Sunday 3 April 2016

Orang-orang Mukmin Itu Bersaudara

Al Hujarat ayat 10

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya: sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. (Qs al Hujarat:10)

Asbabunnuzul

Asbabunnuzul yang dikhususkan pada surat al Hujarat ayat 10 tidak ada, namun yang pasti ayat ini masih merespon ayat sebelumnya yaitu ayat ke 9 yang mempunyai asbabunnuzul yang diriwayatkan oleh asy Syaikhani telah mengetengahkan sebuah hadis yang bersumberkan dari Anas r.a. bahwasanya Nabi saw. Pada suatu hari mengendarai keledai kendaraannya dengan tujuan menemui Abdullah ibnu Ubay. Abdullah ibnu Ubay berkata: “menjauhlah dariku, karena sesungguhnya bau keledaimu menyesakkan hidungku. “ Berkata salah seorang dari kalangan sahabat Anshar dengan menjawabnya: “ demi Allah, bau keledainya sungguh lebih enak daripada bau tubuhmu. “salah seorang dari kalangan kaumnya Abdullah menjadi marah mendengar mendengar perkataan itu, dan akhirnya teman-teman dari kedua orang itu saling bersitegang. Pecahlah perkelahian seru di antara kedua belah pihak mereka saling baku hantam dengan pukulan dan terompah. [1]Lalu turunlah surat al Hujarat ayat ke-9

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Artinya: dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan)nyang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

Tafsir Ayat

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ 

( sesungguhnya orang-orang mukmin adalah saudara)

lebih menekankan pada makna saudara dalam seagama — فَأَصْلِحُوا بَيْنَ

أَخَوَيْكُمْ

(karena itu damaikanlah kedua saudara kalian)

apabila mereka berdua bersengketa. Menurut qiraat yanglain dibaca ikhwatikum, artinya saudara-saudara kalian– وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

(dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapatkan rahmat).[2]

Setelah ayat sebelumnya memerintahkan untuk melakukan perdamaian antara dua kelompok orang beriman. Ayat ini menjelaskan kenapa harus mendamaikannya? Karena kita adalah saudara seiman walaupun tidak satu keturunan. Maka kelompok lain yang tidak terlibat langsung dalam pertikaian antara kelompok-kelompok, Maka damaikanlah walau pertikaian itu hanya terjadi antara kedua saudara kamu, apalagi jumlahnya yang bertikai lebih dari dua orang dan jagalah diri agar tidak ditimpa bencana baik akibat dari pertikaian itu maupun selainnya, supaya kamu mendapat rahmat antaralain rahmat persatuan kesatuan.[3]

Dalam ayat ini juga memperingatkan bahwa orang-orang yang beriman yaitu bersaudara. Bahwasanya kalau orang sudah sama-sama tumbuh iman dalam hatinya tidak mungkin mereka akan bermusuhan. Jika tumbuh permusuhan dikarnakan karena sebab yang lain saja, misalnya karena salah faham, salah terima, maka jika ada kabar hal buruk pada saudara muslim di sebelahmu, maka pandailah memilah-memilih dan selidikilah terlebih dahulu supaya jangan suatu kaum ditimpa oleh musibah hanya karena kejahilan kita saja. [4]Dan ketika mendamaikannya sebaiknya kita hanya mengharap rida Allah saja tanpa embel-embel apapun.

Implikasi dari persaudaraan ini ialah hendaknya rasa cinta, perdamaian, kerjasama dan persatuan menjadi landasan utama masyarakat muslim dan hendaklah saling mengingatkan satu sama lain untuk selalu di jalan Allah dengan cara yang lebih bijak.[5]

[1] Al Mahalliy, Imam Jalaludin, Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Ayat Surat az Zumar s.d. Surat an Nas. Sinar Baru, Bandung 1990. Hlm 2246

[2] Ibid 2235

[3] M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah (Pesan dan Kesan dari Keserasian al Quran, Lentera Hati, Jakarta 2002. Hlm 598-599

[4] Prof. DR Haji Abdul Malik Abdulkarim Amrullah, Tafsir al Azhar,Kerjaya Print Pte Ltd, Singapore 2007. Hlm 6825

[5] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al Qur’an (Surat ash Shaffaat 102- al Hujarat), Gema insane press, Jakarta 2004. Hlm 41

No comments:

Post a Comment