa sisi:

Pertama: Bahawa mereka tidak memahami hakikat

–al-kitabah iaitu penulisan,

–at-tadwin iaitu pengkodifikasian,

-dan at-tashnif iaitu penyusunan,

mereka mencampur-adukkan antara ketiga hakikat di atas.

Al-kitabah bukanlah at-tadwin dan at-tadwin bukanlah at-tashnif.

Al-kitabah adalah hanya sekadar penulisan sesuatu tanpa perhatian mengumpulkan lembaran-lembaran yang ditulis dalam sebuah kitab,

Adapun at-tadwin adalah tahap yang terkemudian setelah penulisan, iaitu mengkodifikasikan lembaran-lembaran yang telah ditulis di dalam sebuah kitab.

Adapun at-tashnif (penyusunan) lebih khusus dari pengkodifikasian, kerana ia adalah penyusunan hadith-hadith yang telah ditulis dalam lembaran-lembaran yang telah dikodifikasikan dalam fasal-fasal tertentu dan bab-bab terpisah.

Berdasarkan hal ini, maka perkataan para Ulama, bahawa awal tadwin (pengkodifikasian) Hadith adalah pada akhir abad pertama, bukan bererti bahawa Hadith tidak ditulis selama masa itu, Namun maksudnya adalah bahawa Hadith telah ditulis dalam lembaran-lembaran yang terpisah dan belum sampai kepada tahap pengkodifikasian (pengumpulan)nya dalam kitab khusus.

Inilah yang tidak difahami oleh orientalis dan para pengikut mereka. Mereka memahami bahawa penulisan sama dengan pengkodifikasian. Dari sini jelaslah kekeliruan orang yang memahami perkataan,

“Orang yang pertama sekali mentadwin ilmu/hadith adalah Imam Ibnu Syihab az-Zuhri.” dengan orang yang pertama menulis hadith adalah Imam az-Zuhri. Ini jelas kekeliruan yang nyata, kerana penulisan bukan pengumpulan atau pengkodifikasian. .

Jadi perkataan di atas harus difahami dan diterjemahkan dengan benar, iaitu orang yang pertama sekali mengkodifikasikan lembaran-lembaran hadith yang telah ditulis dan menyusunnya adalah Imam az-Zuhri رحمه الله. (Lihat as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/350-351) )

Barangsiapa yang memperhatikan perkataan para Ulama dalam perkara ini, maka akan jelas baginya maksud mereka adalah pengkodifikasian bukan penulisan, seperti perkataan al-Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله berikut:

“Orang yang pertama sekali mentadwin (mengkodifikasikan) hadith adalah Ibnu Syihab az-Zuhri pada awal tahun 100 (awal kedua Hijriyyah) berdasarkan perintah Umar bin Abdul Aziz, kemudian setelah itu bertambah banyak pengkodifikasian kemudian penyusunan, dan dengan demikian terwujudlah kebaikan yang banyak.” (Fathul Bari 1/251)

Kedua: Bahawa Khalifah Umar bin Abdul Aziz رحمه الله tatkala memerintahkan untuk mengkodifikasikan Hadith, bukan bereti beliau memulai sesuatu yang tidak ada. Beliau telah berpegang kepada lembaran-lembaran hadith yang telah ditulis sebelumnya di zaman Rasulullah صلى الله عليه وسلمyang telah tersebar di seluruh penjuru dunia Islam tatkala itu. Ini adalah kenyataan ilmiah dan bukti sejarah yang tidak boleh dimungkiri (disanggah) oleh orang-orang yang bersikap ilmiah dan objektif dalam penelitiannya.

Ketiga: Kenyataan di atas dikuatkan oleh bukti sejarah yang authentic (tulen) tentang penulisan sunnah dalam lembaran-lembaran yang terpisah yang ada pada zaman para Sahabat, berikut adalah beberapa contoh tentang hal itu:

1.Perkataan Abu Hurairah رضي الله عنه: Tatkala Rasulullah صلى الله عليه وسلمtelah menakluki kota Makkah, beliau berdiri di hadapan manusia seraya berkhutbah, lalu salah seorang dari penduduk Yaman, namanya Abu Syah bertanya kepada beliau: Wahai Rasulullah, tulislah untukku, beliau bersabda: “Tulislah untuk Abu Syah” (HR Bukhari dalam Shahihnya hadith no. 112.

2.Begitu juga tulisan Nabi صلى الله عليه وسلمyang memuatkan tentang sedekah, diyah, kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya yang beliau kirimkan kepada Amru bin Hazm tatkala diutus ke negeri Yaman. (HR Nasa’I dalam Sunannya no. 4852- 4859 dan Abu Ubadi Qasim bin Sallam dalam kitab al-Amwalhlm. 358-362. Dan lihat Dalailut Tautsiqil Mubakkir lis Hadith karangan Dr. Imtiyaaz Ahmad hlm. 368, dan as- Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/353)

3.Tulisan Abu Bakar ash-Shiddiq رضي الله عنه kepada Anas bin Malik رضي الله عنه tatkala mengutus beliau ke Bahrain, tentang kewajiban-kewajiban sedekah/zakat yang telah dijelaskan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم.

4.Tulisan Umar bin al-Khattab رضي الله عنه yang beliau kirimkan kepada ‘Utbah bin Farqad yang berada di Azerbaijan yang berisi larangan Rasulullah صلى الله عليه وسلمtentang larangan memakai kain sutera bagi lelaki, kecuali seukuran jari telunjuk dan jari tengah. (HR Bukhari dalam Shahihnya no. 5828)

5.Ash-Shahifah ash Shadiqah (lembaran-lembaran hadith yang authentic (tulen)) ditulis dan dikumpulkan oleh Abdullah bin Amru bin al ‘Ash رضي الله عنه yang beliau dengar dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Sekalipun tulisan asli beliau tidak ditemui, akan tetapi kandungannya tetap terjaga utuh sebagaimana dalam Musnad Imam Ahmad رحمه الله. (Lihat Musnad Abdullah bin Amru bin ‘Ash dalam Musnad Imam Ahmad 2/158 s/d 227.) Kendatipun, ini tidak mengurai (menafikan-ed) keabsahan shahifah tersebut kerana ia pada dasarnya adalah hasil dari riwayat hadith yang beliau dengar dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم, sebagaimana yang terdapat dalam pernyataan beliau,

“Awalnya saya menulis segala sesuatu yang saya dengar dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم, saya ingin menghafalnya, lalu kabilah Quraisy melarang saya, seraya berkata, ‘Kamu menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم, sementara beliau adalah manusia, berkata dalam keadaan emosi dan redha.’ Lalu saya tinggalkan menulis hadith, kemudian saya sampaikan hal itu kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, lalu beliau menunjuk dengan jari ke mulutnya, seraya bersabda, “Tulislah, demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, tiada yang keluar darinya kecuali kebenaran.” (HR Abu Daud dalam Sunannya no. 3646, Ahmad dalam Musnad 2/162 dan al-Hakim dalam Mustadrak 1/105, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Hadith ini mempunyai beberapa sanad yang saling menguatkan.” Lihat: Fathul Bari 1/250)

6. Ash Shahifah ash shahihah yang ditulis oleh Hammam bin Munabbih, suami anak perempuan Abu Hurairah رضي الله عنه, yang beliau tulis di hadapan Abu Hurairah. Shahifah ini memiliki beberapa keistimewaan khusus dalam pengkondifikasian Hadith, sebab ia –alhamdulillah- masih ditemukan dalam keadaan utuh sebagaimana yang  fil Haditsin Nabawi wa Tarikh Tadwinihi karya Dr. Muhammad Mustapha al-A’dzami, 1/92-142). Hal ini menjelaskan bahawa Hadith baru ditulis di awal abad kedua Hijriyyah.

Hal ini juga menjelaskan kepada kita kebatilan perkataan orientalis bahawa, Hadith adalah hasil proses perkembangan ideology atau pemikiran, politik dan social atau budaya dalam kehidupan kaum Muslimin, bukan wahyu atau syariat yang diturunkan oleh Allah dan yang diajarkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada umatnya. Ini juga menjelaskan kebatilan ucapan yang senada yang dikatakan oleh neo-orientalis bahawa Islam itu adalah budaya Arab, bukan konsep atau sistem kehidupan yang relevan dengan zaman sekarang! atau kalimat yang senada dengannya, mereka pada dasarnya hanya membeo (mengikut-ed) kepada para orientalis yang telah nyata kebencian mereka terhadap Islam. Masih adakah dari kalangan mereka orang-orang yang berfikir secara objektif dan bersikap ilmiah dalam penelitian mereka, jauh dari sikap tendensial (kecenderungan) dan fanatisme golongan?!

SYUBAHAT KETIGA:

Periwayatan Hadith dengan Makna.

——————————————————————————–

Mereka mengatakan : Keterlambatan penulisan sunnah menimbulkan kesan negatif yang besar terhadap Hadith itu sendiri. Keadaan ini menyebabkan munculnya periwayatan Hadith dengan makna, sehingga methodology ini mejadi kaedah dasar yang invariable yang diakui di kalangan Ulama hadith, sehingga perhatian mereka terhadap makna lebih besar dari perhatian terhadap lafadz hadith. Sehingga hilanglah keaslian lafadz-lafadz hadith dan maknanya yang menyebabkan para ahli nahwu atau bahasa tidak berdalil dengan lafadz-lafadz hadith nabawi dalam menetapkan bahasa dan kaedah nahwu, kerana kekhuatiran bahawa lafadz-lafadz tersebut telah diwarnai oleh keperibadian para perawi. (Lihat as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/375) )

——————————————————————————–

Jawaban:

Pernyataan di atas juga tidak benar, jauh dari penelitian yang objektif dan ilmiah, berdasarkan beberapa point berikut:

Pertama: Periwayatan dengan makna bukanlah kaedah dasar dalam meriwayatkan hadith menurut Ulama hadith, bahkan menjadi kaedah dasar dalam hal ini adalah periwayatan hadith dengan lafadznya. Di antara bukti nyata menjelaskan hal ini adalah perbezaan pendapat para Ulama tentang hukum meriwayatkan hadith dengan makna kepada dua pendapat:

Periwayatan hadith dengan makna tidak diperbolehkan bagi orang yang tidak memahami makna dan maksud lafadz dalam Bahasa Arab, dan tidak mengetahui sinonim kata. Ini adalah perkara wajib tanpa ada perbezaan (khilaf) di kalangan Ulama. Kerana orang yang tidak mengetahui hal tersebut tentu akan salah dalam meriwayatkannya. Adapun orang yang mengetahui makna dan lafadz-lafadz Bahasa Arab dan perbezaannya, maka para Ulama Salaf, Ahlul Hadith dan para fuqaha berbeza pendapat tentang hukumnya, majoriti mereka membolehkan hal itu (meriwayatkan dengan makna) jika ia memastikan mampu menyampaikan makna lafadz hadith yang ia dengar.
Melarang meriwayatkan hadith dengan makna secara mutlak, bahkan wajib menukilkan lafadz hadith sebagaimana aslinya, tanpa ada perbezaan antara orang yang mengetahui makna lafadz hadith atau tidak. Ini adalah pendapat majoriti Salaf, orang-orang yang teliti dalam meriwayatkan hadith, dan ini adalah pendapat Imam Malik رحمه الله dan majoriti Ahlul Hadith dan Zhahiriyyah.

Jadi hukum asal periwayatan hadith adalah periwayatan dengan lafadz bukan dengan makna, adapun periwayatan dengan makna adalah cabang bukan asal, dan itupun hanya bagi orang yang menguasai dan memahami makna lafadz hadith, bukan secara mutlak. (Lihat as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/376) )

Kedua: Kendatipun hukum asal periwayatan hadith adalah dengan makna menurut pendapat para orientalis dan para pengikut mereka, akan tetapi tentu tidak akan menimbulkan kesan negatif yang besar terhadap hadith itu sendiri sebagaimana yang mereka bayangkan dan katakan, iaitu hilangnya kepercayaan terhadap keabsahan lafadz hadith dan maknanya. Kerana perbezaan lafadz hadith-hadith nabawi tidak disebabkan oleh periwayatan hadith dengan makna sahaja, akan tetapi ada faktor-faktor yang lain yang menyebabkan hal itu seperti:

-perbezaan waktu dan tempat

-kejadian dan keadaan

-orang yang mendengar dan yang meminta fatwa

-para utusan yang datang dan yang diutus, dan yang lain-lain.

Berdasarkan perbezaan tersebut maka berbeza pula jawaban dan lafadz hadith yang disampaikan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم.

Ketiga: Kemudian pernyataan mereka bahawa tidak seorang pun ahli bahasa dan nahwu dari kalangan mutaqaddimin berdalil dengan hadith. Seandainya ini benar, bererti mereka tidak membolehkan berdalil dengan hadith dalam penetapan kaedah bahasa Arab dan bukan juga kerana ketidakabsahan berdalil dengan hadith dalam hal ini, akan tetapi kerana ketidaktahuan mereka tentang hadith yang marfu’ (sampai-ed) yang sahih dari Rasulullah sصلى الله عليه وسلم , kerana keterbatasan ilmu mereka dalam hal ini.

Akan tetapi, hakikat keilmiahan menjelaskan kesalahan pernyataan di atas, kerana para Ulama yang pakar ahli bahasa dan ahli nahwu telah berdalil dengan hadith dalam menetapkan ilmu bahasa dan nahwi, seperti Ibnu Malik rahimahullah yang pakar nahwu dan ahli hadith. Beliau banyak berdalil dalam hadith dalam disiplin ilmu ini, oleh kerana itu ash-Shafadi mengatakan,

“Ibnu Malik رحمه الله adalah seorang yang sangat banyak berdalil (tentang nahwu/bahasa-pen) dengan Al Qur’an, jika ia tidak menemukan di dalamnya dalil, maka beliau berpindah kepada hadith, jika beliau tidak menemukan dalil dalam hadith maka beliau berpindah ke syi’ar-syi’ar Arab.” (Lihat Bugyatul Wu’at fi Thabaqat al Lugawiyyin wan Nuhat karya as-Suyuthi 1/134.)

Jadi jelaslah kebatilan pernyataan di atas bagi orang-orang yang masih berfikir secara objektif dan bersikap ilmiah, akan tetapi para pengekor hawa nafsu tentu berpaling dari kebenaran hakikat yang valid (benar). (Lihat as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/385 s/d 394) )

SYUBAHAT KEEMPAT:

Banyak Munculnya Pemalsuan & Para Pemalsu Hadith yang Menyebabkan Berkurangnya Kepercayaan Terhadap Hadith

——————————————————————————–

Mereka mengatakan , bahawa di antara kesan negatif dari keterlambatan penulisan hadith setelah abad pertama Hijriyyah adalah terbuka luas pintu periwayatan dan pemalsuan hadith tanpa batas dan aturan. Semenjak fitnah terbunuhnyaKhalifah Utsman bin Affan رضي الله عنه sehingga jumlah hadith-hadith palsu yang berkembang telah melebihi puluhan ribu (pelik!!!-orientalis tahu pula hadith-hadith itu palsu, bagaimana agaknya? sudah semestinya dari pengkategorian oleh Ulama hadith juga-ed) yang berkembang telah melebihi puluhan ribu yang masih terdapat dalam literature-literature dan kitab-kitab hadith yang ada di tangan kaum Muslimin di belahan timur dan barat, yang menyebabkan berkurangnya kepercayaan terhadap keshahihan/keabsahab hadith dan menjadikan seseorang tidak percaya dengan Hadith . (Lihat as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/395) )

Kesimpulan dari syubhat ini adalah bahawa mereka mengingkari keberadaan Hadith sebagai hujjah dalam penetapan hukum dan mencela kredibiliti dan kejujuran para perawi hadith yang hidup di ketiga kurun yang mulia iaitu para Sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in rahimahumullah.

——————————————————————————–

Jawaban:

Pernyataan di atas jelas merupakan kebatilan dan kebohongan yang nyata, kesimpulan yang jauh dari sikap penelitian yang ilmiah dan sikap yang objektif, hal ini terlihat dari beberapa point berikut:

Pertama: Tidak disangkal bahawasanya telah muncul para pembohong dan para pemalsu hadith yang membuat hadith-hadith palsu. Mereka menisbatkannya (mengaitkannya) kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan menebarkan bermacam-macam fitnah. Namun para orientalis pura-pura bodoh atau mereka benar-benar bodoh tentang hakikat sejarah yang mewarnai dan mendominasi kehidupan kaum Muslimin tentang Hadith Nabawiyyah. Kerana betapa banyak para perawi hadith yang amanah dan jujur serta memiliki kredibiliti yang tinggi, begitu juga para Ulama Hadith yang memiliki loyality (ketaatan) besar kepada Hadith yang membentengi dan menjaga Hadith-Hadith Rasulullah صلى الله عليه وسلم dengan benteng yang kuat yang tidak mampu ditembus oleh para pemalsu dan pembohong. Sehingga para Ulama Hadith dengan taufiq Allah, kemudian dengan keilmuan yang luas, ketelitian, kesungguhan dan kesabaran, mereka mampu menyingkap selok-belok para pembohong dan membongkar niat jelek mereka dan menepis segala propaganda dan makar yang mereka lancarkan untuk menghancurkan Islam, sehingga tidak tertinggal sedikit pun peluang bagi para pemalsu dan pembohong untuk mempermainkan Hadith dan menodai kesuciannya. Sehingga muncullah banyak karya para Ulama yang mengupas dan menyingkap tentang perihal para pemalsu dan hadith-hadith palsu. (as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/399).)

Kedua: Adapun perkataan para orientalis bahawa pemalsuan hadith telah muncul sejak zaman Nabi صلى الله عليه وسلم dan pemalsuan tersebut dilakukan oleh para Sahabat, maka ini jelas suatu kebohongan yang nyata, dan para Sahabat berlepas diri dari kedustaan ini. Kerana keadaan dan perihal para Sahabat yang hidup bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang telah mendapat rekomendasi dari Allah dan RasulNya yang telah mengorbankan jiwa raga dan harta mereka untuk memperjuangkan agama Allah, kecintaan kepada Allah dan RasulNya telah bersatu dengan darah dan daging mereka, mustahil dengan keadaan seperti ini mereka akan berbohong atas nama Allah dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم, sedang mereka telah mendengar dan membaca ayat-ayat Al Qur’an dan Hadith-Hadith Nabawiyyah yang mengancam para pembohong dengan azab yang sangat pedih, seperti firman Allah Ta’ala:

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن كَذَبَ علَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَآءَهُ

“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya?” (az Zumar 39:32)

Dan firman Allah Ta’ala:

قُلْ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ

“Katakanlah: ‘Sesungguhnya orang-orang yang mengadakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung.’” (Yunus 10:69)

Dan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang mutawatir (dari banyak jalan sanad/rawi):

ﻤﻦ ﻛﺫﺏ ﻋﻟﻲ ﻣﺗﻌﻤﺪﺍ ﻓﻟﻴﺒﻮﺃ ﻣﻘﻌﺩﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ

“Barangsiapa yang sengaja berbohong atas namaku, maka ia telah menempah tempat duduknya di neraka.” (HR al-Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4)

Ketiga: Para Ulama berbeza pendapat bilakah munculnya pemalsuan hadith, kepada dua pendapat:

Pemalsuan hadith muncul di zaman Nabi sallahu ‘alaihi wa sallam
Pemalsuan hadith muncul tatkala munculnya fitnah yang dikobarkan apinya oleh orang yang benci kepada Islam, dan secara spesifik muncul pada tahun 40 Hijriyyah, selepas fitnah terjadi antara Ali dan Mu’awiyah rahimahumullah. Dan boleh jadi muncul setelah fitnah pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan rahimahullah.

Terlepas dari perbezaan tersebut, yang jelas tidak mungkin pemalsuan tersebut muncul dari para Sahabat rahimahumullah yang dikenal dengan kejujuran, amanah dan loyality (ketaatan) tinggi terhadap agama dan Sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Adapun yang mengatakan bahawa pemalsuan tersebut muncul di zaman Nabi, maka hal ini sama sekali tidak akan menimbulkan keraguan akan kejujuran para Sahabat, kerana yang hidup di zaman Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga banyak kaum munafiqin yang menyembunyikan kebencian kepada Islam dan kaum Muslimin. (Lihat as-Sunnatun Nabawiyyah fi Kitabat A’dail Islam-Munaqasyatuha war Raddu ‘alaiha (1/401-402 .)

Keempat: Sejak munculnya fitnah, maka para Ulama Salaf dan ahli hadith telah melakukan usaha yang optimal dan mengambil langkah-langkah positif untuk menjaga kesucian Hadith dari maka para pemalsu, sehingga mereka sangat berhati-hati dalam menerima riwayat, mereka tidak menerimanya kecuali diketahui kejujuran para rawinya dan keshahihan sanadnya, sebagaimana kata Imam Ibnu Sirin رحمه الله:

لم ﻴﻛﻭﻧﻭﺍ ﻳﺳﺄﻟﻮﻥ ﻋﻦ ﺍﻹﺳﻨﺎﺩ ٬ ﻓﻟﻤﺎ ﻭﻗﻌﺖ ﺍﻟﻓﺘﻨﺔ ٬ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﺳﻤﻮﺍ ﻟﻨﺎ ﺭﺟﺎﻟﻜﻢ ٬

ﻓﻴنظر ﺇﻟﻰ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺳﻧﺔ ﻓﻴﺌﺨﺬ ﺣﺩﻴﺜﻬﻢ٬ ﻭ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺑﺪﻉ ﻓﻼ ﻴﺧﺆﺫ ﺣﺪﻳﺜﻬﻢ

“Dahulunya mereka tidak menanyakan tentang sanad (hadith), maka tatkala terjadinya fitnah, mereka mengatakan: ‘Sebutkan/jelaskan kepada kami para perawi kalian (sanad hadith),’ lalu diperhatikan siapa dari kalangan Ahlus Sunnah maka diterima Hadith mereka, dan diperhatikan siapa dari kalangan AhlulBid’ah (orang-orang yang mengada-adakan dalam agama, termasuk hadith-ed) maka tidak diterima Hadith mereka” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqaddimah Shahihnya, hlm. 15)

Beliau juga mengatakan:

“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.” (Ibid, hlm. 14)

Kelima: Kemudian para ulama telah menentukan persyaratan-persyaratan yang sangat ketat dalam menerima riwayat Hadith dan untuk menentukan keshahihan Hadith dari kepalsuannya, yang semuanya itu merupakan penyebab munculnya disiplin ilmu yang merupakan keistimewaan umat ini, iaitu ilmu yang tidak dimiliki oleh selain umat Islam, iaitu ilmu “Mushthalah Hadith”, keilmuan yang sangat jitu dan teliti yang menjelaskan akan kegeniusan para Ulama Hadith dan kejituan mereka dalam menentukan kaedah-kaedah dasar dalam periwayatan dan menghukumi Hadith, ia merupakan benteng yang sangat kukuh untuk menjaga kesucian Hadith dari kekotoran tangan-tangan para perosak dan penebar fitnah dari kalangan ahlul bid’ah (pakar-pakar bid’ah) dan zindiq (munafiq).

Dari apa yang diutarakan jelaslah kebatilan syubhat-syubhat para orientalis dan para pembeo (pengikut) mereka dan nyatalah kebohongan mereka, dan bahawasanya hasil penelitian mereka tentang Islam dan sunnah hanya kesalahan belaka kerana jauh dari methodology yang benar dan sikap yang objektif serta ilmiah, yang pada hakikatnya hal itu tidak muncul dari mereka kecuali kerana disebabkan kebencian yang mendalam terhadap Islam dan Hadith.

Oleh kerana itu, hendaklah kaum Muslimin waspada dan berhati-hati dari syubahat-syubahat, makar-makar, dan propaganda-propaganda musuh Islam dari kalangan non-Muslim dan para pengikut mereka dari kalangan munafiqin yang bertopengkan Islam, sementara mereka adalah orang yang telah menjual keIslaman yang prinsip, iaitu AQIDAH mereka kepada musuh-musuh Islam, sehingga mereka menjadi boneka-boneka para orientalis dalam menghujah Islam dan Hadith, ibarat musuh dalam selimut, menggunting kain dalam lipatan.

Wallahul musta’an.

Senarai Orientalis Barat, Karya Mereka & Serangan Terhadap Islamu:-)

Oleh :
Jab. Fiqh dan Usul Fiqh ,
Universiti Al-Yarmouk, Jordan

Segala puji bagi Allah, pencipta sekalian alam, selawat dan salam buat junjungan mulia Rasulullah SAW. Serta ahli keluarganya dan para sahabatnya yang terpilih, juga seluruh mukminin & mukminat.

Lanjutan daripada senarai ulama ahli Sunnah semasa yang telah ditulis sebelum ini, lalu timbul persoalan dari pembaca tentang nama-nama para pengkaji ilmu Islam dari kalangan bukan Islam (orientalis) yang mana karya-karyanya terdapat seribu satu jenis racun yang mampu melemah dan menyeleweng fahaman sebenar Islam. Lalu penulisan ini dibuat bagi menjawab soalan tersebut InsyaAllah. Penulisan ini dibuat dalam bentuk separa ilmiah, bertujuan memberi maklumat mudah kepada golongan awam dan professional Islam terutamanya yang sering bergantung kepada rujukan buku berbahasa Inggeris.

Penulisan ini akan mendedahkan hal berikut secara ringkas:-
1. Beberapa jenis kumpulan Orientalis
2. Senarai Nama Orientalis yang berbahaya, latar belakang & beberapa dakwaan jahat mereka.
3. Senarai nama kitab karangan mereka yang sangat merbahaya.
4. Kumpulan karya Orientalis yang boleh dibaca.
5. Beberapa buah karya Bekas Orientalis yang telah masuk Islam
6. Antara Individu Islam yang terpengaruh dengan Orientalis dan karya mereka.

Jenis kumpulan Orientalis

1. Kumpulan pengkaji yang suka mencari kisah ganjil, pelik dan dongeng, jenis ini banyak mereka cipta kisah bohong & fitnah terhadap Islam. Muncul dengan pesat di awal kemunculan gerakan Orientalis bagaimanapun semakin berkurangan dari masa ke semasa.
2. Kumpulan yang meluangkan sepenuh masanya dalam kajian Islam dan Arab dalam usaha membekalkan maklumat kepada Barat dari sudut Ekonomi dan Politik dan Penjajahan baru.
3. Kumpulan yang sangat benci dan bermusuhan dengan Islam lalu sengaja menutup kebenaran dalam tulisan-tulisan mereka.
4. Kumpulan yang memperkenalkan diri mereka sebagai pengkaji akademik yang tulus ikhlas dan professional, bagaimanapun sebenarnya mencari kelemahan Islam serta meragukan kesohihan Risalah Islam, Aqidah Tawhid, kesohihan Al-Quran, Hadith dan lain-lain.
5. Kumpulan yang benar-benar membuat kajian secara ilmiah dan professional tanpa sebarang sentimen agama, yang mana setengahnya membawa mereka kepada Islam. (Rujuk Dr Hamdi Zaqzuq, ms 78-79)

Senarai Nama Para Orientalis Barat Jahat & Karya mereka

Bil Nama Orientalis Tajuk Buku (Kebanyakan Tajuk disebut dalam Bhs Malaysia) Tahun Keluar (Masihi) Catatan

1. A.J Arberry a. Islam hari Ini (Islam Today) b. Pendahuluan Sejarah Tasawuf c. At-Tasawufd. Terjemahan Quran 1948195019501950 · British, sangat memusuhi Islam.· Prof di Univ. Cambridge, ramai pelajar Mesir belajar dengannya dlm Pengajian Islam

2. A. Geom Al-Islam · British, sangat musuhi Islam.· Pensyarah di Univ di Britain&USA· Jelas dlm karyanya agenda missionary· Ramai pljr Mesir juga pelajari ilmu Timur darinya dengan biasiswa kjaan Mesir.

3. Baron Garra de Vaux Salah seorg pengarang Islamic Encyclopedia · French, sangat musuhi Islam

4. H.A.R Gibb

a. Pengarang utama Islamic Encyclopediab. Cara Islam (Inggeris & Arab)

b. Pendekatan Baru Dlm Islam (Inggeris&Arab)

c. Mazhab Muhammadi (Mohammedanism)e. Islam & Masyarakat Baratf. Whither Islam 19471947 · British, Orientalis terbesar· Ahli dalam kesatuan Bahasa di Mesir.· Prof di Univ Hartford, USA· Karya2nya tersangat bahaya kpd Islam

5. Gold Ziher

a. Pengarang utama Islamic Encyclopedia

b. Sejarah Mazhab Tafsir Islam (Inggeris&Arab). Pengenalan aqidah & Syariah Dalam Islam (Introduction to Islamic Theology & Law)d. Halangan Muhammad · Pengasas gerakan meragukan kesohihan Hadith.· Dianggap pakar bidang Hadith oleh rakan-rakan Orientalisnya· Mendakwa Quran diubah selps Baginda SAW wafat· Tokoh utama oreintalis , terlalu benci Islam

6. John Maynard Majalah Persatuan Pengajian Timur 1924

7. S.M.Zweimer a. Dunia Islam (pengasas majalah ini)b. Islam Mencabar Demi ‘Aqidahd. Al-Islam 19081911 · USA, Missionary, sangat terkenal dengan permusuhannya dengan Islam

8. Aziz ‘Atiyyah Suryal Beberapa kitab tentang Perang Salib · Kristian Mesir· Belajar di Univ Amerika, sangat benci dengan Islam.· Terlalu banyak menyelweng ajaran Islam.

9. G.Von Grunbaum

a. Islam di zaman pertengahanb. Perayaan Muhammadc. Usaha Menerangkan Islam yang Modend. Pengajian Sejarah Keilmuan Islame. Al-Islam f. Kesatuan & Kepelbagaian dlm Tamadun Islam 19511947195419571955 · Yahudi, Jerman, masuk ke USA· Prof di Univ Chicago· Terlampau banyak menyerang Islam

10. Phillip Hitti

a. Ensaiklopedia Islam, Bab Sastera Arabb. Sejarah Arab (History ofArabs) mengandungi tuduhan Nabi gila

b. Al-Islamd. Sejarah Syriae. Asal usul Agama Duruz · Kristian Lubnan· Prof. Pengajian Timur Univ Brenston, USA· Penyelia tidak rasmi kpd Kementerian Luar Amerika dahulu· Sangat benci dengan Islam & enggan menisbahkan Islam dengan sebarang kebaikan & keutamaan

11. Carl Brocklemann The History (Jerman, Inggeris)

12. A.J Weinsink Aqidah Islam 1932 · Mendakwa Nabi SAW mereka Al-Quran hasil dari ringkasan kitab2 agama dan falsafah sebelumnya.· Tetapi setengah karya Weinsink boleh dibaca (lihat selepas ini)

13. Kenneth Gragg

a. Ketua Editor Majalah The Muslim Worldb. Dakwah al-Makzanah 1956 · Amerika, sangat benci & menentang Islam.· Mengajar di Univ. Amerika di Qaherah beberapa ketika.· Missionary Kristian· Ketua Jab Kristian di Univ Hartford

14. L. Massignon 1. Al-Hallaj , sufi yang syahid di Alam Islam2. Salah seorg penting dlm karya Ensaiklopedia Islam. · Perancis, Oreintalis terbesar France.· Penasihat Menteri Jajahan Perancis dlm hal ehwal Timur Afrika· Pengawas Kerohanian Kesatuan Missionary Perancis di Mesir· Pernah menjadi askar Perancis 5 tahun dlm Perang Dunia Pertama· Ahli Majlis Bahasa di Mesir & Kesatuan Ilmu ‘Arab di Dimasq, Syria· Mendalami dlm bidang Falsafah & Tasauf Islam.

15. D.B Macdonald a. Perkembangan Ilmu Kalam, Fiqh & Teori Perlembagaan Dlm Islam b. Pendirian Agama & Hidup Dlm Islam 19031908 · Amerika, antara yang paling memusuhi Islam

16. M.Green Setiausaha Majalah Middle East

17. Majid Qadrawi Perang & Damai Dalam Islam 1955 · Kristian Iraq, · Ketua Jab Pengajian Timur Tengah Univ. John Hopkens, USA· Ketua Ma’ahad Timur Tengah Utk Penyelidikan & Pendidikan di Washington· Terlalu benci Islam

18. R.A Nichloson 1. Antara pengarang Ensaiklopedia Islam2. Para ahli Sufi Islam3. Sejarah Sastera Arab.. 19101930 · British, sangat bencikan Islam· Menafikan Islam agama wahyu· Mendalami bidang Tasawuf Islam

19. D.S Margoliouth 1. Perkembangan Baru Dlm Islam2. Muhammad & Kelahiran Islam3. Universiti Islam 191319051912 · British

20. Joseph Schacht 1. Antara pengarang Ensaiklopedia Islam2. Usul Fiqh Islam3. Sumber Fiqh Islam (The Origins of Mohammadans Jurisprudence) · German, punyai banyak karya tentang fiqh dan Usul Fiqh.· Mendakwa asas syariat meniru undang2 Rom

21. Rudi Paret 1. The Quran2. Der Koran · Menuduh Nabi mereka sendiri Quran, dan mengambil pengalaman hidup & ilmu tentang Isa & Maryam sebagai asas rekaan Al-Quran

22. Karl Heinrich Becker Pengasas Majalah Islam

23. Jetson Phiit Majd al-Islam (Kemuliaan Islam) · Menghentam islam melalui kitabnya

24. Richard Bell Al-Quran & Hubungan Nasrani dengan Nabi SAW (Arab & Inggeris) · Prof Bahasa Arab di Univ Edinburgh

25. Lord · Mendakwa Nabi terpengaruh dengan ajaran yahudi dalam mereka permulaan beberapa surah dengan huruf-huruf. Spt Alif Lam Mim dan lain.

26. Najib al-‘Aqiqi Al-Musytasriqun (Oreintalis) · Berbangsa arab.

27. W.C. Smith Islam in Modern History

28. Montgomery Watt 1. Sirah Nabi di Mekah , 2. Sirah Nabi di Mekah(Mohammad In Mecca & Medina)3. Mohammad, Prophet & Statesman

29. Dr C.G Pfander Neraca Kebenaran (Mizan al-Haqq) · Mencabar Ulama Islam berdebat dengannya, disahut dan dilakukan pada 1854 M. Hasil debat ini akhirnya Pfander mengakui terdpt 8 tempat penyelewengan dalam Injil.· Debat dibuat dalam beberapa hari, pengikut kristian yang semakin ramai membanjri majlis, kecewa dengan Pfander.· Kelemahan hujjah Pfnder ketara hingga beliau tidak dtg pada hari ke3 debat.· Syiarnya slps itu, “Kiranya Syeikh(ulama yang berdebat dengannya) ada di satu tempat, saya beredar dari tempat itu.” (Lihat Abu Hasan Ali An-Nadawi)

30. George Sale Terjemahan al-Quran ke Bahasa Inggeris

31. Hamilton Jobb Asas Bina Pemikiran Agama dalam Islam · Banyak melakukan penelewengan maklumat dan menyelwengkan pendapat ulama dlm bukunya.

32. William Muir · Cuba meragukan Bahasa Quran & menuduh ianya tidak terjamin dr salah.

33. Louis Gardeih Falsafah Pemikiran Agama antara Islam dan Kristian · Mendakwa Saidina uthmanyang menyusun surah dan ayat quran.

34. Z.P Bodly · Menuduh kotor isteri-isteri Nabi· Dakwaan bohong Nabi punyai hubungan dengan Rahib Kristian. · Serta dakwaan bohong Nabi dipegaruhi Paderi Waqas B. Sa’adah & Waraqah Nawfal. (Lihat Anwar al-Jundi)

35. Cofan, Renan, Jano · Kesemua mereka penipu besar dalam mengutarakan hal Asas Syariat Islam.

36. Henry Lammens 1. Antara pengarang Ensaiklopedia Islam2. Al-Islam3. At-Toif 4. Majalah Kesatuan Pengajian Timur USA 1925 · Bangsa Perancis. Tersangat merbahaya!· Mendakwa Nabi tidak menyukai perpaduan .· Telah banyak mengubah fakta sejarah Islam spt ubah tarikh lahir Nabi SAW serta membuat gambaran jahat tehdp Fatimah az-Zahra

Berikut adalah beberapa kumpulan nama buku yang terbahaya hasil karya para Oreintalis.

1. The Encyclopedia Of Islam – Terbitan pertama tahun 1913 hingga 1938 dalam 3 bahasa Inggeris, Jerman & Perancis. Kemudian cuba diterjemah ke bahasa Arab…sehingga huruf ‘ain, terhenti dan para penterjemahnya melakukan kritikan yang banyak terhdp kandungannya hinggalah membawa kpd pindaan kebanyakan isi kandungannya dan keluarkan terbitan baru tahun 1954 . Diterbitkan dalam 6 jilid , dan kelihatan agak sederhana dalam kebanyakan pendirian terhadap masalah khillafiah, ia kerana sedikit campurtangan para ulama dalam kandungannya.

Terjemahan sempurna ke bahasa Arab siap dan diklan pada tahun 1997 dalam 32 jilid.

2. Majalah ‘The Muslim World’
3. Shorter Encyclopedia Of Islam
4. Encyclopedia Of Religion and Ethics
5. Encyclopedia Of Social Sciences
6. Dirasat fi Tarikh ( Pengajian Sejarah) oleh Arnold Toynbee
7. Hayat Muhd ( Hidup Muhammad) oleh W Muir
8. Al-Islam oleh Alfred Geom
9. Deen As-Syiah ( Agama Syiah ) oleh D.M Donaldson
10. Tarikh Sharel al-Kabir oleh Bishop Turpin
11. Al-Islam dlm Bahasa Perancis oleh Henry Lammens
12. Al-Islam dlm Bahasa Inggeris oleh S.M Zweimer
13. Islam Today oleh A.J Arberry
14. Translation of Quran oleh A.J Arberry
15. Tarikh Mazahib Tafsir Al-Islami (Sejarah Mazhab Tafsir Islam) dlm bahasa German & Arab oleh Goldziher
16. Arabic History oleh Phllip Hitti
17. Jewism In Islam oleh Ibrahim Kashh
18. Qamus Al-Munjid : Berkata Dr Mustafa al-Jawad bahawa dikenalpasti lebih 324 penyelwengan dalam kamus ini dan kami tidak merujuknya kecuali ketika sangat perlu sahaja, sebagai contoh lihat nama kalimah ( ?) , diterjemahkan sebagai : Mereka yang memasuki Islam secara dipaksa. (Penulis tidak sempat menyemak hal ini)
19. Dan lain2 kitab yang telah disebutkan sebelum ini juga merupakan karya yang terbanyak membuat keraguan terhadap Islam.

Antara Karya Orientalis yang boleh dibaca

Menurut Syeikh Abul Hasan Ali An-Nadawi, karya-kara ini adalah diiktiraf sebagai punyai kualiti ilmu yang baik dan amat sedikit kelihatan sentimen dengki dan benci terhadap Islam. Sebagai contoh :-

1. Prof T. W Arnold The Preaching of Islam
2. Stanley Lane Poole Saladin (Salahuddin Al-Ayyubi)
3. Stanley Lane Poole Moors in Spain
4. Dr Aloys Sprenger Pendahuluan kitab Al-Isobah fi tamyiz as-sahobah karangan Al- Hafiz Ibnu Hajar
5. Edward William Lane Mu’jam Arabic-English Lexicon
6. A.J Weinsink Mu’jam Al-Mufhiras ‘Am Bagi Hadith Nabi (Dari Sunan yang 6 Musnad Ad-Darimi , Muwatto’ Malik dan Musnad Ahmad
diterjemah ke Arab oleh Mohd Fuad Abd Baqi & kata pengantar
Syeikh Mohd Rashid Ridha
7. G.B Strenge Land of the Eastern Caliphate

Antara karya bekas Orientalis yang telah memasuki Islam.

1. Islam at the cross road oleh Muhamad asad (nama sebelum Islam Leopold Weis)
2. Road to Mecca oleh Muhamad asad (nama sebelum Islam Leopold Weis)
3. Islam verses The West oleh Maryam al-Jameelah (nama sebelum Islam Margaret Marcus)
4. Islam & Modernisme oleh Maryam al-Jameelah (nama sebelum Islam Margaret Marcus)

Beberapa Individu Islam yang terpengaruh dengan Orientalis

Al-Marhum Syeikh Prof. Dr. Mustafa As-Sibaie pernah menyatakan bahawa selain orientalis asli yang terdiri daripada golongan kuffar, terdapat juga spesis anak buah berfikiran oreintalis yang sering menjalankan usaha meragukan kekuatan Islam serta membawa berita dan fakta bohong dari kalangan umat Islam.
Sebahagian lain pula terpengaruh dengan racun pemikiran Orientalis. Mereka juga adalah dari kalangan umat Islam. Terdapat juga kalangan ini yang menyeleweng akibat kejahilan hakikat Islam sebenar selain mempunyai tujuan-tujuan lain. Antara yang boleh dianggap demikian adalah seperti berikut :

Bil Nama Karya Bab
1. Prof. Ahmad Amin(Pernah menjadi Dekan Kuliah Sastera, punyai sijil dalam Qadha’ Syar’ie) Fajr al-Islam · Majoriti kandungan kitab ini. · Bab Hadith Nabi, berkenaan kononnya Abu Hurairah ra lemah dlm riwayat Hadith, Imam Abu Hanifah tidak punyai Hadith, Menuduh Ibn Mubarak lalai, pertikai keadilan Sahabat Nabi, keraguan pd Imam Bukhari.· Bab Maslahat bertembung Nusus.

2. Abu Rayyah Adwa’ ‘ala As-Sunnah · Pertikai Abu Hurairah

3. Ismail Adham Tulisan mengenai Sunnah tahun 1353 H · Mengisytiharkan hadith shohih dari kitab2 sunan tidak sah, serta menuduh ianya mawdu’ (rekaan)

4. Prof. Ali Hasbullah Usul At-Tasri’ Al-Islami · Mendakwa maslahat perlu diutamakan apabila bertembung dengan Nusus Quran & Sunnah yang Qat’ie.· Dakwaan ini dijawab oleh Dr. Yusoff Al-Qaradhawi, Prof. Dr. Said Ramadhan Al-Buti , Syeikh Muhd Al-Ghazali dan ramai lagi.

5. Syeikh Ali Abd Raziq Al-Islam wa Usul al-Hukm (Islam dan Usul Perundangan tahun 1925 ) · Menuduh tiada politik dalam Islam.· Kitab ini dikecam hebat oleh ulama semasa Islam ketika itu. · Antara ulama yang menjawab Syeikh Muhd Bakhit al-Mut’ie dan Syeikh Khudar Hussain. · Akhirnya penulis telah menarik balik dakwaannya selepas itu, demikian menurut Dr. Muhd ‘Amaroh

6. Prof Khalid Muhd Khalid 1. Min Huna Nabda (Dari sini kita bermula) 2. Ad-Demoqratia Abadan · Kitab ini dijawap oleh Syeikh Muhd Al-Ghazali dlm kitabnya Min Huna na’lam (dari sini kita tahu)· Akhirnya penulis ini juga menarik balik kalamnya lalu menulis kitab baru tajuk Ad-Dawlah fil Islam.· Bab Maslahat

7. Prof Dr Abd Hamid al-Mutawali(Prof Undang2) Manahij at-Tafsir fil Fiqh al-Islami(Perlu dingat hanya sebahagian kecil dalam bab tertentu shj yg perlu disemak & diperbetul, majority karyanya adalah diiktiraf, manakala kitabnya yg lain dipuji spt Mabadi’ Nizom al-Hukm fil Islam– Al-Qaradhawi) · Bab Maslahat, mendakwa Saidina Umar ra membatalkan Nas Quran kerana Maslahat. Dakwaan palsu ini dijawab oleh al-Qaradhawi dan Al-Buti dll.

8. Dr Nur Farhat (Prof Undang2 & dekan Kuliah Undang2 di Univ Az-zaqaziq) Di mesir · Bab Maslahat dan Saidina Umar

9. Sai’d al-Ushmawi Mesir · Bab Maslahat dan Saidina Umar

10. Kumpulan Sisters In Islam (Malaysia) Dalam kebanyakan artikel karya mereka · Banyak, tiada ruang untuk dinyatakan di sini.· Kebanyakan dakwaan dan pertikaian disebabkan kekurangan maklumat Islam hakiki dan jahil.

11 Astora Jabat (Malaysia) Dalam kebanyakan tulisannya. Begitu banyak, tiada ruang untuk disebut di sini

12. Dr. Kassim Ahmad Semua hal berkaitan hadith Menafikan hadith secara total Pemimpin gerakan Anti Hadith Malaysia.

Demikianlah beberapa maklumat yang mampu disertakan oleh penulis melalui beberapa pembacaan analisa para ulama Islam. Justeru, semoga seluruh muslimin/at yang prihatin dapat meneliti senarai yang disertakan dan berhati-hati.

Apa yang benar dari Allah, dan segala kesilapan adalah hasil kelemahan diri dan gangguan syaitan.

Sekian,
Irbid,
1 July 2003

Senarai Rujukan :
1. Dr Mahmud Hamdi Zaqzuq, Al-Istisyraq wal khalfiah al-Fikriah lissiro’ al-khadori, Dar Al-Ma’arif, tanpa tarikh.
2. Dr Mahmud Hamdi Zaqzuq, Al-Islam wal Istisyraq , kertas kerja Nadwah Ilmiah ‘an Al-Islam wal Mustasyriqin bertempatdi India.
3. Dr Mustafa As-Siba’ie, Al-Istisyraq wal mustasyriqun malahum wa ma alaihim, Dar al-warraq, Beirut, cet 1, 1999 m
4. Syeikh Abu Hasan Ali An-Nadawi, Al-Islamiyyat Bayna al-Mustasyriqin wal Bahithin al-Muslimin, kertas kerja Nadwah Ilmiah ‘an Al-Islam wal Mustasyriqin bertempatdi India Nadwah
5. Syeikh Anwar Al-Jundy, Al-mustasyriqun wal Islam, kertas kerja Nadwah Ilmiah ‘an Al-Islam wal Mustasyriqin bertempat di India
6. Syeikh Anwar Al-Jundy, Al-mustasyriqun wal Quran al-Karim, kertas kerja Nadwah Ilmiah ‘an Al-Islam wal Mustasyriqin bertempat di India
7. Syeikh Anwar Al-Jundy, Al-mustasyriqun was Sunnah , kertas kerja Nadwah Ilmiah ‘an Al-Islam wal Mustasyriqin bertempat di India
8. Syeikh Anwar Al-Jundy, Al-mustasyriqun wa al-Sirah An-Nabawiyah , kertas kerja Nadwah Ilmiah ‘an Al-Islam wal Mustasyriqin bertempat di India
9. Dr. Mustafe As-Sibi’e , As-Sunnah wa makanatuha fil Islam, Dar al-Warraq, Beirut, cet 1, 1998 m
10. Dr. Yusoff Al-Qaradhawi, As-Siyasah As-Syra’iyyah , Mua’assasah Ar-Risalah, Beirut, cet 1, 2001
http://www.virtualfriends.net/article/articleview.cfm?AID=33590

Kajian Usaha Orientalis Cuba Burukkan Hadis Nabi | Ustaz Moden's Weblog (18:13:24) :
[…] https://abuyusofzaid.wordpress.com/2012/10/10/keangkuhan-orientalis-tentang-hadith/ […]

Kisah Buya HAMKA berkunjung ke Pesantren Suryalaya


Saturday, January 5, 2013
Kisah Buya HAMKA berkunjung ke Pesantren Suryalaya

HAMKA merupakan ringkasan dari nama lengkapnya Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Lahir di desa Tanah Sirah, Sungai Batang, Maninjau, Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia, pada tanggal 16 Februari 1908, atau bertepatan dengan 13 Muharram 1326 H.

Siapa sangka mantan pemimpin Organisasi Islam Muhammadiyah – biasa disapa Buya Hamka – ternyata pengikut Thoriqoh Qodiriyah Naqsabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya. Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) pertama ini ditalqin oleh Pangersa Abah Anom, yaitu di sekitar awal tahun 1981. Menurut kesaksian H. Saleh Khan (ikhwan Singapura), ketika sedang berada di Suryalaya, bahwa Pangersa Abah menceritakan, ketika proses talqin hendak dilakukan, Buya Hamka dibawa masuk ke ruang keluarga dan ditutup pintunya. Hal ini dilakukan dalam rangka menghormati Buya Hamka sebagai ulama yang terhormat saat itu.

Sebab Buya Hamka masuk TQN, ketika sepulang dari Mekah dan datang ke Pondok Persantren Suryalaya (PPS) yang menurut penjelasannya karena mendapat petunjuk Baginda SAW. agar menjumpai seorang hamba Allah yang ikhlas. Ketika di Suryalaya, didapatinya seorang Mursyid yang sangat bersahaja: tidak berjubah, berserban, dan berjenggot, sebagaimana faham yang umum berkenaan dengan sunnah. Demikian juga para santrinya.

Maka Buya Hamka memohon izin untuk memperbaiki keadaan tersebut. Dikisahkan, selama 3 hari 3 malam, Buya Hamka asyik berceramah berbagai ilmu khasnya, yaitu tasauf, yang melingkupi sunnah dan adab. Berbagai hal yang dianggapnya tidak bersesuaian dengan sunnah disampaikan.

Sampailah masa perpisahan, dan ketika Buya Hamka hendak berpamitan pulang, Pangersa Abah memeluknya dan berkata: “Ucapan jutaan terima kasih atas banyak ilmu yang telah dicurahkan, tetapi Abah mohon agar Buya mau mengatakan kepada Abah, bagaimana mengamalkan semuanya itu. Abah sendiri juga tidak mampu, apatah lagi para santri. Mohon ditunjuki ya Buya“, demikian kurang lebih Pangersa Abah.

Ketika itu juga Buya Hamka tersadar, sehingga dia menangis terisak-isak dan berlutut di hadapan Pangersa Abah. Buya sadar, ilmu yang banyak tidaklah berguna bila tidak diamalkan. Kemudian Buya malah mintu ditunjukkan sebaik-baik amalan, sehingga akhirnya ditalqinkan kalimat yang tertinggi: La ilaha illa Allah.

Sebelum akhir hayat, Buya Hamka sempat berkunjung secara khusus kepada Pangersa Abah. Maka seminggu sebelum “masa” itu tiba, Pangersa telah memberikan pesan sebelum Buya pulang ke rumah, yaitu untuk menyelesaikan segara urusan wasiat kepada keluarga, dan kemudian agar memfokuskan pada tawajjuh dengan sepenuh hati, agar baik dan mulia di saat kembali kepada-Nya. Bahkan Pangersa Abah menyatakan, bahwa “masa” itu terjadi setelah sholat Jumat.

Subhanallah. Benar saja. Tepat setelah sholat Jumat, Buya Hamka kembali ke rahmatulloh, dengan akhir kalamnya adalah kalimat ikhlas. Terdapat keganjilan, di mana jari telunjuk kanan masih bergerak-gerak (sedang berdzikir khofi), sementara dokter telah mengesahkan kematiannya. Ketika dilaporkan kepada Pangersa Abah, Pangersa kemudian memberi pesan yang dibawa seorang wakil. Wakil Pangersa tersebut, setelah sampai di tempat jenazah Buya Hamka, mengatakan: “Sudah sudah, ruhmu sudah kembali, dan jasadmu harus tenang. Jangan mencari adat”. Maka berhentilah jari itu dari mengikuti gerakan dzikir. Sungguh merupakan kematian yang sangat indah.

Cerita yang sama diberikan oleh Dr. Sri Mulyati, Dosen Tasawwuf UIN. Syarif Hidayatullah Jakarta. “Ini penelitian pribadi saya ketika menyelesaikan disertasi. Ada fotonya ketika Buya Hamka mengambil talqin dari PangersaAbah Anom,” jelasnya.

Mantan Ketua Umum Fatayat NU., Dr Sri Mulyati menuturkan, bahwa Buya Hamka sendiri pernah berujar di Pesantren Suryalaya, bahwa dirinya bukanlah Hamka, tetapi Hampa. Katanya lagi: “Saya tahu sejarahnya, saya tahu tokoh-tokohnya, tetapi saya tidak termasuk di dalamnya, karena itu saya mau masuk”. Akhirnya Buya Hamka masuk ke dalam TQN, karena disebabkan oleh kehampaan spiritual, sebagaimana diakuinya. Buya Hamka juga menyatakan: “Di antara makhluk dan Kholik itu ada perjalanan yang harus ditempuh. Inilah yang kita katakan thoriqoh”.

Hamka memang dikenal seabgai ulama yang memahami tasawuf. Salah satu karyanya: Tasawuf Modern, mengupas dunia tasawuf dan penerapannya di era modern ini.

Buya Hamka wafat pada 24 Juli 1981, di usianya yang ke-73. Seluruh ikhwan TQN Indonesia, Singapura, dan Malaysia menunaikan sholat ghaib untuknya, sebagaimana dianjurkan oleh Pangersa Abah Anom dari Pondok Pesantren Suryalaya.
.

Ust Kazim Elias Difitnah Hadis Palsu



MYKMU Bidas Mufti Perlis @RealDrMaza Isu Ust Kazim Elias Difitnah Hadis Palsu

Posted on March 15, 2015 by penulis_cyber
Berubahlah Dr Maza, Jangan Cari Jalan Neraka!

Oleh AJAB

Semalam dikhabarkan pihak Istana Perlis bersama Pengerusi Yayasan Dakwah Islamiah Malaysia (YADIM), Datuk Dr Asyraf Wajdi Dusuki telah mendamaikan Mufti Perlis Datuk Dr Mohd Asri Zainal Abidin dengan Datuk Kazim Elias. Perdamaian ini mungkin “real” atau mungkin juga sekadar menghormati inisiatif Istana.

Penulis memang mengharapkan pertemuan ini merupakan satu titik tolak pemulihan maruah para ilmuan Islam setelah sekian lama tercemar dengan pelbagai pandangan dan kenyataan separuh benar oleh Mufti Perlis ini.

dr-mazaMempunyai kesempatan mengikuti, memerhati dan menelaah idea, pandangan dan pemikiran Dr Mohd Asri Zainal Abdin (Maza) pada zaman awal kemunculan beliau, penulis percaya beliau mempunyai ciri-ciri untuk menjadi satu figura agama Islam di negara ini suatu masa nanti.

Keterbukaan dan perbahasan ilmunya sangat baik dan mudah menangkap dalam pemikiran generasi muda.

Malangnya, Dr Maza mengulangi kesilapan dan kesalahan ramai ilmuan dan pemikir sebelum ini. Mereka menjadi bongkak, takbur, merasakan mereka sahaja yang betul dan benar.

Apabila tamat kontrak Mufti beberapa tahun lalu, Dr Maza memilih jalan populariti berbanding jalan ulama.

Ulama yang berjiwa besar jarang mencerca, menghina, menyindir dan mengejek umat Islam lain apatah pemimpin negara jika ia bukan membabitkan hal-hal besar mengenai kepentingan Islam.

Selepas sedikit popular dengan pandangan progresif, Dr Maza membenarkan hati dan perasaannya dihanyutkan oleh perasaan mahu menjadi hebat dan gah di kalangan rakyat lalu membuat pelbagai komen politik dan isu masyarakat yang mengikut arus populariti bukannya berpaksi kepada kebenaran.

Apabila kita menonton ceramah Maza kita akan mendengar pelbagai sindiran dan sinisan terhadap pemimpin hanya untuk menarik khalayak ceramahnya.

Selain ceramah, Facebook dan Twitter beliau juga sering kali menyiarkan kenyataan-kenyataan palsu seperti isu kapal terbang Perdana Menteri, kembara Tengku Mahkota Johor, isteri Perdana Menteri dan banyak lagi maklumat palsu disebarkan melalui akaun beliau.

Inilah antara komentar yang pernah laman ini terbitkan ketika meneliti pandangan-pandangan Maza semasa beliau pencen kali pertama sebagai Mufti Perlis.

i. Orang Lain Sibuk Membantu, Dr Maza Pimpin Rakyat Jalan Ke Neraka?
ii. Fitnah: Apa Rasanya Berdosa Besar Sekali Sekala Dr. Maza?
iii. Siapa Hipokrit : Antara Asri (Maza), Azhar Idrus, Haron Din Dalam Isu Kalimah Allah
iv. Dr Asri Tolong Jawab: Bolehkah Seorang Peliwat Menjadi Pemimpin Dalam Islam?

Ingatkan kegilaan populariti ini hanya berlaku ketika tiada jawatan. Namun sebaik memegang semula jawatan Mufti beliau terus menyerang pendakwah lain yang tidak sealiran dengan beliau.

Dr Maza sebagai Mufti Perlis, menghantar surat kepada kerajaan Negeri Perlis membantah jemputan ke atas Ustaz Kazim Elias untuk menyertai forum Islam sempena hari keputeraan Raja Perlis. Dalam surat tersebut beliau memberi alasan Kazim ialah seorang penyebar hadis palsu.
Sebagai Mufti negeri, beliau boleh sahaja memberi pandangan lisan kepada penganjur. Namun untuk menunjukkan kehebatan, beliau menulis surat rasmi.

Apabila tersebar surat tersebut dan beliau diminta menunjukkan bukti Kazim membawa hadis-hadis palsu, Dr Maza mengambil sebahagian kecil ucapan Kazim kononnya Rasulullah membuat kenduri roti jala dan kuah kari kambing.

Memang Dr Maza benar bila berkata “tidak benar nabi makan roti jala cicah kuah kari.”

Namun tuduhan beliau bahawa Ustaz Kazim Elias bawa hadis palsu sangat salah dan merbahaya.

Bukan sahaja kerana dalam ceramah tersebut Kazim tidak pernah menyatakan ia sebagai hadis atau diriwayatkan oleh sesiapa pun; malah tuduhan penyebar hadis palsu harus dibawa ke peringkat muzakarah ulama bukannya membuat keputusan semberono dan sendirian.

Sebagai mufti juga Dr Asri salah apabila mengeluarkan satu surat yang membuat tuduhan serius ke atas Ustaz Kazim tanpa memanggil beliau untuk mendapatkan penjelasan.

Bukankah wajar untuk seorang Mufti memanggil mana-mana pendakwah yang dirasakan membawa hadis palsu atau terpesong untuk mendengar fakta sebenar dari mulut individu terbabit sebelum membuat keputusan yang sebesar itu? Tuduhan penyebar hadis palsu samalahs seperti menuduh menyeleweng ajaran Islam.

Malangnya, Mufti Perlis ini memilih jalan bergaduh, menimbulkan fitnah dan membuat dakyah sesama rakan pendakwah hanya kepentingan duniawi.

Mengapa penulis kata kepentingan duniawi? Jika Maza memberat kepentingan akhirat dan agama beliau tidak akan terpesona dan terpegun dengan jumlah like di Facebooknya; atau pengikut di Twitter, mahu pun pembaca tulisannya di Malaysiakini.

Kerana keghairahan mengejar populariti, beliau membuat pelbagai kenyataan bersunur fitnah dan separuh benar ke atas pelbagai pihak termasuk Perdana Menteri dan isteri, pemimpin negara dan lain-lain kumpulan yang tidak sealiran dengan beliau.

Dr Maza harus berhenti menjadi selebriti. Jadilah seorang ilmuan yang menjaga kata-kata dan tutur bicara.

Jangan kejar jalan ke neraka sedang jalan ke syurga terbentang luas.
Sumber http://www.mykmu.net/2015/03/berubahlah-dr-maza-jangan-cari-jalan-neraka/http://www.mykmu.net/2015/03/berubahlah-dr-maza-jangan-cari-jalan-neraka/

Monday 11 May 2015

“Bertaqwalah kepada Allah semampu kalian”

لايكلفاللهنفساًإلاوسعها} [البقرة / 286 ]

“Allah tidak membebani seseorang kecuali yang menjadi kemampuannya”

وقوله: {وماجعلعليكمفيالدينمنحرج}[الحج / 78 ]

“dan tidaklah Allah menjadikan bagi kalian kesulitan dalam beragama”

وقوله: {فاتقوااللهمااستطعتم} [التغابن / 16 ]

“Bertaqwalah kepada Allah semampu kalian”

Syarat-syarat Akikah / Aqiqah

Syarat-syarat Akikah / Aqiqah

Pertama, Sifat Sembelihan yang Layak (Sah) Sebagai Akikah (Aqiqah)
Imam Nawawi ra berkata dalam kitabnya, al-Majmu', "Hewan yang layak (sah) disembelih sebagai Akikah (Aqiqah) adalah domba yang dewasa dan kambing yang dewasa yang sudah memiliki gigi seri (gigi depan).

Domba dan kambing itu harus selamat dari cacat. Karena Akikah (Aqiqah) adalah mengalirkan darah secara syar'i (sesuai dengan ketentuan Islam) maka sifat-sifat hewan yang disembelih untuk Akikah (Aqiqah) sama dengan sifat-sifat hewan yang disembelih untuk kurban, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad sahih sahih bahwa Ibnu Abbas r.a. berkata "Rasulullah mengaqiqahkan Hasan da Husain masing-masing dengan seekor domba."

Berdasarkan hadis di atas, sifat-sifat hewan yang disembelih sebagai Akikah (Aqiqah) harus sama dengan sifat-sifat hewan yang disembelih sebagai kurban.

Untuk anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing sebagai aqiqahnya dan untuk anak perempuan satu ekor saja. Hadis-hadis yang menjelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing adalah hadis-hadis yang memiliki kelebihan (jika dibandingkan dengan hadis-hadis yang menjelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan satu kambing).

Oleh karena itu, hadis-hadis yang dijelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing lebih layak diterima. Hal ini diperkuat lagi oleh perkataan Ibnu Abbas ra. "bahwa Rasulullah Saw mengakikahkan (Hasan dan Husain) masing-masing dua ekor domba."

Kedua, Waktu Penyembelihan Hewan Aqiqah
Menurut sunnah Nabi, penyembelihan hewan akikah (Aqiqah) dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahirannya dengan menghitung hari kelahirannya. Jadi, hewan akikah (Aqiqah) disembelih pada hari keenam, jika hari kelahiran tidak dihitung. Apabila sang anak dilahirkan pada malam hari maka dihitung dari hari setelah malam kelahiran itu.

Penyembelihan hewan akikah (Aqiqah) dilaksanakan pada hari ketujuh, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abdullah ibn Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi Saw, beliau bersabda, "Hewan akikah (Aqiqah) itu disembelih pada hari ketujuh, hari keempat belas, dan hari kedua puluh satu."

Menurut penganut Mazhab Hanbali, akikah (Aqiqah) disembelih pada hari ketujuh dan seterusnya, kelipatan tujuh. Mereka memiliki beberapa riwayat (yang dapat dijadikan dalil).

Sedangkan menurut penganut Mazhab Syafi'I disebutkan bahwa penyebutan tujuh itu untuk ikhtiyar (pilihan) bukan keharusan. Rafi'I menambahkan bahwa waktu penyembelihan hewan akikah (Aqiqah) dimulai dari kelahiran bayi.

Imam Syafi'i berkata, "Makna hadis itu adalah penyembelihan akikah (Aqiqah) diusahakan tidak ditangguhkan hingga melewati hari ketujuh. Namun jika memang belum sempat berakikah sampai sang bayi telah mencapai usia baligh, maka gugurlah tanggung jawab orang yang seharusnya mengakikahkannya. Tetapi, jika sang anak ingin berakikah untuk dirinya sendiri maka ia boleh melakukannya.

Ada ulama yang mengatakan, "Tanggung jawab untuk mengakikahkan tidak hilang walaupun tidak dilaksanakan pada hari ketujuh, namun disunnahkan agar tidak terlambat sampai usia balig."

Imam an-Nawawi berkata, "Aku Abdillah al-Busyihi, salah seorang imam dalam mazhab kami berkata, "Jika tidak sempat menyembelih pada hari ketujuh maka di hari keempat belas, (jika belum juga dilaksanakan) maka di hari kedua puluh satunya, demikian terus pada kelipatan tujuh."

Ketika akan menyembelih hewan akikah (Aqiqah), orang yang menyembelih disunnahkan membaca, Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad hasan, dari Aisyah r.a. bahwa Nabi Saw menyembelih hewan akikah (Aqiqah) untuk Hasan dan Husain, dan beliau bersabda. "Ucapkanlah, Dengan Nama Allah. Ya Allah, untuk-Mu dan kepada-Mu akikah si Fulan."

Namun, jika bacaannya dipendekkan dengan hanya mengucap bismillah maka itu lebih utama karena kesahihan hadis di atas masih diperdebatkan.

Disunnahkan juga memisah-misahkan anggota badan hewan akikah (Aqiqah), dan dilarang meremukkan tulang-tulangnya. Ada dua hikmah dari hal tersebut, yaitu:

Pertama, sebagai penghormatan terhadap orang-orang miskin dan para tetangga yang diberikan hidangan atau hadiah berupa daging akikah (Aqiqah), yaitu dengan memberikan potongan besar yang sempurna yang tulangnya tidak dipecah dan dagingnya tidak dikurangi. Tidak diragukan bahwa cara penyajian dan pemberian seperti ini merupakan penghormatan bagi orang-orang yang menerima.

Kedua, oleh karena kedudukan akikah sebagai tebusan untuk menebus sang bayi maka dianjurkan tulangnya tidak usah dipotong-potong, untuk mengharap keberkahan (dari Allah SWT juga dengan harapan agar anggota-anggota tubuh si bayi menjadi sehat dan kuat. Wallahu a'alam.

Ketiga, Apa yang Dilakukan Setelah Penyembelihan?
Setelah penyembelihan hewan selesai, hendaknya kaum Muslimin waspada, jangan sampai melumuri kepala bayi dengan darah hewan akikah (Aqiqah), karena hal itu merupakan kebiasaan kaum Jahiliyah. Akan tetapi, hendaknya kepala bayi tersebut dilumuri dengan minyak za'faran.

Disunnahkan memakan hewan akikah (Aqiqah), boleh juga menghadiahkannya atau menyedekahkannya kepada orang lain, karena akikah (Aqiqah) adalah menyembelih hewan yang hukumnya sunnah maka hukumnya sama dengan hewan kurban.

Rafi'I berkata, "Sunnah memberikan bagian kaki dari hewan akikah (Aqiqah) kepada bidan atau dokter (yang membantu proses kelahiran) sebagaimana yang disebutkan dalam sunnah al-Baihaqi, dari Ali r.a. bahwa Rasulullah Saw memerintahkan Fatimah ra. "Timbanglah rambut al-Husain, kemudian bersedekah dengan perak (seberat rambut yang ditimbang) dan berikanlah bagian kaki hewan akikah (Aqiqah) kepada wanita yang membantu proses kelahiran." (Diriwayatkan secara mauquf sampai pada Ali r.a.)

Disunnahkan juga memasak daging hewan akikah (Aqiqah) sehingga masakannya menjadi manis, dengan harapan agar sang bayi kelak memiliki akhlak yang baik dan terpuji.

Sudah Dewasa Belum Diaqiqah, Lebih Utama Qurban atau Aqiqah yang Tertunda ?

Sudah Dewasa Belum Diaqiqah, Lebih Utama Qurban atau Aqiqah yang Tertunda ?
Redaksi – Selasa, 29 Zulqa'dah 1435 H / 23 September 2014 13:10 WIB

sigit1Assalamu’alaikum wr wb..

Ustad, saya berumur 22 th, saya belum di aqiqah kan oleh orang tua saya. Mana yang lebih utama untuk saya, aqiqah atau qurban? cttn dg biaya sendiri. saya belum berqurban.

Wassalamu’alaikum wr wb..

nilmi

Waalaikumussalam Wr Wb

Hukum Aqiqah

Aqiqah adalah sembelihan hewan kurban untuk anak yang baru lahir dan dilakukan pada hari ketujuh kelahirannya. Hukum pelaksanaan aqiqah ini adalah sunnah muakkadah, sebagaimana diriwayatkan dari Samurah bahwa Nabi saw bersabda,”Setiap anak yang dilahirkan itu terpelihara dengan aqiqahnya dan disembelihkan hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberikan nama untuknya.” (HR. Imam yang lima, Ahmad dan Ashabush Sunan dan dishohihkan oleh Tirmidzi)

Waktu pelaksanaan aqiqah ini adalah pada hari ketujuh dari hari kelahirannya namun jika ia tidak memiliki kesanggupan untuk menagqiqahkannya pada hari itu maka ia diperbolehkan mengaqiqahkannya pada hari keempat belas, dua puluh satu atau pada saat kapan pun ia memiliki kelapangan rezeki untuk itu, sebagaimana makna dari pendapat para ulama madzhab Syafi’i dan Hambali bahwa sembelihan untuk aqiqah bisa dilakukan sebelum atau setelah hari ketujuh.

Adapun yang bertanggung jawab melakukan aqiqah ini adalah ayah dari bayi yang terlahir namun para ulama berbeda pendapat apabila yang melakukannya adalah selain ayahnya :

1. Para ulama Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa sunnah ini dibebankan kepada orang yang menanggung nafkahnya.

2. Para ulama Madzhab Hambali dan Maliki berpendapat bahwa tidak diperkenankan seseorang mengaqiqahkan kecuali ayahnya dan tidak dieperbolehkan seorang yang dilahirkan mengaqiqahkan dirinya sendiri walaupun dia sudah besar dikarenakan menurut syariat bahwa aqiqah ini adalah kewajiban ayah dan tidak bisa dilakukan oleh selainnya.

3. Sekelompok ulama Madzhab Hambali berpendapat bahwa seseorang diperbolehkan mengaqiqahkan dirinya sendiri sebagai suatu yang disunnahkan. Aqiqah tidak mesti dilakukan saat masih kecil dan seorang ayah boleh mengaqiqahkan anak yang terlahir walaupun anak itu sudah baligh karena tidak ada batas waktu maksimalnya.(al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2748)

Aqiqah atau Kurban

Dari keterangan diatas bisa disimpulkan bahwa aqiqah tidak mesti dilakukan pada hari ketujuh dan itu semua diserahkan kepada kemampuan dan kelapangan rezeki orang tuanya, bahkan ia bisa dilakukan pada saat anak itu sudah besar / baligh.

Orang yang paling bertanggung jawab melakukan aqiqah adalah ayah dari bayi terlahir pada waktu kapan pun ia memiliki kesanggupan. Namun jika dikarenakan si ayah memiliki halangan untuk mengadakannya maka si anak bisa menggantikan posisinya yaitu mengaqiqahkan dirinya sendiri, meskipun perkara ini tidak menjadi kesepakatan dari para ulama.

Dari dua hal tersebut diatas maka ketika seseorang dihadapkan oleh dua pilihan dengan keterbatasan dana yang dimilikinya antara kurban atau aqiqah maka kurban lebih diutamakan baginya, dikarenakan hal berikut :

1. Perintah berkurban ini ditujukan kepada setiap orang yang mukallaf dan memiliki kesanggupan berbeda dengan perintah aqiqah yang pada asalnya ia ditujukan kepada ayah dari bayi yang terlahir.

2. Meskipun ada pendapat yang memperbolehkan seseorang mengaqiqahkan dirinya sendiri namun perkara ini bukanlah yang disepakati oleh para ulama.

Dalil mereka yang memperbolehkan seseorang mengaqiqahkan dirinya sendiri adalah apa yang diriwayatkan dari Anas dan dikeluarkan oleh al Baihaqi, “Bahwa Nabi saw mengaqiqahkan dirinya sendiri setelah beliau diutus menjadi Rasul.” Kalau saja hadits ini shohih, akan tetapi dia mengatakan,”Sesungguhnya hadits ini munkar dan didalamnya ada Abdullah bin Muharror dan ia termasuk orang lemah sekali sebagaimana disebutkan oleh al Hafizh. Kemudian Abdur Rozaq berkata,

”Sesungguhnya mereka telah membicarakan dalam masalah ini dikarenakan hadits ini.” (Nailul Author juz VIII hal 161 – 162, Maktabah Syamilah)

Wallahu A’lam

– Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…