Sunday 27 October 2019

Agama adalah nasihat


Rasulullah SAW bersabda: "Agama adalah nasihat."

Kami (para sahabat) bertanya, ''Untuk siapa?''

Beliau menjawab, ''Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin, dan manusia pada umumnya.'' (HR Muslim).

Nasihat secara bahasa berasal dari kata an-nushu yang berarti al-khulush (murni). 

Secara istilah, nasihat ialah suatu ungkapan untuk menyatakan keinginan berbuat baik kepada orang yang dinasihati.

Demikian tulis Imam Ibnul Atsir. Allah SWT mensyariatkan kaum Muslimin untuk saling menasihati, sebagaimana tertulis dalam firman-Nya: 

''... dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.'' (QS Al-Ashr [103]: 3).

Ayat-ayat lain tentang nasihat juga terdapat dalam Alquran, misalnya, dalam QS Al-A'raf [7] ayat 62 dan 69.

"Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” ―QS. 7:62



Tafsir QS. Al A’raaf (7) : 62. 

Oleh Kementrian Agama RI 

Ayat ini menerangkan bahwa Nabi Nuh menegaskan kepada kaumnya bahwa dia mendapat tugas dari Allah untuk menyampaikan perintah-perintah Tuhannya agar manusia beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada hari kemudian, kepada Rasul-rasul yang diutus Allah, kepada malaikat-malaikat Allah dan menyampaikan juga hukum-hukum yang Allah tentukan baik yang berkenaan dengan ibadat maupun yang berkenan dengan muamalat. Nabi Nuh dalam menyampaikan tugasnya disertai dengan ancaman halus berupa nasihat-nasihat kepada kaumnya agar takut kepada siksaan Allah sebagai balasan terhadap orang-orang yang tidak beriman kepadanya, serta mendustakan Rasul-rasul-Nya. Nabi Nuh menegaskan pula bahwa ia benar-benar mengetahui hal-hal yang tidak diketahui oleh kaumnya, semuanya itu diketahuinya dari Allah. Demikian gigihnya Nabi Nuh dalam meyakinkan kaumnya.


Dan herankah kamu bahwa ada peringatan yang datang dari Tuhanmu melalui seorang laki-laki dari kalanganmu sendiri, untuk memberi peringatan kepadamu? Ingatlah ketika Dia menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah setelah kaum Nuh, dan Dia lebihkan kamu dalam kekuatan tubuh dan perawakan. Maka ingatlah akan nikmat-nikmat Allah agar kamu beruntung. ” ―QS. 7:69


Tafsir QS. Al A’raaf (7) : 69. 

Oleh Kementrian Agama RI 

Dalam ayat ini, Allah menerangkan kecaman Nabi Hud kepada pemuka-pemuka kaumnya, bahwa tidak patut mereka merasa heran dan ragu-ragu terhadap kedatangan peringatan dan pengajaran dari Tuhan yang dibawa oleh seorang laki-laki di antara mereka. Pengajaran Allah itu datang kepada mereka justru pada saat mereka berada dalam kesesatan. Semestinya mereka tidak perlu ragu kepada pribadi orang yang membawa seruan. Hendaknya mereka mempergunakan akal pikiran untuk memperhatikan seruan yang dibawa kepada mereka itu yaitu seruan yang benar, seruan yang menyelamatkan diri mereka dari azab Allah. Ia juga mengingatkan mereka akan nikmat dan rahmat Allah, bahwa mereka bukan saja sebagai ahli waris kaum Nuh yang diselamatkan Allah dari topan karena keimanan mereka kepada-Nya, tetapi juga Allah melebihkan mereka dengan kekuatan fisik serta tubuh yang besar. Oleh sebab itu hendaklah mereka bersyukur kepada Allah dengan bertakwa kepada-Nya. Kalau mereka tidak bersyukur, Allah akan menjatuhkan azab-Nya sebagaimana Allah menjatuhkan azab kepada kaum Nuh yang ingkar dan menggantikan kedudukannya dengan bangsa lain. Mereka diingatkan kepada nikmat Allah itu agar mereka bersyukur dengan menyembah-Nya seikhlas-ikhlasnya sehingga mereka menjauhi kemusyrikan dengan meninggalkan penyembahan berhala. Dengan demikian mereka harus meninggalkan penyembahan berhala untuk mencapai kebahagiaan pada hari kemudian dan mendapat tempat pada sisi Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya yang bersyukur kepada nikmat-Nya.


Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Tamim bin Aus ad-Daryra, 

Rasulullah SAW bersabda: "Agama adalah nasihat."

Kami (para sahabat) bertanya, ''Untuk siapa?''

Beliau menjawab, ''Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin, dan manusia pada umumnya.'' (HR Muslim).

Hadis ini sesungguhnya memiliki peran yang sangat besar, karena di dalamnya terkandung bahwa tiang agama Islam dan penopangnya adalah nasihat. Dengan adanya nasihat maka agama Islam akan senantiasa termanifestasi dalam jiwa kaum Muslimin, namun apabila nasihat itu tidak ada, maka kekurangan akan menimpa kaum Muslimin dalam setiap aspek kehidupannya.

Bila kita perhatikan pula, dalam hadis di atas terdapat lima peruntukan nasihat, yaitu nasihat untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin, dan manusia pada umumnya.

Pertama, nasihat untuk Allah. 

Maksudnya adalah beriman kepada-Nya, mengesakan-Nya, menjadikan niat ikhlas semata karena-Nya di dalam mengamalkan perbuatan baik, dan beribadah kepada-Nya dengan penuh ketaatan dan pengagungan.

Kedua, nasihat untuk kitab-Nya. 

Maksudnya adalah beriman kepada semua kitab-kitab samawi (langit) yang diturunkan dari sisi Allah SWT secara global.

Ketiga, nasihat untuk Rasul-Nya (Muhammad). 

Maksudnya adalah membenarkan kenabiannya, menaati perintahnya, menjauhi segala larangannya, menghidupkan sunahnya, memahami, mempraktikkan dan menyiarkannya, serta berakhlak sesuai dengan akhlak beliau yang mulia.

Keempat, nasihat untuk pemimpin kaum Muslimin. 

Maksudnya adalah membantu mereka atas kewajiban yang mereka emban, memberikan masukan, dan mengingatkan tatkala mereka lupa. Juga mencegah mereka dari perbuatan zalim dengan cara yang baik.

Dan terakhir, nasihat untuk manusia pada umumnya. 

Maksudnya adalah dengan mengajak pada kebaikan, menutup aib mereka, dan tidak berbuat ghibah (menggunjing) kepada sesama manusia. Wallahu a'lam.

sumber : Pusat Data Republika

No comments:

Post a Comment