Tuesday 18 August 2015

Hukum Memanjangkan Pakaian Melebihi Mata Kaki

Apa Hukum Memanjangkan Pakaian Melebihi Mata Kaki?

Isbal (memanjangkan pakaian hingga melewati mata kaki) bagi kaum wanita tentu kita mengetahui akan kebolehannya.

Dan isbal bagi kaum pria jika dilakukan untuk menyombongkan diri tentu kita sudah mengetahui akan keharamannya.

عن ابن عمر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة ، فقالت أم سلمة : فكيف يصنعن النساء بذيولهن ؟ قال : يرخين شبراً ، فقالت : إذا تنكشف أقدامهن ، قال : فيرخينه ذراعاً لا يزدن عليه " . رواه الترمذي ( 1731 ) والنسائي ( 5336 )

Dari Ibnu Umar ia berkata, "Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, 'Siapa yang memanjangkan pakaiannya (hingga melewati mata kaki) karena sombong, maka Allah tidak akan melihat kepadanya di hari kiamat. " Maka Ummu Salamah pun bertanya, "Lantas bagaimana yang harus diperbuat oleh para wanita terhadap ujung-ujung pakaian mereka? " Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab, "Hendaknya mereka memanjangkannya sejengkal. " Ummu Salamah berkata, "Kalau begitu telapak kaki mereka akan terlihat (ketika sedang berjalan). " Beliau صلى الله عليه وسلم pun bersabda, "Kalau demikian, panjangkanlah sehasta dan tidak boleh lebih dari itu. " (HR. Tirmidzi no. 1731 dan An-Nasai no. 5336)

Tapi kalau isbal (memanjangkan pakaian hingga melewati mata kaki) dilakukan oleh kaum pria tanpa ada kesombongan, apa hukumnya?

السؤال:

سمعت أن مذهب الجمهور على الكراهة في إسبال الثياب ، بسبب فعل أبي بكر رضي الله عنه ، وقول الرسول صلى الله عليه وسلم لأبي بكر : لست منهم . أي ممن يفعل ذلك خيلاء .

Pertanyaan:

Saya dengar pendapat jumhur ulama tentang isbal (memakai pakaian melebihi mata kaki) adalah makruh,dikarenakan perbuatan Abu Bakar رضي الله عنه dan perkataan Rasul صلى الله عليه وسلم kepadanya, "Engkau bukan termasuk mereka. " yaitu orang-orang yang melakukan isbal karena sombong.

الجواب:
الحمد لله

Jawaban:

Segala puji bagi Allah

إذا أسبل الرجل ثيابه إلى ما تحت الكعبين بقصد الكبر والخيلاء فهذا محرم من غير خلاف بين العلماء ، بل هو من كبائر الذنوب . وقد سبق في جواب السؤال رقم (762) ذكر بعض الأحاديث الواردة في تحريم ذلك .

Jika seorang pria menjulurkan pakaiannya sampai melewati mata kaki untuk tujuan menyombongkan diri, maka itu diharamkan, tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Bahkan, perbuatan itu termasuk dosa besar. Dan telah berlalu dalam jawaban atas pertanyaan no. 762 penyebutan beberapa hadits yang menyinggung tentang haramnya perbuatan demikian.

وأما إسبال الثياب بدون قصد الكبر والخيلاء ، فهذا قد اختلف العلماء في حكمه على ثلاثة أقوال : التحريم ، والكراهة ، والجواز بلا كراهة .

Adapun isbal (menjulurkan pakaian sampai melewati mata kaki) tanpa maksud menyombongkan diri, maka dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama menjadi 3 pendapat: haram, makruh dan boleh.

وجمهور العلماء من المذاهب الأربعة على عدم التحريم ، وهذه بعض أقوال علماء المذاهب في ذلك :

Jumhur ulama dari 4 madzhab berpendapat tidak haram. Dan berikut ini sebagian perkataan ulama madzhab tentang hal tersebut:

وأما الحنابلة : فقد نصوا على عدم التحريم .
قال في : "الإقناع" (1/139) :
" ويكره أن يكون ثوب الرجل تحت كعبه بلا حاجة " انتهى باختصار .
وقال ابن قدامة في: "المغني" (2/298) : " ويكره إسبال القميص والإزار والسراويل ؛ فإن فعل ذلك على وجه الخيلاء حَرُم " انتهى .
وقال ابن مفلح "الآداب الشرعية" (3/521) :
" وَاخْتَارَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ رَحِمَهُ اللَّهُ ( ابن تيمية ) عَدَمَ تَحْرِيمِهِ ، وَلَمْ يَتَعَرَّضْ لِكَرَاهَةٍ وَلَا عَدَمِهَا " انتهى .
وانظر : " شرح العمدة" لشيخ الإسلام ابن تيمية ص (361-362) .

Adapun ulama dari kalangan hanbali mereka menyatakan akan ketidakharaman itu.

Disebutkan dalam Al-Iqna'(1/139): "Dibenci (makruh) pakaian seorang pria melebihi mata kaki tanpa ada kebutuhan. " diringkas dari Al-Iqna'

Berkata Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (2/298):
"Dibenci memakai pakaian melebihi mata kaki, baik itu gamis, izar (sejenis sarung), atau celana. Jika melakukan itu untuk menyombongkan diri, maka itu haram. "

Berkata Ibnu Muflih dalam Al-Adab Asy-Syar'iyyah (3/521):
"Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah memilih pendapat tidak diharamkan isbal. Dan beliau tidak menyinggung tentang makruh atau tidaknya. " Lihat Syarh Al-Umdah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal. 361-362

ذكر ابن مفلح في "الآداب الشرعية" (3/521)
" أَبَا حَنِيفَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ ارْتَدَى بِرِدَاءٍ ثَمِينٍ وَكَانَ يَجُرُّهُ عَلَى الْأَرْضِ ، فَقِيلَ لَهُ : أَوَلَسْنَا نُهِينَا عَنْ هَذَا ؟ فَقَالَ : إنَّمَا ذَلِكَ لِذَوِي الْخُيَلَاءِ وَلَسْنَا مِنْهُمْ " انتهى . وانظر "الفتاوى الهندية" (5/333) .

Ibnu Muflih dalam Al-Adab Asy-Syar'iyyah (3/521) menyebutkan, "Abu Hanifah رَحِمَهُ اللَّهُ memakai kain rida yang indah dan menyeretnya di tanah. Ada yang berkata kepadanya, 'Bukankah kita sudah dilarang melakukan itu? Beliau menjawab, 'Yang demikian untuk orang yang melakukannya karena sombong. Sedangkan kita bukan termasuk orang yang demikian. " (Lihat Al-Fatawa Al-Hindiyyah: 5/333)

وأما الشافعية : فصرحوا بأنه لا حرمة إلا بقصد الخيلاء .
قال الإمام الشافعي رحمه الله – كما نقله عنه النووي في "المجموع" (3/177) : " لا يجوز السدل في الصلاة ولا في غيرها للخيلاء ، فأما السدل لغير الخيلاء في الصلاة فهو خفيف ؛ لقوله صلى الله عليه وسلم لأبي بكر رضى الله عنه وقال له : إن إزاري يسقط من أحد شقي . فقال له : ( لست منهم ) " انتهى .

Adapun ulama Syafi'iyyah menegaskan bahwa isbal tidaklah haram kecuali jika untuk menyombongkan diri.

Berkata Imam Asy-Syafi'I sebagaimana dinukilkan oleh An-Nawawi dalam Al-Majmu' (3/177):

"Tidak boleh isbal karena sombong baik dalam shalat maupun di luar shalat. Adapun isbal tanpa kesombongan di dalam shalat, maka itu ringan, berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم kepada Abu Bakar. Dan Abu Bakar رضى الله عنه berkata kepada beliau,'Sesungguhnya izarku jatuh dari celah pakaianku. ' Beliau pun bersabda, 'Engkau bukan termasuk mereka (orang-orang yang menjulurkan pakaian melewati mata kaki karena kesombongan). "

وقال النووي في "شرح مسلم" (14/62) :
" لا يجوز إسباله تحت الكعبين إن كان للخيلاء ، فإن كان لغيرها فهو مكروه ، وظواهر الأحاديث فى تقييدها بالجر خيلاء تدل على أن التحريم مخصوص بالخيلاء ، وهكذا نص الشافعى على الفرق " انتهى .

Imam An-Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim (14/62):
"Tidak boleh menjulurkan pakaian melewati mata kaki jika maksudnya untuk menyombongkan diri. Adapun jika melakukannya tanpa kesombongan, maka itu makruh. Lahiriah hadits yang mengikat isbal dengan kesombongan, menunjukkan bahwa yang diharamkan adalah jika isbal itu karena kesombongan. Demikianlah Asy-Syafi'I menyebutkan perbedaan tentang hal itu. "

واختار بعض الشافعية – كالذهبي والحافظ ابن حجر – القول بالتحريم .
قال الذهبي في " سير أعلام النبلاء" (3/234) : رداً على من يسبل إزاره ويقول لا أفعل ذلك خيلاء . قال :
" فتراه يكابر ويبرِّء نفسه الحمقاء ، ويعمد إلى نص مستقل عام ، فيخصه بحديث آخر مستقل بمعنى الخيلاء !
ويترخّص بقول الصديق : إنه يا رسول الله ! يسترخي إزاري ، فقال : ( لست يا أبا بكر ممن يفعله خيلاء ) !
فقلنا : أبو بكر رضي الله عنه لم يكن يشد إزاره مسدولا على كعبيه أولا ، بل كان يشده فوق الكعب ، ثم فيما بعد يسترخي .
وقد قال عليه السلام : ( إزرة المؤمن إلى أنصاف ساقيه ، لا جناح عليه فيما بين ذلك وبين الكعبين ) ، فمثل هذا في النهي من فصّل سراويل مغطيا لكعابه ، ومنه طول الاكمام زائدا، وكل هذا من خيلاء كامن في النفوس " انتهى .

Namun sebagian ulama Syafi'iyyah seperti Adz-Dzahabi dan Al-Hafizh Ibnu Hajar memilih pendapat akan haramnya isbal.

Berkata Adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam An-Nubala (3/234) ketika membantah orang yang menjulurkan pakaiannya melewati mata kaki dan beralasan, "Saya tidak sombong. ".

Beliau (Adz-Dzahabi) berkata, "Engkau akan melihatnya sombong, merasa dirinya bebas dari kebodohan dan mengambil nash umum yang tidak terikat lalu dikhususkan dengan hadits lain yang bermakna sombong. Ia mencari keringanan dengan perkataan Abu Bakar Ash-Shiddiq, 'Sesungguhnya izarku terjulur wahai Rasulullah. ' Beliau pun bersabda, 'Engkau bukan orang yang melakukan itu karena sombong wahai Abu Bakar. '

Kami (Adz-Dzahabi) katakan, 'Abu Bakar tidak mengikat izarnya sehingga melewati mata kaki atau tidak. Bahkan ia mengikatnya di atas mata kaki lalu setelah itu terjulur (tanpa disengaja). Sungguh, Nabi عليه السلام telah bersabda, 'Pakaian seorang mukmin itu sampai setengah betis. Tidak mengapa jika kainnya antara itu dengan mata kaki. " masuk ke dalam larangan ini adalah orang yang memanjangkan celananya sampai menutupi mata kakinya dan termasuk di antaranya yaitu panjang lengan baju  yang berlebihan. Seluruh perbuatan ini termasuk kesombongan yang tersimpan di hati. "

وأما المالكية : فذهب بعضهم إلى التحريم كابن العربي والقرافي .
قال ابن العربي في "عارضة الأحوذي" (7/238) :
" لا يجوز لرجل أن يجاوز بثوبه كعبه ويقول : لا أتكبر فيه ؛ لأن النهي تناوله لفظاً ، وتناول علته ، ولا يجوز أن يتناول اللفظ حكماً فيقال إني لست ممن يمتثله لأن العلة ليست فيَّ ، فإنه مخالفة للشريعة ، ودعوى لا تسلم له ، بل مِن تكبره يطيل ثوبه وإزاره فكذبه معلوم في ذلك قطعًا " انتهى .

Adapun Malikiyyah, sebagian mereka berpendapat haramnya menjulurkan pakaian melebihi mata kaki, seperti Ibnul Arabi dan Al-Qurafi.

Berkata Ibnul Arabi dalam Aridhatul Ahwadzi (7/238): "Tidak boleh seorang pria membiarkan pakaiannya melewati mata kakinya dan berkata, 'Saya tidak sombong melakukan ini. ' sebab, larangan dalam hadits mencakup itu dari sisi lafazh dan juga mencakup sebabnya. Dan tidak boleh jika lafazh suatu nash mencakup hukum, lalu ada yang berkata, 'Sesungguhnya aku bukan termasuk orang yang melakukan itu karena ilat (sebab) itu tidak ada padaku. " sebab, itu menyelisihi syariat dan klaim yang tidak bisa diterima. Bahkan, termasuk kesombongannya yaitu ia memanjangkan pakaian dan izar(sejenis sarung)nya. Kedustaannya bisa diketahui dalam hal ini secara pasti. "

وذهب آخرون منهم إلى الحكم بالكراهة وليس التحريم .
قال الحافظ ابن عبد البر في "التمهيد" (3/244) :
" وهذا الحديث يدل على أن من جر إزاره من غير خيلاء ولا بطر أنه لا يلحقه الوعيد المذكور ، غير أن جر الإزار والقميص وسائر الثياب مذموم على كل حال " انتهى .
وجاء في "حاشية العدوي" (2/453) :
" َالْحَاصِلُ أَنَّ النُّصُوصَ مُتَعَارِضَةٌ فِيمَا إذَا نَزَلَ عَنْ الْكَعْبَيْنِ بِدُونِ قَصْدِ الْكِبْرِ : فَمُفَادُ "الْحَطَّابِ" – من علماء المالكية - أَنَّهُ لَا حُرْمَةَ بَلْ يُكْرَهُ ، ومُفَادُ "الذَّخِيرَةِ" – كتاب للإمام القرافي - : الْحُرْمَةُ .
وَالظَّاهِرُ : أَنَّ الَّذِي يَتَعَيَّنُ الْمَصِيرُ إلَيْهِ الْكَرَاهَةُ الشَّدِيدَةُ " انتهى .

Para ulama Malikiyah yang lain berpendapat bahwa isbal itu makruh bukan haram.

Berkata Al-Hafzh Ibnu AbdilBarr dalam At-Tamhid (3/244): "Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang menjulurkan pakaiannya melewati mata kaki tanpa ada kesombongan, tidak terkena ancaman yang disebutkan hadits tadi. Hanya saja menjulurkan pakaian sampai melewati mata kaki, baik itu pada kain izar, gamis atau pakaian lainnya, bagaimana pun itu tetaplah tercela. "

Disebutkan dalam Hasyiatul Adawi (2/453): "Kesimpulannya nash-nash yang ada (seolah-olah) kontradiktif mengenai menjulurkan kaki melewati mata kaki jika tanpa kesombongan.  Perkataan Al-Hathob-termasuk ulama Malikiyyah-menunjukkan bahwa isbal itu tidak haram melainkan makruh. Dan dalam Adz-Dzakhiroh perkataan Al-Qurafi menunjukkan bahwa isbal itu haram. Yang nampak, yang bisa dijadikan pegangan adalah bahwa isbal itu sangat dimakruhkan. "

وقد اختار الصنعاني رحمه الله التحريم ، وكتب في ذلك كتاباً سماه "استيفاء الأقوال في تحريم الإسبال على الرجال" .

Imam Ash-Shon'ani telah memilih pendapat yang menyatakan haramnya isbal. Beliau menulis tentang itu dalam kitab yang beliau namakan "Menyempurnakan pendapat yang menyatakan haramnya isbal bagi kaum pria. "

والقول بالتحريم هو اختيار أكثر علمائنا المعاصرين : كالشيخ ابن باز ، والشيخ ابن عثيمين والشيخ ابن جبرين والشيخ صالح الفوزان وعلماء اللجنة الدائمة للإفتاء وغيرهم.
ولمعرفة الموقف من المسائل الاجتهادية راجع جواب السؤال رقم (70491)
والله أعلم .

Dan pendapat yang menyatakan haramnya isbal adalah pendapat yang dipilih kebanyakan ulama kontemporer di zaman ini, seperti Syaikh Bin Baaz, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Ibnu Jibrin, Syaikh Shalih Al-Fauzan, dan ulama yang tergabung dalam Komite Tetap Urusan Riset dan Fatwa dan ulama lainnya.

Untuk mengetahui sikap menghadapi perkara-perkara ijtihadiyyah, silahkan lihat kembali jawaban terhadap pertanyaan no. 70491

Wallahu a'lam

Sumber: http://islamqa.info/ar/ref/102260

www.Kompasiana.com

No comments:

Post a Comment